Papua: Polisi Hadang Aksi Damai KNPB
2016.05.31
Jayapura
Tindakan polisi yang menghadang unjuk rasa massa Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di sejumlah lokasi di Papua dan Papua Barat, Selasa, 31 Mei 2016, disayangkan anggota parlemen Papua.
Laurenzus Kadepa, seorang Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) yang mendatangi massa KNPB menyayangkan sikap kepolisian itu.
“Polisi semestinya tahu DPR Papua adalah rumah milik rakyat. Rumah bagi semua orang tanpa kecuali,” ujarnya.
Menurutnya, siapa pun baik individu, organisasi, maupun massa dengan jumlah yang banyak, berhak untuk menyampaikan aspirasi mereka ke gedung DPRP.
Ones Suhuniap, Sekretaris Umum KNPB, organisasi yang memperjuangkan referendum bagi masyarakat Papua tersebut, mengatakan bahwa aksi unjuk rasa damai itu untuk memberikan dukungan kepada United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) agar diterima sebagai anggota penuh Melanesia Spearhead Group (MSG). ULMWP, adalah organisasi payung berbagai organisasi di Papua yang bertujuan untuk pemisahan diri dari Indonesia.
“Polisi hadang kami di Perumnas 3 Waena. Ada lima truk TNI dan tiga mobil patroli TNI. Dari polisi ada sekitar 15 truk Dalmas dan lima Baracuda. Sekitar 100 lebih anggota Polri dan Brimob menghadang aksi unjuk rasa kami,” ujar Suhuniap kepada BeritaBenar.
Ia mengatakan, polisi menahan 33 anggota KNPB di Sentani saat akan melakukan aksi.
Di Papua unjuk rasa damai juga berlangsung secara serentak di Wamena dan Manokwari. Aksi juga berlangsung di Manado dan Gorontalo di Sulawesi.
“Ada 61 orang ditahan di Polres Wamena. Sebagian dari mereka sudah ditahan sejak kemarin, saat membagikan ajakan untuk berdemo,” kata Suhuniap mengacu pada kepolisian di ibukota kabupaten Jayawijaya itu.
Kapolres Jayawijaya, AKBP Yan Pieter Reba yang dikonfirmasi, mengakui pada Senin, 30 Mei 2016, polisi sempat menahan 39 aktivis KNPB yang sedang melakukan persiapan demo di Jayawijaya. Tetapi pada Selasa siang, mereka telah dibebaskan.
“Setelah melakukan pendekatan kepada mereka, kemarin kita minta kelompok KNPB Jayawijaya hadir di sini dan kita mintai keterangan. Setelah selesai, tadi kita langsung pulangkan 39 orang yang sempat kita amankan,” katanya.
Kapolres Kota Jayapura, AKBP Jeremias Rontini menegaskan tidak akan mengizinkan massa melakukan aksi ke kantor DPRD Papua.
“Aspirasi yang mereka bawa adalah Papua merdeka, kan sudah berbeda. Kita sampaikan kepada mereka, sampai kapan pun kita tidak akan mengakomodir aspirasi mereka,” kata Jeremias.
Tidak pernah diberikan izin
Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa mengaku dia mendapatkan informasi bahwa KNPB selalu mengajukan surat pemberitahuan aksi pada polisi namun tidak pernah diberikan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP).
“Tindakan kepolisian yang tidak mengeluarkan STTP tidak lazim terjadi di tempat lain (di Indonesia). Apalagi diikuti dengan penangkapan,” katanya.
Tindakan aparat kepolisian Papua, menurut kata Alghiffari, melanggar Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Selain itu bertentangan dengan UUD 1945 – dimana setiap orang berhak berkumpul, mengeluarkan pikiran, dan berpendapat.
“Tindakan polisi itu adalah bukti bahwa kepolisian atau pemerintah masih diskriminatif terhadap rakyat Papua,” tegasnya.
Sebelumnya pada 2 Mei lalu, sebanyak 1.724 aktivis KNPB yang melakukan unjuk rasa damai di sejumlah lokasi di Papua juga ditangkap polisi. Tapi setelah diperiksa, mereka akhirnya dibebaskan.
Sejak bergabungnya Papua ke Indonesia melalui referendum pada tahun 1969 wilayah paling timur Indonesia ini telah diwarnai berbagai konflik termasuk berhubungan dengan isu separatisme dan hak asasi manusia (HAM) .
Sejak masa pemerintahannya, Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah beberapa kali berkunjung ke Papua. Dalam kunjungan pada Mei 2015, ia membebaskan lima tahanan politik Papua.
Jokowi berjanji untuk mempercepat pembangunan dan kesejahteraan rakyat Papua, serta mengusut masalah pelanggaran HAM di Bumi Cendrawasih itu. Namun demikian, penangkapan terhadap orang yang melakukan demonstrasi, tetap marak terjadi di Papua.