Polisi Tangkap Peneliti yang Kerap Kritik Pemerintah
2020.04.23
Jakarta
Kepolisian Daerah Metropolitan Jaya pada Kamis (23/3/2020), membenarkan kabar penangkapan aktivisa dan peneliti kebijakan publik yang kerap mengritik pemerintah di media social atas tuduhan menyebarkan kebencian, namun orang yang mengenalnya mengatakan dia telah dijebak karena akun WhatsApp miliknya telah diretas.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan penangkapan Ravio Patra dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada Rabu malam di Jalan Blora, Menteng, Jakarta Pusat.
“Diduga menyiarkan berita onar dan atau menghasut untuk membuat kekerasan atau menyebarkan kebencian,” kata Yusri dalam telekonferensi melalui akun media sosial Humas Polda Metro Jaya.
Damar Juniarto, direktur eksekutif SAFENET, organisasi advokasi kebebasan informasi, mengatakan penangkapan terjadi setelah akun berbagi pesan WhatsApp milik Ravio diretas oleh orang yang belum diketahui identitasnya pada Rabu siang.
Selama akun WhatsApp Ravio dikendalikan orang lain, terjadi penyebaran pesan provokasi, kata Damar.
“Krisis, sudah saatnya membakar! Ayo kumpul dan ramaikan 30 April aksi penjarahan nasional serentak, semua toko yang ada di dekat kita bebas dijarah,” demikian isi pesan yang disebarkan tersebut, seperti dikutip Damar.
Peretasan kemudian dilaporkan ke pihak WhatsApp, yang mengonfirmasi adanya pembobolan terhadap akun milik Ravio dan akun berhasil dipulihkan dua jam setelahnya, kata Damar.
Menurut Damar, pada Rabu siang, Ravio juga sempat mendapat panggilan dari sejumlah nomor asing, beberapanya adalah nomor dengan kode negara Malaysia dan Amerika Serikat.
“Ketika nomornya kami identifikasi lewat aplikasi, nomor tersebut milik AKBP HS dan Kol ATD,” kata Damar, saat dikonfirmasi BenarNews.
"Saya katakan motif peretasan dan penyebaran pesan adalah upaya untuk menempatkan Ravio sebagai salah satu yang akan membuat kerusuhan," tambahnya.
Sementara itu, pihak Polda Metro Jaya mengaku sampai saat ini masih menyelidiki peristiwa peretasan terhadap akun WhatsApp milik Ravio. “Masih didalami, nanti kalau sudah ada hasil kita sampaikan,” kata Yusri.
Hingga berita ini ditulis, Ravio masih menjalani pemeriksaan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Selama wabah virus corona terjadi, Ravio kerap menyampaikan kritikan keras terkait cara pemerintah menangani penyebaran COVID-19 dan dugaan konflik kepentingan yang melibatkan staf khusus Presiden Joko Widodo melalui akun Twitter @raviopatra.
Pada hari Ravio ditangkap, tulisan opininya yang menyebut data rasio kematian COVID-19 versi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyesatkan, muncul di Tirto.id.
Dalam tulisan tersebut Ravio mengkritik pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan terkait angka kematian akibat COVID-19 di Indonesia tidak sampai 500 orang dan menyoal cuaca Indonesia yang membuat virus corona tidak akan kuat bertahan.
“Ada sesuatu jauh lebih penting ketimbang mengurus citra pemerintah: menyusun kebijakan yang bukan hanya terkesan baik, tapi juga tepat guna dan sasaran,” tulis Ravio.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indoneisa (YLBHI) Asfinawati mengatakan tim mereka masih mengawal proses pemeriksan terhadap Ravio.
“Ini merupakan bagian dari upaya kriminalisasi sebab yang bersangkutan kerap mengkritik kebijakan pemerintah,” katanya saat dihubungi.
“Saat ini ktia menunggu niat baik polisi, karena dia adalah korban dari kejahatan peretasan,” ujarnya.
Petisi yang meminta agar Ravio dibebaskan lewat laman change.org telah ditandatangani lebih dari 7.500 orang.
Anggota Komisi hukum DPR, Taufik Basari juga mendesak Polri untuk terlebih dahulu menelusuri informasi adanya peretasan terhadap aplikasi pesan WhatsApp milik Ravio.
“Setelah melakukan digital forensik, apapun hasilnya pihak Kepolisian saya minta untuk menjelaskan kepada publik, karena informasi mengenai adanya peretasan terhadap seseorang sebelum yang dituduh melakukan penghasutan melalui aplikasi WhatsApp merupakan informasi penting yang arus disikapi serius”, kata Taufik, dalam keterangan tertulisnya yang diterima BenarNews.
Menurut Taufik, Ravio adalah peneliti independen dan terlibat cukup intensif dalam Open Government Partnership (OGP) di Indonesia. OGP adalah inisiatif internasional di mana Indonesia duduk sebagai anggota steering committee.
Saat ini, Ravio bekerja di Westminster Foundation for Democracy, salah satu mitra Open Parliament Indonesia dalam menyusun peta jalan keterbukaan parlemen.
DPR-RI sudah mendeklarasikan bergabung dengan Open Parliament dan memulai Open Parliament Indonesia pada bulan Agustus 2018, ujar Taufik.
Desakan untuk Presiden dan Kapolri
Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus mendesak Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Kepala Kepolisian RI Idham Aziz untuk segera melepaskan Ravio, menghentikan proses kriminalisasi, serta menghentikan tindakan-tindakan pembungkaman kepada warga negara lainnya.
“Pemerintah harus memastikan setiap warga negara dilindungi oleh hukum dalam menikmati hak-hak yang dijamin oleh UUD 1945,” tulis Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin, salah satu anggota koalisi, Kamis.
Koalisi juga mendesak kepolisian untuk membongkar siapa yang meretas akun WhatsApp milik Ravio.
“Tentu kemampuan meretas tidak dimiliki oleh sembarang orang/instansi. Polri seharusnya menangkap pihak-pihak yang telah meretas dan menyebarkan hoaks kerusuhan dengan menggunakan WhatsApp Ravio, bukan menangkap Ravio,” tukas pernyataan tersebut.
Di sisi lain, pakar keamanan siber, Alfons Tanujaya, menilai peretasan terhadap akun WhatsApp milik Ravio baru sebatas klaim sepihak dan perlu dikonfirmasi langsung oleh pihak kepolisian.
“Kalau sudah berlanjut ke ranah hukum, kita tidak bisa berbicara berdasarkan analisis sepihak, perlu ada data forensik. Jadi kita tunggu konfirmasi resmi pihak kepolisian kepada WhatsApp,” kata Alfons.