Jokowi Perintahkan TNI/Polri Fokus Buru DPO Militan di Poso
2017.05.16
Palu, Indonesia
Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng), Brigjen Polisi Rudy Sufahriadi mengatakan, Presiden Joko “Jokowi” Widodo memerintahkan TNI/Polri yang terlibat dalam Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tinombala untuk tetap fokus mengejar tujuh sisa militan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Kabupaten Poso.
"Saat pertemuan dengan Presiden tadi, beliau memberikan apresiasi kepada seluruh personel Satgas Tinombala dan berpesan untuk fokus mencari tujuh orang DPO yang tersisa," kata Kapolda dalam jumpa pers di Palu, Selasa, 16 Mei 2017.
Dalam pertemuan itu, lanjut Rudy, presiden menanyakan soal pasukan Satgas Operasi Tinombala yang menembak mati dua orang anggota MIT. Kapolda menjelaskan, mereka ditemukan di tengah hutan Gunung Biru, Kecamatan Poso Pesisir, sehari sebelumnya.
"Lokasi penemuan itu, bagi masyarakat umum, baru bisa dijangkau dengan berjalan kaki selama empat hari dari Desa Tamanjeka karena medannya yang berat," kata Rudy.
Atas perintah presiden itu, Kapolda mengaku, terus berusaha hingga tujuh DPO tersebut bisa tertangkap hidup atau mati.
"Karena ini perintah, harus diselesaikan," tegasnya.
Pesan Jokowi
Sebelumnya, saat membuka Kongres XIX Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Masjid Agung Darussalam Palu, Selasa pagi, Jokowi meminta seluruh elemen bangsa tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
"Marilah jaga persatuan. Habis energi kita hanya untuk mengurus dema-demo, dema -demo, dema-demo. Berhentilah, kita semua ini bersaudara," katanya.
Jokowi mengaku, terpukul dan sedih melihat beberapa elemen bangsa selalu menggelar demonstrasi. Apalagi, dalam aksi sering saling menghujat, menjelekkan, memfitnah, dan menolak perbedaan.
Dalam setiap pengamanan demo, lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta itu, negara harus mengeluarkan uang ratusan miliar.
"Coba tanya Kapolri, berapa banyak uang negara yang sudah habis hanya untuk mengerahkan pasukan. Sudah mau ratusan miliar, bayangkan itu," jelasnya.
Masyarakat Indonesia, menurut dia, memang berbeda dan beraneka ragam, tapi itulah kekuatan bangsa. Tanah air yang besar, punya 17.000 pulau, 500 lebih kabupaten/kota, 33 provinsi, 714 suku, 1.100 bahasa lokal.
"Bangsa mana seberagam kita? Ini takdir Allah SWT yang diberikan untuk dirawat dan dijaga, bukan untuk dipecah bela," ungkap mantan Walikota Solo itu.
‘Pusat radikal Islam’
Ketua Umum PMII, Aminuddin Maruf dalam sambutannya menyatakan, Palu sebagai pusat radikal Islam dan pusat gerakan menentang NKRI.
"Kami sengaja laksanakan kongres di Tanah Tadulako, bertema meneguhkan konsensus bernegara untuk Indonesia berperadaban. Katanya tanah ini pusat radikal Islam, di tanah ini pusat dari gerakan menentang NKRI,” ujar Aminuddin.
"Kami minta presiden (agar) gerakan (radikal) tidak bertumbuh di tanah air, kami tidak takut. Kita yang mendirikan republik ini, kita punya sejarah dengan ulama, konsensus Pancasila ideologi, jangan mereka yang baru paham keagamaan, sok paling benar."
Tapi pernyataannya menuai kritikan. Ketua MUI Palu Zainal Abidin, mengatakan bahwa sambutan Ketua Umum PMII sudah keliru dan perlu diklarifikasi agar tidak menimbulkan fitnah dan keresahan di masyarakat Palu.
"Tadi itu dia anggap seperti biasa, padahal dia sudah sangat keliru," kata Zainal kepada BeritaBenar.
Namun, perwakilan Persatuan Nasional Aktivis 1998 (PENA'98) Sulteng, Yahdi Basma mengaku bisa memaklumi pernyataan Aminuddin sebagai semangat anak muda yang tegas menolak radikalisme.
Komentar tersebut, katanya, bisa jadi dipengaruhi stigma kekerasan yang pernah terjadi di Poso.
"Persepsi Ketum PMII dipengaruhi persepsi publik bahwa Sulteng dikenal sebagai sarang terorisme kelompok Santoso," ujarnya.
Teridentifikasi
Sementara itu, Polda Sulteng sudah mengidentifikasi dua anggota MIT yang tewas di Poso, Senin, berdasarkan wajah mereka. Keduanya adalah Barok (38), dan Askar (30), yang merupakan anak buah almarhum Santoso alias Abu Wardah.
Menurut Rudy, Barok dan Askar adalah dua anggota MIT yang memiliki peran penting. Barok adalah ahli dalam penyerangan dan Askar ahli merakit senjata dan bom.
Keahlian mereka itu diketahui dari beberapa pengakuan anggota MIT yang ditangkap hidup beberapa waktu lalu.
Barok dan Askar adalah warga asal Bima, Nusa Tenggara Barat, yang bergabung bersama MIT awal 2012. Selain ikut berlatih bersama Santoso dan Daeng Koro alias Sabar Subagia di Gunung Biru, keduanya juga pernah mengikuti pelatihan di Bima.
Saat ini, jenazah mereka telah dievakuasi dan disemayamkan di kamar jenazah Rumah Sakit (RS) Bhayangkara di Palu. Polda akan melakukan pengambilan sample DNA untuk mencari keluarganya.