Polri akhiri Operasi Madago Raya secara bertahap pasca-penumpasan MIT

Pengamat menilai pembentukan satuan baru hanya untuk kepentingan pragmatis didasarkan pemikiran “satgas adalah proyek”.
Dandy Koswaraputra
2022.10.04
Jakarta
Polri akhiri Operasi Madago Raya secara bertahap pasca-penumpasan MIT Kepala Operasi Madago Raya Kombes. Pol. Arif Budiman di Markas Brimob di Poso Pesisir, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, 26 Februari 2022.
[Dandy Koswaraputra/BenarNews]

Satuan tugas keamanan masih dibutuhkan di Poso, Sulawesi Tengah, dengan pola kerja yang berbeda untuk menjaga ketertiban karena masih adanya pendukung Mujahidin Indonesia Timur (MIT), meski buron terakhir kelompok militan itu sudah tewas pekan lalu, kata pimpinan Operasi Madago Raya, Kombes Arif Budiman. 

Arif mengungkapkan sekarang ini Markas Besar Polri sedang membahas pola operasi baru tersebut yang akan diterapkan pasca - Operasi Madago Raya, dengan harapan sistem keamanan dan ketertiban di Poso semakin baik.

“(MIT) sudah habis hanya simpatisan masih ada sehingga pengakhiran operasi akan dilakukan bertahap dengan pola yang berbeda,” kata Arif kepada BenarNews, menambahkan bahwa di Poso dan sekitarnya masih ada kelompok radikal dan simpatisan Jemaah Islamiyah.

Terkait anggaran pemburuan kelompok MIT, Arif mengatakan bahwa dana untuk Operasi Madago Raya merupakan bagian dari dana APBN yang dialokasikan untuk Polri setelah disetujui DPR.

“Nilainya saya tidak tahu persis karena diatur langsung oleh Mabes Polri,” kata Arif kepada BenarNews, Selasa.

Menurut laporan Kementerian Keuangan Indonesia, realisasi anggaran kepolisian untuk 2022 sebesar Rp.111 triliun.

Menurut Arif, beberapa pola operasi sedang didiskusikan di lingkungan Mabes Polri, namun keputusan final belum ditentukan.

“Bisa saja operasi Kamtibmas yang akan dilaksanakan oleh Polda Sulteng,” kata Arif, menambahkan bahwa keputusan dilakukan secepatnya.

Pada Jumat lalu, polisi menyatakan kelompok militan bersenjata MIT di Poso telah habis menyusul tewasnya buronan terakhir yang selama ini bersembunyi di pegunungan Sulawesi Tengah.

Al Ikhwarisman alias Jaid, pria 34 tahun yang dijuluki Pak Guru, tewas dalam baku tembak dengan anggota Densus 88 dalam patroli di Kecamatan Poso Pesisir Utara, Poso sehari sebelumnya.

Operasi perburuan MIT telah berlangsung beberapa tahun dengan nama operasi yang berbeda-beda. Madago Raya, dibentuk pada tahun 2021, lebih kecil dari satuan tugas sebelumnya.

Total anggota Pasukan Madago Raya saat ini 551. Jumlah ini jauh berkurang dari sebelumnya, yaitu 1.378 pada awal tahun 2022. Mereka bertugas di tiga wilayah operasi, yaitu Kabupaten Poso, Sigi dan Parigi Moutong, kata Arif.

MIT terbentuk pada tahun 2010, berakar pada konflik berdarah antara komunitas Muslim-Kristen di Poso yang menewaskan lebih dari 1.000 orang antara tahun 1998 dan 2001.

Kelompok ini dikenal karena aksi pembunuhan yang kejam terhadap warga terutama yang mereka anggap sebagai informan aparat keamanan.

Pada 2015, pemerintah membentuk pasukan gabungan TNI-polisi dibawah komando Camar Maleo untuk menumpas MIT yang saat berada dibawah pimpinan Santoso atau Abu Wardah memiliki anggota hingga 40-an orang termasuk warga Uighur dari China.

Pada tahun 2016, operasi tersebut diperpanjang dengan nama Operasi Tinombala dan pada Juli 2016 berhasil membunuh Santoso, pimpinan militan pertama yang berbaiat kepada kelompok ekstrim ISIS.

MIT, disamping Jamaah Ansharut Daulah - yang berada dibalik sejumlah serangan teror di Indonesia sejak 2016, merupakan dua kelompok militan di Indonesia yang berafiliasi dengan ISIS.

Pasukan keamanan Indonesia melakukan operasi pencarian untuk membasmi para terduga militan MIT di provinsi Sulawesi Tengah, 1 Desember 2020. [Wahono/BenarNews]
Pasukan keamanan Indonesia melakukan operasi pencarian untuk membasmi para terduga militan MIT di provinsi Sulawesi Tengah, 1 Desember 2020. [Wahono/BenarNews]

Pengamat: “Satgas adalah proyek”

Menanggapi rencana polisi membentuk satgas operasi yang baru tersebut, Pengamat Kepolisian dan Keamanan Bambang Rukminto menilai pembentukan satgas baru pasca-Operasi Madago Raya seolah ingin membuat satgas yang seharusnya ad hoc itu menjadi permanen.

“Mengapa ini terjadi? Dugaan saya salah satu alasannya karena kepentingan pragmatis dengan dasar pemikiran bahwa satgas itu adalah sebuah proyek,” kata Bambang kepada BenarNews.

“Ini juga terjadi bukan hanya pada satgas Madago Raya tetapi juga dengan satgas-satgas yang lain.”

Menurut Bambang, satgas Madago Raya – yang dilaksanakan operasionalnya oleh Brimob sebagai inti pasukan keamanan – memiliki pendanaan yang relatif terbatas dibanding dengan anggaran satuan serupa, seperti Detasemen Khusus (Densus) 88.

“Berbeda dengan anggaran Densus 88 Anti Teror yang merupakan unit kecil tetapi anggarannya sangat besar, satgas-satgas ini tentu menggunakan anggaran yang terbatas,” kata Bambang.

“Makanya juga sering muncul kecemburuan antar satuan. Mengingat apa yang dilakukan Satgas Madago ini juga sama yang dilakukan Densus 88,” kata dia, menambahkan bahwa anggaran Densus 88 untuk 2022 yang sudah disetujui DPR mencapai Rp. 1,5 triliun. 

Anggaran sebesar itu, kata Bambang, tergolong sangat mewah bagi sebuah satuan kecil.

“Sementara kerja-kerja terkait penanganan terorisme juga tetap dilakukan oleh satuan-satuan struktural yang sudah ada,” kata dia.

Peneliti Center for Strategic Policy Studies Universitas Indonesia, Yanuardi Syukur, mengatakan operasi tersebut bertujuan untuk menumpas kelompok militan yang bertahun-tahun tidak lumpuh sebab bergerilya di hutan.

“Logikanya, ketika teroris terakhir lumpuh, maka operasi juga telah usai,” kata Yanuardi kepada BenarNews.

Menurutnya, pendekatan yang ideal pasca-lumpuhnya buronan MIT adalah dengan menggandeng masyarakat.

“Kamtibmas dapat diperbanyak dan masuk ke berbagai elemen masyarakat untuk mengedukasi tentang pentingnya beragama secara moderat,” kata Yanuardi, “perbedaan itu wajar dan kita harus saling menghormati, menghargai dan patuh pada hukum.”

Selain itu, tambahnya, pemerintah perlu menggandeng para tokoh, baik itu tokoh muda dan tokoh senior dalam berbagai elemen untuk sama-sama menciptakan kehidupan yang damai, saling bersinergi antar masyarakat dan pemerintah.

“Adapun terorisme adalah tindakan yang tidak dibenarkan secara agama, negara, dan juga etika,” kata dia.

Terorisme merusak tatanan sosial masyarakat, tegas Yanuardi, sehigga perlu pendekatan humanis untuk menanggulanginya.

“Pemerintah juga perlu mencurahkan berbagai beasiswa pendidikan kepada masyarakat Poso agar mendapatkan pendidikan tinggi, dengan demikian mereka akan menjadi agen-agen perdamaian di masa yang akan datang.”

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.