Polisi Tangkap Pemimpin Kelompok Bersenjata Papua
2016.06.01
Jayapura
Ketenangan sebagian warga Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya di Papua, sempat terusik Selasa pagi, 31 Mei 2016, dengan suara rentetan tembakan yang dilepaskan oleh aparat keamanan.
“Ya benar kemarin pagi, kami dengar ada penembakan. Tapi kami tidak tahu siapa yang tertembak. Katanya ada dua orang korbannya. Kami mau lihat ke Rumah Sakit, tapi tidak bisa karena rumah sakit sudah dijaga polisi,” kata pastor John Jonga kepada BeritaBenar, Rabu, 1 Juni 2016.
Menurut dia, penembakan terjadi sebelum aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB) melakukan unjuk rasa untuk mendukung United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menjadi anggota penuh di Melanesia Spearhead Groups (MSG).
Tetapi Kapolres Jayawijaya, AKBP Yan Pieter Reba saat dikonfirmasi mengatakan hanya seorang yang tertembak di kaki, yaitu Kelenak Telenggen. Dia ditembak karena melawan saat hendak ditangkap.
“Orang yang dilumpuhkan adalah DPO penyerangan Polsek Sinak. Tidak ada hubungannya dengan aksi KNPB,” ujarnya.
Dia menyebutkan Kelenak merupakan seorang pelaku penyerangan Polsek Sinak pada 27 Desember lalu, yang menewaskan tiga anggota polisi dan dua lainnya terluka.
“Kelenak ditangkap di tempat kostnya,” jelas Yan Pieter seraya menambahkan bahwa penangkapan tersebut adalah hasil pengembangan dan pemantauan polisi selama ini.
Untuk proses pemeriksaan lebih lanjut, pada Rabu pagi, Kelenak telah diterbangkan ke Jayapura. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Papua, Kombespol Patrige Renwarin menyatakan Kelenak masih dirawat di RS Bhayangkara, Jayapura.
“Proses pemeriksaan terhadap Kelenak akan dilakukan di Markas Polda Papua,” katanya kepada BeritaBenar.
Kelenak Telenggen juga dikenal dengan nama Kelenak Murib. Selain penyerangan Polsek Sinak, ia juga dituduh terlibat dalam tindakan kekerasan lain, seperti penembakan yang menewaskan empat karyawan PT. Modern di Desa Agenggen, Kabupaten Puncak, pada 15 Maret lalu.
Sehari setelah penyerangan Polsek Sinak, Lekakha Telenggen mengklaim bertanggung jawab. “Saya bertanggung jawab dalam peristiwa ini (penyerangan Polsek Sinak),” ujarnya kepada BeritaBenar melalui sambungan telepon, 28 Desember 2015.
Tetapi, Lekakha enggan menyebutkan apa tujuan di balik penyerangan tersebut. “Kami juga mengambil tujuh pucuk senjata api, dua AK 47, dua SS1, tiga Mouser dan satu peti amunisi,” ujarnya.
Januari 2015, Lekakha dan putranya Tengamati Telenggen dituduh polisi sebagai pelaku penyerangan yang menewaskan dua Brimob di Ilaga, ibukota Puncak, Desember 2014. Mereka juga membawa kabur dua pucuk AK-47 milik korban.
Tapi, polisi tak menjelaskan apa hubungan antara Lekakha dan Kelenak. Kapolda Papua, Irjen Pol Paulus Waterpauw seperti dikutip dari kantor berita Antara mengklaim bahwa Kelenak merupakan pemimpin kelompok bersenjata yang menyerang Polsek Sinak, dua anggota Brimob dan penembakan empat karyawan PT Modern.
Kelompok Lekakha dan Kelenak belum jelas afiliasinya dan tujuan gerakannya. Mereka tak diketahui apakah memiliki hubungan dengan kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) karena dikabarkan tidak ada dalam struktur pimpinan Goliat Tabuni di kawasan Puncak itu.
Harus dibuktikan
Gustaf Kawer, pengacara hak asasi manusia (HAM) yang selama ini aktif mendampingi aktivis Papua dan mereka yang dituduh pelaku kekerasan, mengharapkan agar Kelenak mendapatkan pendampingan hukum sejak awal pemeriksaan.
“Tuduhan yang dikenakan dalam kasus-kasus seperti ini biasanya lebih dari lima tahun ancaman hukumannya. Karena itu polisi harus menyediakan penasehat hukum untuk Kelenak,” ujarnya saat diminta tanggapannya.
Kawer menambahkan, berdasarkan pengalamannya selama ini, mereka yang ditangkap dan ditahan dalam kasus-kasus kekerasan, penembakan atau kepemilikan senjata, sulit dibuktikan sebagai pelaku sebenarnya.
Terkadang, katanya, mereka hanya masyarakat biasa yang ditangkap, kemudian dituduh terlibat kasus tertentu. “Anehnya, ada juga yang dilepaskan oleh polisi padahal sudah ditetapkan sebagai tersangka,” katanya.
Menurut dia, kekerasan dengan senjata seperti yang dituduhkan pada Kelenak maupun warga lainnya, bisa dikurangi jika aparat keamanan bisa mengontrol peredaran senjata dan amunisi milik satuan masing-masing.
“Bukankah sudah terbukti sebelumnya bahwa dua oknum anggota TNI AD Kodam XVII Cenderawasih dihukum karena menjual amunisi kepada kelompok bersenjata,” ujar Kawer.