Polisi Temukan Bunker Terkait Penangkapan 12 Terduga Jemaah Islamiyah
2021.03.01
Jakarta
Polisi menemukan bunker yang dijadikan sebagai tempat perakitan senjata dan bahan peledak saat menangkap 12 orang yang diduga anggota kelompok militan Jemaah Islamiyah (JI) di Jawa Timur pekan lalu, kata juru bicara kepolisian, Senin (1/3).
Anggota Densus 88 juga menyita senjata api rakitan serta sejumlah senjata tajam dalam penggerebekan yang dilakukan di Sidoarjo, Surabaya, Malang dan Mojokerto pada hari Jumat, kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Rusdi Hartono.
“Juga telah menyiapkan tempat penyimpanan senjata, dan juga telah mempersiapkan tempat pelarian setelah melakukan aktivitas terorisme,” kata Rusdi, dalam keterangan persnya di Mabes Polri, Jakarta.
Delapan orang ditangkap di Sidoardjo, dua orang di Surabaya, satu orang di Malang dan seorang lainnya di Mojokerto, kata Rusdi.
Mereka diidentifikasi melaui inisial mereka yaitu UBS, TS, AS, AIH, BR, RBM, Y, F, ME, AYR, RAS, dan MI.
Mereka diyakini terlibat dalam kelompok JI, setelah diketahui mengikuti beberapa kegiatan kelompok tersebut. “Tentunya mereka telah melakukan aktivitas-aktivitas berupa latihan bela diri,” sebut Rusdi.
Rusdi menyebutkan kelompok yang dikenal sebagai Fahim ini telah merencanakan sejumlah aksi terorisme. Namun Rusdi tidak menyebutkan detil lokasi dan target sasaran serangan yang akan dilancarkan kelompok ini.
“Dari keterangan sementara yang digali dari kelompok ini, mereka telah merencanakan amaliah, bentuknya seperti apa, dan sasarannya bagaimana, nanti akan didalami oleh Densus,” sebutnya, merujuk pada istilah yang digunakan oleh kelompok Muslim radikal untuk melakukan aksi kekerasan.
Tim Densus juga menyita sejumlah barang bukti dari para tersangka, di antaranya 50 butir peluru tajam berukuran 9 milimeter, satu pistol rakitan jenis FN, delapan pisau, dua pedang katana, tiga golok, serta 23 busur panah, kata Rusdi.
Selain itu petugas juga menemukan empat lembar bendera daulah Islamiah berwarna hitam dan putih.
Rusdi belum dapat menjelaskan dari mana para terduga teroris tersebut mendapatkan peluru dan senjata. Menurutnya selama ini kelompok teroris merakit senjata dan amunisi.
“Banyak dari pada aktivitas mereka itu menggunakan senjata rakitan, kemudian untuk masalah peluru masih didalami sumber dari pada amunisi tersebut oleh densus,” ujarnya.
Rusdi juga meminta masyarakat melaporkan aktivitas kelompok-kelompok yang mencurigakan dan mengarah kepada terorisme kepada aparat kepolisian. Sebab menurutnya upaya pengungkapan dan penangkapan kelompok ini juga dilakukan atas informasi awal dari masyarakat.
“Peran serta masyarakat menjadi sesuatu yang penting dalam penanganan terorisme. Dengan peran serta masyarakat tentunya dapat mempersempit ruang gerak dari pada jaringan terorisme,” katanya.
Terkoneksi Upik Lawanga
Terduga teroris yang ditangkap di Jawa Timur tersebut juga disebut memiliki keterkaitan dengan Taufik Bulaga, yang lebih dikenal sebagai Upik Lawanga, militan yang buron selama 14 tahun dan baru berhasil ditangkap di Lampung Tengah, Provinsi Lampung, pada 23 November tahun lalu.
Upik disebut menjadi dalang beberapa aksi teror di Indonesia, seperti teror bom Bali tahun 2002, bom di Tentena, dan sejumlah aksi teror mulai tahun 2004 hingga 2006. Dia diduga ikut merakit bom di kasus bom di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton.
Menurut Rusdi, para terduga teroris yang ditangkap di Jawa Timur pernah ikut mengikuti kegiatan bersama Upik.
“Semua Jemaah Islamiyah tentunya terkoneksi antara satu kelompok, dengan kelompok yang lainnya,” kata Rusdi.
Upik disebut memiliki keahlian khusus merakit bom dan senjata api.
“Mereka senantiasa mengembangkan kemampuan yang ada di kelompok itu. Kemampuan merakit senjata, kemampuan merakit bom. kemampuan-kemampuan ini yang kemudian mereka salurkan kepada kelompok-kelompok yang lain,” ujar Rusdi.
Rusdi juga mengatakan pihaknya terus menelusuri pendanaan kelompok JI yang terus eksis hingga kini. Menurutnya sumbangan dari anggota menjadi sumber pendanaan kelompok ini. “Setiap gaji yang mereka peroleh, disumbangkan 5 persen untuk organisasi,” katanya.
Selain itu polisi juga meyakini salah satu sumber pendanaan kelompok JI, adalah dari kotak amal yang diedarkan di masjid atau tempat-tempat tertentu.
“Kemarin kotak amal bermasalah, itu juga bagian dari Jemaah Islamiyah untuk mendapatkan dana menjalankan roda organisasinya,” ujarnya.
Sejak tahun lalu, polisi telah menangkap puluhan orang yang diduga anggota JI, termasuk pemimpin militer kelompok itu saat bom Bali, Zukarnaen.
Direktur lembaga resolusi konflik Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Sidney Jones, mengatakan Desember lalu bahwa JI tidak benar-benar mati meskipun tidak aktif melakukan serangan, namun mereka tetap memegang pada tujuan untuk mendirikan negara Islam.
“Walaupun pimpinan tinggi JI sudah tertangkap, dan pasti akan dihukum bertahun-tahun, namun JI punya kapasitas untuk muncul kembali, untuk bertahan walaupun terpukul begitu berat,” ujarnya.
“JI merupakan satu-satunya organisasi ekstrim di Indonesia yang punya kapasitas dan strategi jangka panjang,” tambah Jones.
Jones menjelaskan JI bukan saja sebagai organisasi tapi lebih bisa dikatakan sebagai bentuk komunitas di mana semua orang JI saling kenal.
“Mereka sudah mencoba untuk menginfiltrasi melalui politik Indonesia ketimbang melakukan pemboman dan kekerasan,” kata Sidney.