PP Kepemilikan Properti oleh Warga Asing Disambut Pro dan Kontra

Arie Firdaus
2016.01.20
Jakarta
properti-1000 Pembangunan gedung di daerah Karet, Jakarta Pusat, 13 Januari 2016.
BeritaBenar

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103 tahun 2015 yang diumumkan minggu lalu tentang kepemilikan rumah tinggal oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia disambut beragam.

Pemerintah berpandangan, aturan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hak warga asing dan meningkatkan jumlah investasi asing di Tanah Air. Namun sebagian kalangan menilai pemerintah tidak berpihak kepada masyarakat lokal kelas menengah.

Seperti disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda, keberadaan aturan yang mempermudah kepemilikan lahan dan properti untuk warga negara asing ini berpotensi mengerek naik harga properti, sehingga warga lokal kelas menengah ke bawah pun kian terjepit.

"Mereka enggak ada kesempatan (punya properti dan lahan) karena harga kian mahal," kata Ali Tranghanda kepada BeritaBenar.

"Lagipula jika aturan ini dibuat biar asing tertarik masuk ke Indonesia, saya rasa tak relevan. Kalau asing masuk, yang diperbaiki seharusnya perekonomian nasional. Kalau ekonomi sudah bagus, tak ada PP pun asing bakal datang,” tambah Ali.

Lain halnya pendapat Wakil Ketua Real Estate Indonesia (REI) Theresia Rustandi. Theresia percaya regulasi kali ini bisa menggairahkan ekonomi nasional lantaran kini ada kemudahan bagi asing untuk memiliki properti dan memakai lahan di Indonesia.

"Hak pakainya, kan, juga setara dengan HGB (hak guna bangunan). Bisa dijadikan agunan di bank," kata Theresia saat dihubungi.

"Apalagi, kali ini bisa diwariskan dan masa pakai hunian lebih panjang daripada peraturan lama (PP Nomor 41 tahun 1996)."

Hak pakai dan hak pewarisan

PP No.103/2015 tetap tidak membolehkan warga asing memiliki tanah di Indonesia. Hak pakai yang setara HGB menjadi salah satu poin baru dalam aturan ini. Poin tersebut tertuang di Pasal 2 ayat 1.

Beleid baru lainnya adalah durasi hak pakai dan pewarisan properti yang kini diperbolehkan sepanjang 30 tahun. Jika berakhir, hak pakai bisa diperpanjang 20 tahun, dan setelah berakhir selanjutnya bisa diperpanjang 30 tahun. Hal itu termaktub dalam Pasal 6 ayat 1, 2, dan 3.

Adapun menurut peraturan sebelumnya, PP No. 41/1996, hak pakai warga negara asing dibatasi lebih pendek, yaitu 25 tahun dan bisa diperpanjang 25 tahun jika masa hak pakai berakhir. Hal itu diatur di Pasal 5 ayat 1 dan 2.

Direktur Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Noor Marzuki menilai aturan baru ini sebagai kewajaran yang layak diberikan kepada warga negara asing.

"Ini semacam penghormatan karena mereka telah berkontribusi kepada Indonesia. Kalau lebih lama, mereka lebih tenang berbisnis di sini, misalnya," kata Noor Marzuki kepada BeritaBenar.

"Selain itu, aturan ini ada untuk menekan kepemilikan properti dan tanah oleh asing dengan cara yang tak benar, yang marak selama ini. Mereka, misalnya, membeli tanah dengan mengatasnamakan orang lokal --misal(nya) lewat pernikahan, tapi dokumennya mereka pegang,” papar Noor.

Ali Tranghanda sependapat dengan Noor Marzuki bahwa aturan baru ini bisa menekan kepemilikan oleh asing secara tak benar.

"Hal itu memang jamak di Bali. Saya pun sependapat kepemilikan dengan modus seperti itu bisa ditekan karena hak pakai mereka (orang asing) sekarang setara dengan warga lokal," ujar Ali lagi.

"Keberadaan PP ini bisa menertibkan. Namun tetap saja, regulasi ini menyimpan dampak buruk jika tak ada aturan yang melindungi warga lokal dari kenaikan harga tanah dan property,” papar Ali.

Zonasi kepemilikan asing

Salah satu beleid yang bisa melindungi warga lokal kelas menengah itu, kata Ali, adalah penetapan wilayah (zonasi) lahan dan properti serta batasan harga minimum yang boleh dimiliki warga negara asing.

"Berapa persen, misalnya, warga negara asing yang boleh memilikinya. Kalau di suatu wilayah semuanya orang asing, harga lahan di sekitarnya bisa-bisa terkerek naik," katanya memberikan penjelasan.

"Selain itu, saya rasa pemerintah musti serius menyiapkan bank tanah untuk menekan harga,” tambah Ali.

Bank tanah adalah praktik pembelian atau pengambilalihan tanah oleh pemerintah untuk dialokasikan bagi berbagai kepentingan, misalnya untuk membangun perumahan atau untuk ruang terbuka publik.

Namun Theresia Rustandi menilai kebijakan zonasi ini belum dibutuhkan. "Orang asing, kan, hanya membeli di kota-kota besar saja," ujar Theresia.

"Atau di wilayah yang dekat dengan pusat bisnis. Mereka tidak membeli di sembarang tempat," tutupnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.