Polri Bebastugaskan 3 Anggota dalam Kasus Penembakan Anggota FPI
2021.03.10
Jakarta
Mabes Polri membebastugaskan tiga anggotanya, Rabu (10/3), sebagai bagian dari penyidikan atas dugaan keterlibatan ketiganya dalam penganiayaan yang menyebabkan tewasnya enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) pada Desember lalu.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan bahwa keputusan itu ditetapkan Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri setelah melakukan gelar perkara, yang merupakan proses hukum untuk menentukan status penyelidikan.
"Intinya hari ini untuk meningkatkan dari lidik ke sidik aja,” kata Argo kepada wartawan di Mabes Polri.
Peristiwa tewasnya enam laskar FPI terjadi di jalan tol Jakarta-Cikampek pada 7 Desember 2020, saat polisi yang membuntuti rombongan pimpinan FPI, Muhammad Rizieq Shihab, bentrok dengan laskar FPI yang mengawal rombongan itu yang hendak menuju ke sebuah daerah di Karawang.
Polisi saat itu menyebut laskar FPI menyerang mereka dengan senjata tajam dan senjata api.
Meski telah menaikkan status ke tingkat penyidikan, ketiga anggota polisi yang sebelumnya disebut sebagai terlapor itu belum ditetapkan sebagai tersangka.
Polri masih merahasiakan identitas dan dari kesatuan mana ketiga polisi itu berasal, kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono.
Ketiganya diduga melanggar Pasal 338 juncto 351 KUHP tentang pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan kematian.
"Sekarang proses penyidikan dulu, dalam proses penyidikan nanti akan ditentukan siapa tersangkanya. Dari proses penyidikan ini akan diketahui betul-betul secara terang-benderang telah terjadi tindak pidana dan tentunya ada proses penentuan tersangka," sebutnya.
Dalam insiden yang terjadi pada dinihari itu, diketahui empat Laskar FPI masih hidup sebelum polisi membawanya ke dalam mobil. Sementara, dua laskar yang lain, telah tewas saat bentrokan hingga baku tembak terjadi sebelumnya mendekati Kilometer 50 Tol Jakarta-Cikampek.
Kasus tersebut kemudian ikut diselidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Komnas HAM menyatakan bahwa polisi diduga melakukan pembunuhan di luar hukum atau unlawful killing terhadap empat anggota FPI yang dibawa dalam mobil petugas.
Polisi menjadikan rekomendasi Komnas HAM sebagai dasar penyidikan kasus ini.
"Tentunya Polri akan menyelesaikan perkara ini. Ini sejalan dengan rekomendasi Komnas HAM. Tentunya Polri akan selesaikan perkara ini secara profesional, transparan, dan akuntabel," kata Rusdi Hartono dalam konferensi pers di Mabes Polri.
Selain itu Rusdi juga mengatakan, pihak penyidik yang menangani kasus ini nantinya akan mengumpulkan kembali bukti-bukti dan keterangan dari para saksi untuk menguatkan proses penyidikan.
"Bukti-bukti bisa bermacam. Bisa petunjuk, bisa keterangan. Yang kita ketahui telah ada barang bukti dari Komnas HAM ini juga jadi bagian penyelesaian perkara," ujarnya.
FPI, kelompok yang dikenal dengan aksi intoleransi dan main hakin sendiri dalam apa yang mereka sebut sebagai menegakkan ajaran Islam, telah dilarang secara resmi oleh pemerintah pada akhir 2020. Pemerintah menilai organisasi tersebut gagal memperbaharui izin pendaftarannya setelah menolak memenuhi persyaratan untuk menghapus kalimat dukungan atas "implementasi syariah Islam" dalam piagam pendiriannya.
Sementara itu Rizieq Shihab sejak Desember lalu masih mendekam di tahanan Polri atas keterlibatan dalam kasus pelanggaran protokol kesehatan pencegahan COVID-19.
Dalami senjata FPI
Selain meningkatkan status kasus pembunuhan laskar FPI, Bareskrim Polri juga mendalami status kepemilikan senjata api yang diduga digunakan laskar FPI yang tewas dalam insiden tersebut.
Rusdi Hartono mengatakan bahwa pengusutan kepemilikan senjata api secara ilegal itu adalah salah satu rekomendasi Komnas HAM yang kini tengah diselidiki oleh tim penyidik Bareskrim Polri.
"Kami masih menindaklanjuti rekomendasi dari Komnas HAM terkait kepemilikan senjata api itu. Saat ini penyidik Bareskrim Polri masih mendalami siapa pemiliknya,” ujar Rusdi.
Saat peristiwa tersebut, polisi mengamankan dua pistol yang diyakini milik pengawal Rizieq Shihab itu. Polisi juga menyita barang bukti lainnya seperti peluru, pedang, tongkat dan celurit yang disebut milik laskar FPI yang tewas.
Polri sebelumnya telah menetapkan 6 orang yang tewas dalam kejadian itu sebagai tersangka kasus penyerangan terhadap anggota polisi dan melawan petugas. Namun berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana, seseorang yang meninggal otomatis gugur haknya dan perkaranya.
‘Bukan pelanggaran HAM berat’
Sehari sebelumnya, kelompok yang tergabung dalam Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Laskar FPI menghadap Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan mendesak kepala negara untuk menuntaskan kasus tersebut.
Kelompok yang beranggotakan sejumlah tokoh nasional termasuk Amien Rais itu menyebut adanya pelanggaran HAM berat dalam peristiwa itu dan meminta polisi yang terlibat diadili di pengadilan HAM.
Beka Ulung Hapsari, komisioner Komnas HAM menyatakan kasus penembakan enam laskar FPI tidak memenuhi dua unsur untuk ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat.
Ia mengatakan berdasarkan Undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM, sebuah peristiwa dapat disebut sebagai pelanggaran HAM berat haruslah memenuhi unsur sistematis dan meluas.
"Kedua unsur itu tidak terjadi di kasus ini. Temuan Komnas HAM ini adalah eskalasi atau dinamika di lapangan. Kami tetap pada kesimpulan kami yang menyatakan peristiwa Karawang itu adalah pelanggaran HAM, bukan pelanggaran HAM berat," kata Beka, menanggapi pernyataan TP3 Laskar FPI itu.
Presiden Jokowi dalam pertemuan hari Selasa itu meminta agar tim tersebut menunjukkan bukti atas temuan mereka. Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mohammad Mahfud MD mengatakan, Jokowi sudah meminta Komnas HAM bekerja independen dalam mengungkap kasus itu.
"Saya katakan pemerintah terbuka, kalau ada bukti pelanggaran HAM berat mana? Sampaikan sekarang, atau nanti menyusul kepada Presiden, bukti bukan keyakinan," kata Mahfud.