Tekan polusi udara, pemerintah minta pegawai negeri di Jakarta kerja dari rumah
2023.08.18
Jakarta
Pemerintah Jakarta akan menerapkan uji coba kerja dari rumah untuk aparatur sipil negara mulai 21 Agustus untuk mengatasi masalah polusi udara menjelang perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-43 di Jakarta pada September.
Penjabat Gubernur Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan kebijakan ini akan berlangsung selama dua bulan mendatang.
“Saya minta Sekda (sekretaris daerah) mungkin tanggal 21 Agustus untuk pegawai yang tidak bersentuhan langsung dengan pelayanan masyarakat. Kami coba pertama untuk bisa memberikan kenyamanan dalam pelaksanaan KTT ASEAN. Intinya itu dulu,” kata dia kepada wartawan, kemarin.
Menurut Heru, sebelumnya work from home (WFH) direncanakan akan berlangsung pada 28 Agustus hingga 7 September, namun dipercepat menjadi 21 Agustus hingga 21 Oktober mendatang.
Kebijakan ini, nantinya akan menerapkan skema kerja hybrid dengan kombinasi 50 persen kerja dari rumah dan 50 persen lainnya dinas di kantor. Selain aparatur sipil negara (ASN), pelajar juga diimbau menerapkan pembelajaran jarak jauh yang dimulai 4 hingga 8 September 2023.
Menurut data perusahaan teknologi kualitas udara Swiss, IQ Air, Jakarta sempat menjadi kota paling tercemar secara global atau 16 kali lipat dari batas aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 10 Agustus lalu. Konsentrasi partikel kecil PM2.5 – polutan udara paling berbahaya – mencapai 81,5 mikrogram per meter kubik pada saat itu.
Pedoman WHO saat ini menyatakan bahwa tingkat rata-rata tahunan PM2.5 tidak boleh melebihi 5 mikrogram per meter kubik, sementara paparan selama 24 jam tidak boleh melebihi 15 mikrogram per meter kubik.
Penyebab, kendaraan bermotor atau PLTU?
Dalam rapat terbatas awal pekan lalu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo meminta jajarannya untuk melakukan penanganan jangka panjang dan pendek untuk mengatasi polusi udara salah satunya dengan penerapan bekerja hybrid.
Selain itu, dia juga memerintahkan rekayasa cuaca di Jabodetabek dan memerintahkan percepatan penerapan pembatasan emisi.
Jokowi juga menyarankan warga untuk mengurangi kendaraan berbasis fosil dan mengimbau warga menaiki kendaraan umum.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyebut penyebab utama pencemaran udara di Indonesia adalah kendaraan bermotor.
Berdasarkan data Kementerian, sepanjang tahun 2022, ada 24 juta kendaraan bermotor dan 19,2 juta merupakan pengguna kendaraan sepeda motor.
Namun, sejumlah pihak menduga penyebab polusi di Jakarta disebabkan perusahaan listrik tenaga uap (PLTU) Suralaya yang berada di kota Cilegon, Banten, 102 kilometer dari Jakarta.
Menteri Siti Nurbaya membantah klaim tersebut, karena uap PLTU tersebut tidak bergerak ke Jakarta.
“Hasil analisis kami asapnya ke Selat Sunda, tapi memang ada pembangkit kecil yang tersebar dan akan kami dalami. Jadi batu bara berpengaruh ke Jakarta tak ada 1 persennya,” kata Siti Nurbaya.
Dampak kesehatan
Pakar Lingkungan dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengatakan sektor transportasi merupakan bagian paling krusial yang harus dibenahi terlebih dahulu. Kemudian, kata dia, transformasi hijau PLTU di Muara Angke dan sekitar Jakarta ke energi baru terbarukan.
Selain itu perlu juga dilakukan penertiban industri yang ramah lingkungan atau pemindahan pabrik penyebab polusi udara keluar Jabodetabek, kata Nirwono
“Dengan kondisi udara yang buruk dan suhu ekstrem harusnya pemerintah Jakarta menetapkan status berbahaya bagi kesehatan. Kebijakan yang akan diambil juga harus berani, tegas, dan signifikan bagi masyarakat,” kata dia.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup, polusi udara di Jakarta 75 persen disebabkan oleh sektor transportasi.
Sebanyak 90 persen masyarakat menggunakan kendaraan pribadi, dengan komposisi 21 juta pengendara motor dan 4 juta pengendara mobil setiap harinya. Sedangkan pengguna transportasi publik hanya 10 persennya saja, ungkap data tersebut.
Dokter anak dari Rumah Sakit Pasar Rebo, Arifianto, mengatakan bahwa polusi udara memiliki kontribusi erat dengan peningkatan risiko infeksi saluran pernapasan (ISPA) baik akut maupun kronik yang disebabkan oleh masuknya kuman ke dalam tubuh.
“Meskipun penyebab utamanya bukan karena polusi udara namun polusi udara saat ini bisa berperan dalam memudahkan ISPA untuk berkembang dan mungkin saja lebih lama durasi penyembuhannya. Risiko pneumonia dan asma juga meningkat,” kata dia.
Arifianto mengatakan durasi sakit lebih lama karena potensi penularan yang tidak dikurangi. Oleh karenanya, dia menyarankan untuk memakai masker, cuci tangan dan meliburkan anak dari daycare atau sekolah sementara waktu.
“Tentunya kami berharap kepada pengambil kebijakan untuk mengatasi polusi udara yang makin berbahaya ini,” kata Arifianto.
Tidak akan efektif
Diya Farida, pemerhati iklim dari Yayasan Indonesia CERAH mengatakan kebijakan pemerintah menerapkan WFH dalam menangani polusi kurang tepat karena sumber polusi itu tak hanya dari transportasi saja, tetapi juga dari kegiatan industri.
“Buktinya, kualitas udara pada Sabtu dan Minggu, saat tidak ada aktivitas pekerja, tetap buruk,” ujarnya kepada BenarNews.
“PLTU, pabrik dan industri juga sumber polutan yang tidak bergerak tapi buangan emisi karbon mereka bisa melakukan perjalanan lintas batas administrasi,” kata dia
Oleh karenanya, Diya meminta pemerintah bisa lebih tegas dalam melakukan pemeriksaan terhadap pabrik yang beroperasi termasuk limbah yang dihasilkan.
“Jangan sampai tebang pilih. Industri yang melanggar harus ditindak,” kata dia.
Juru kampanye Walhi Jakarta Muhammad Aminullah menilai kebijakan ini tidak akan efektif karena ada dan tidak ada aktifitas polusi udara tetap tinggi.
“Kita sudah belajar pada masa pandemi. Meski tidak ada mobilisasi di Jakarta. Polusi udara tetap tinggi. WFH bisa saja dilakukan. Tapi untuk melindungi warga dari dampak polusi udara. Bukan untuk mengurangi polusi itu sendiri,” kata dia.
Selain itu, WFH juga harus diimbangi insentif supaya warga yang bekerja di sektor informal tidak terdampak ekonomi dan untuk menjamin kesehatan mereka atas dampak polusi ini.
“Tidak bisa dalam waktu dekat ini pulih. Pemerintah sebaiknya membentuk tim khusus untuk mengatasi polusi udara dengan membagi tugas menangani polusi dan apa dampak ke masyarakat,” ujarnya.