Pasca Bom Surabaya, Polri Telah Tangkap 350 Terduga Teroris

Pengamat terorisme mengingatkan pemerintah tetap mewaspadai kemungkinan JAD membentuk organisasi baru.
Putra Andespu
2018.09.04
Jakarta
180904_ID_Terrorism_1000.jpg Polisi bersiaga di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saat berlangsung persidangan pembubaran dan pelarangan kelompok Jamaah Ansharud Daulah karena keterlibatan organisasi tersebut dalam sejumlah aksi terorisme, di Jakarta, 31 Juli 2018.
AFP

Tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri bersama jajaran kepolisian telah menangkap setidaknya 350 terduga teroris di berbagai daerah sejak aksi bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur, pada 13-14 Mei 2018 yang menewaskan 28 orang, termasuk 14 pelaku.

“Saya tidak bisa berikan data, tapi yang jelas lebih dari 350 (terduga teroris) ditangkap. Ini ada barang buktinya,” kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 4 September 2018.

Penangkapan gencar dilakukan setelah disahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada 25 Mei lalu atau dua pekan usai aksi bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya.

“Begitu selesai undang-undangnya, kita bergerak. Itu yang potensial melakukan aksi. Enggak ada barang bukti, dia JAD kena,” ujar Setyo.

Menurutnya, kepolisian fokus memproses mereka yang ada barang bukti dulu.

“Kita fokus ke yang ada BB dulu, sambil menunggu rumah tahanan jadi,” katanya.

Dalam operasi terbaru yang dilakukan Minggu, polisi menangkap lima terduga teroris berinisial C, H alias S, G, MU, KA. Mereka diciduk di Cirebon, Jawa Barat, dan Brebes, Jawa Tengah.

Sedangkan, dua orang yakni Rajendra Sulistiyanto (RS) dan Ica Ardeboran (IA) ditembak mati di Tegal, Jawa Tengah, Senin.

“Saat dilakukan penangkapan, kedua orang tersebut berusaha melawan petugas dengan menggunakan senjata jenis recover hasil rampasan anggota Polri,” jelas Setyo.

Rajendra dan Ica diduga eksekutor penembakan dua polisi patroli jalan raya (PJR), Ipda Dodon Kusdianto dan Ipda Widi Harjana, di kawasan Tol Kanci-Pajegan, Cirebon, Jawa Barat, pada 24 Agustus 2018.

Dodon menghembus nafas terakhir setelah sempat dirawat selama delapan hari di rumah sakit, sedangkan Widi masih mendapat perawatan atas luka yang dideritanya.

Terkait penyerangan polisi

Setyo mengatakan penembakan anggota PJR di Cirebon berkaitan dengan dua kasus penyerangan terhadap polisi lain yang bertugas di Polsek Bulukamba, Brebes, pada Juni dan di Polres Cirebon pada Agustus, yang pelakunya diduga tujuh terduga teroris tersebut.

Hasil penyelidikan menurut Setyo, diketahui bahwa RS merupakan anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Cirebon di bawah pimpinan Heru Komarudin.

Heru sudah ditangkap bersama tiga anak buahnya atas kasus penyerangan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, awal Mei 2018 dan empat orang lainnya yang berinisial R, H alias S, HAI dan N sempat buron pada saat itu.

Dari hasil penyidikan atas Heru dan rekan-rekannya, pada Minggu lalu ditangkap S kemudian terungkap bahwa penyerang anggota Polsek Bulukamba dan anggota Polres Cirebon tersebut adalah H dan R.

“Dan lelaki penyerangan anggota PJR adalah H, R, I dan U. Pelaksanaan aksi dibantu oleh tersangka lain yaitu G dan C,” kata Setyo.

Dari penangkapan mereka, polisi menyita senjata api recover, sebutir peluru dan empat selongsong, dua senjata tajam dan dua sepeda motor.

Komentar pengamat

Pengamat terorisme dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak mengatakan penangkapan teroris yang gencar dilakukan polisi sejak tiga bulan terakhir tak terlepas dari pelaksanaan Asian Games 2018 dan pembubaran JAD.

“Potensi mengancam Asian Games pasti ada. Polisi sadar betul soal itu,” katanya kepada BeritaBenar.

Kapolri Tito Karnavian mengakui pihaknya mengerahkan 170 ribu personel untuk pengamanan Asian Games.

Hingga berakhirnya Asian Games pada 2 September lalu, tidak ada laporan tentang potensi gangguan keamanan dan ancaman teror.

Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe di Aceh, Al Chaidar, menilai bahwa teroris khususnya jaringan JAD tak berencana meneror Asian Games 2018.

“Juga belum ada rencana mereka untuk menyerang Pilpres 2019,” ujarnya saat dihubungi.

JAD sudah dinyatakan sebagai organisasi terlarang karena berada di balik serangkaian serangan teror di Indonesia dan resmi dibubarkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 31 Juli 2018.

Al Chaidar mewanti-wanti pemerintah harus tetap waspada karena JAD merupakan kelompok teroris paling aktif di Indonesia.

“Sel-sel JAD yang ada sekarang pasti akan membentuk organisasi-organisasi baru yang menurut mereka bisa melanjutkan gerakan jihad,” pungkasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.