SK Polri Terbaru Memperbolehkan Polwan Berjilbab

Oleh Paramita Dewiyani
2015.03.27
ID_PARAMITA_POLICE_WOMEN_JILBAB_700.jpg Polwan Indonesia mengamankan unjuk rasa hari buruh di depan Balai Kota di Surabaya, Jawa Timur dengan pertunjukan tari pada tanggal 1 Mei, 2013.
AFP

Surat Keputusan (SK) baru dikeluarkan oleh Polri untuk memberikan kebebasan bagi Polwan yang ingin menggunakan jilbab ketika bertugas dengan menggunakan anggaran tahunan.

Dana sejumlah Rp 600 juta dianggarkan untuk menghargai hak setiap polwan sebagai warga negara dan pemeluk agama di Indonesia.

Surat Keputusan (SK) Polri terbaru No.245/III/2015 yang ditandatangai 25 Maret 2015 mengijinkan polisi wanita (polwan) untuk menggunakan jilbab saat bertugas.

“SK ini menjelaskan perubahan SK sebelumnya yang mengatur tentang pakaian dinas seragam Polri,” kata juru bicara Kepolisian Nasional Rikwanto tanggal 26 Maret.

Larangan polwan mengenakan jilbab dibuat tahun 2005, ketika Jenderal Sutanto menjabat sebagai Kepala Polri dengan SK Nomor: SKEP/702/X/2005 tanggal 30 September 2006.

SK ini memerintahkan semua petugas polisi mengenakan seragam kepolisian saat bertugas dan menetapkan bahwa polwan bisa diberhentikan karena melanggar instruksi, kecuali bagi mereka yang ditempatkan di Aceh.

Tahun 2001 Aceh sudah menerapkan hukum syaria yang mewajibkan semua perempuan menutup aurat.

Rikwanto berkata bahwa dengan SK baru yang memperbolehkan polwan memakai jilbab, jumlah permintaan sejauh ini hanya sekitar 20.000 mewakili jumlah keseluruhan 400.000 personel.

“Jumlah permintaan sementara ini hanya sekitar lima persen. Kita menyediakan dua jilbab bagi setiap polwan yang menginginkan,” katanya.

Tahun 2013, mantan Kapolri Jenderal Sutarman menyetujui polwan mengenakan jilbab ketika bertugas. Namun keputusan ini dibuat secara lisan karena ketika itu Polri belum mempunyai dana untuk memfasilitasi mereka yang menginginkan memakai jilbab.

“Keputusan ini sangat melegakan bagi kami. Karena bukan saja kami diperbolehkan menggunakan jilbab tetapi juga difasilitasi Polri untuk menggunakan jilbab yang disesuaikan dengan warna seragam,” kata Meliana Sawitri, polwan yang bekerja di markas Polri Jakarta.

Meliana yakin jilbab tidak akan mengurangi efektivitas dan kewajibannya sebagai polwan.

“Sejak keputusan verbal dibuat oleh Jenderal Sutarman di tahun 2013 saya mulai mengenakan jilbab. Sejauh ini prestasi saya terus meningkat. Ini menunjukkan bahwa mengenakan jilbab tidak menghalangi efektivitas pekerjaan,” Meliana  menerangkan.

Keputusan Polri sejalan dengan demokrasi

Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahfudz Siddiq, mengatakan keputusan ini menunjukkan itikad baik Polri untuk mengakomodasi hak personel.

“Berarti Polri semakin menghargai nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).  Saya yakin ini adalah keputusan terbaik. Dengan demikian mereka bisa tetap bekerja dengan baik dan menjalankan akidah agama,” kata Mahfudz kepada BenarNews Tanggal 27 Maret.

Mahfudz mendorong keputusan ini bisa diikuti oleh Tentara Republik Indonesia (TNI).

“Tentunya keputusan harus menyesuaikan dengan kebutuhan kerja, tetapi kalau bisa mengapa tidak? Indonesia adalah negara demokrasi,” lanjut Mahfudz.

Rikwanto menjelaskan bahwa beberapa perubahan juga dibuat untuk Polwan di Aceh.

“Meskipun Polri sebelumnya memperbolehkan Polwan Aceh untuk memakai rok panjang atau celana dengan seragam mereka, dalam SK yang baru ditentukan mereka harus memakai celana panjang dan kaos kaki warna yang menutup sampai mata kaki,” katanya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.