Dua Jenderal Polisi Akui Terima Suap dari Djoko Tjandra
2020.08.26
Jakarta
Dua mantan petinggi kepolisian mengaku telah menerima uang suap dari Djoko Tjandra untuk memuluskan terpidana korupsi Bank Bali tersebut keluar masuk Indonesia saat masih menjadi buron selama 11 tahun, demikian keterangan juru bicara Kepolisian RI.
Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo dan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte, dua petinggi kepolisian yang dimaksud, juga telah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap oleh kepolisian, masing-masing sejak akhir Juli dan pertengahan Agustus 2020.
“Sudah kita lakukan pemeriksaan dan telah mengakui menerima uang tersebut. Tersangka lain juga demikian,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Awi Setiyono saat dikonfirmasi ulang oleh BenarNews, Rabu.
Awi mengatakan uang itu diberikan dalam bentuk tunai dan juga sebagian ditransfer melalui rekening para jenderal polisi ini. Namun, Awi tidak menjelaskan berapa nominal yang diterima keduanya.
“Kalau itu berupa transfer atau cash and carry, tentunya nanti semuanya akan didalami oleh penyidik dan itu akan terbuka semuanya di pengadilan nanti," kata Awi.
Awi menambahkan, Djoko juga telah mengakui pemberian uang suap tersebut kepada kedua petinggi kepolisian ini dalam pemeriksaan yang dilakukan pada Senin lalu. Penyidik lalu menggali keterangan Djoko tersebut kepada kedua tersangka.
“Dari hasil pemeriksaan, kami tidak bisa sampaikan secara keseluruhan, apalagi terkait nominalnya karena kita masih berproses dan yang bersangkutan memang sudah mengakui,” kata Awi.
Napoleon telah dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional, begitu juga Prasetijo yang dicopot dari jabatan Kepala Biro Pengawasan Misi Internasional Polri sesaat setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Hingga saat ini, hanya Napoleon yang belum ditahan oleh kepolisian sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 14 Agustus 2020. Prasetijo yang lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka karena terlibat dalam membantu pembuatan dokumen palsu perjalanan Djoko, telah ditahan di Bareskrim Polri sejak 31 Juli 2020.
Napoleon tidak ditahan atas pertimbangan penyidik yang menyebut tersangka bersikap kooperatif selama proses pemeriksaan, sebut polisi.
“Hak prerogatif dari penyidik terkait dengan syarat subjektif maupun objektif terkait penahanan,” kata Awi.
Sesuai aturan Kitab Undang-undang Acara Hukum Pidana, penyidik polisi memang memiliki kewenangan untuk menahan atau tidak menahan tersangka kasus tindak pidana dalam waktu tertentu, atas permintaan dan jaminan keluarga atau pengacara.
Untuk tidak menahan, penyidik harus mempertimbangkan apakah tersangka kooperatif dan tidak akan melarikan diri, berpotensi menghilangkan barang bukti atau tidak, dan juga berpotensi mempengaruhi saksi serta tersangka lainnya atau tidak.
Satu tersangka lain belum ditahan
Selain Napoleon Bonaparte, penyidik polisi juga belum menahan pengusaha yang juga tercatat sebagai kader partai Golkar, Tommy Sumardi, yang juga telah ditetapkan untuk kasus yang sama.
Brigjen Awi juga Setiyono mengatakan, tidak ditahannya Tommy hingga saat ini juga atas pertimbangan penyidik. “Itu juga menjadi hak prerogatif penyidik,” kata Awi.
Tommy diketahui dekat dan memiliki hubungan bisnis dengan Djoko Tjandra sejak lama. Selain dikenal sebagai pengusaha di Indonesia, Tommy juga merupakan besan dari mantan Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, yang kini terbelit sejumlah kasus korupsi di negerinya.
Selama dalam pelarian sebelum akhirnya ditangkap di Malaysia pada 13 Juli, Djoko memiliki bisnis di Negeri Jiran itu dan Papua Nugini. Djoko juga disebut-sebut dekat Najib Razak.
Situs berita online Malaysiakini menyebut, salah satu anak usaha milik Djoko terlibat dalam proyek prestisius Najib, untuk membangun gedung pencakar langit mengalahkan menara Petronas, Tun Razak Exchange, yang berdiri megah di dekat dengan kawasan Bukit Bintang, Kuala Lumpur.
Pernikahan anak Tommy dengan anak Najib juga disebut-sebut atas andil Djoko.
Dalam perkara suap terhadap para jenderal polisi, Tommy berperan memperkenalkan Prasetijo dan Napoleon kepada Djoko, untuk membantu menghilangkan namanya dari daftar red notice yang dikeluarkan Interpol Indonesia.
Sejauh ini empat tersangka telah ditetapkan dalam kasus suap yang melibatkan Djoko Tjandra.
Selain dua pejabat kepolisian dan pengusaha, kepolisian juga menetapkan seorang jaksa muda, Pinangki Sirna Malasari, sebagai tersangka karena membantu memuluskan pengurusan dokumen peninjauan kembali kasus terpidana korupsi Bank Bali.
Dalam insiden kebakaran yang menimpa Gedung Utama Kejaksaan Agung RI, akhir pekan lalu, ruang kerja Jaksa Pinangki dilaporkan ikut hangus dilalap si jago merah.
Kendati demikian, Kejagung bersama Menteri Koordinator Bidang Hukum, Politik dan Keamanan Mahfud MD memastikan tidak ada berkas maupun bukti yang berhubungan dengan kasus Jaksa Pinangki yang terbakar sehingga proses penyelidikan tetap bisa dilanjutkan.
Jaksa Pinangki telah ditahan kepolisian dan pada Kamis (27/8), dirinya akan menjalani pemeriksaan oleh Bareskrim Polri sebagai tersangka penerima suap dengan nilai diduga mencapai U.S.$500.000 (sekitar 7 miliar Rupiah) dari Djoko, sebut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah.
“Sudah kita mintakan izin Jaksa Agung dan sudah diizinkan (untuk diperiksa kepolisian). Kalau tidak salah besok mulai diperiksa,” kata Febrie kepada wartawan, Rabu.