PPATK Bekukan 26 Rekening Terindikasi Jaringan Terorisme

Kenali tetangga dan menggalakkan siskamling dinilai perlu untuk mendeteksi dini terorisme.
Zahara Tiba
2017.09.01
Jakarta
170901_ID_VEO_Financing_1000.jpg Suasana kawasan Jalan Thamrin di Jakarta Pusat setelah terjadi serangan teroris, 14 Januari 2016.
Arie Firdaus/BeritaBenar

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah membekukan 26 rekening berisikan dana lebih dari Rp2 miliar yang terindikasi membiayai kegiatan jaringan terorisme di Indonesia sejak 2015 hingga Juni 2017, namun demikian penanggulangan terorisme masih menjadi tantangan berat karena berhubungan dengan masalah ideologi.

Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa penemuan itu adalah hasil kerja sama PPATK dengan Australian Transaction Report and Analysis Center (Austrac).

“Sekarang persoalan ini sudah di depan mata. Masalahnya memberantas ideologi itu jelas susah, tantangan luar biasa kalau berhadapan dengan ideologi,” katanya, Selasa, 29 Agustus 2017.

“Kalau ideologi dimanapun juga orang bisa melakukan kegiatannya sendiri-sendiri. Makanya banyak isu self financing. Orang dengan modal tertentu kemudian membuat bom panci, meledakkan sesuatu karena ideologi.”

Menurut Dian, PPATK terus melacak dan membekukan rekening-rekening terkait pendanaan kelompok terorisme yang nilainya cukup besar.

“Tapi pendanaan kecil butuh perhatian lebih melalui koordinasi antarlembaga dan regional,” tambahnya.

Pada 11 Agustus lalu, Densus 88 Polri menangkap seorang lelaki berinisial S (39) di kawasan Perumahan Graha Raya, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, karena diduga mengumpulkan dana untuk membantu pemberangkatan orang-orang yang hendak ke Suriah dan Marawi di Filipina Selatan.

Narkoba dan dana terorisme

Anggota Komisi I DPR RI, Martin Hutabarat mengatakan, Indonesia serius memberantas soal pendanaan terorisme dengan memonitor serta memblokir rekening-rekening mencurigakan melalui kerjasama BNPT, Polri, dan PPATK.

“Pendanaan teroris yang perlu diwaspadai sekarang adalah melalui penjualan narkoba, perampokan-perampokan dan usaha pengumpulan langsung melalui internet dengan dalih sumbangan sosial atau penjualan barang-barang tertentu,” ujar Martin kepada BeritaBenar, Kamis, 31 Agustus 2017, tanpa merinci lebih lanjut.

Kejahatan narkoba untuk dana terorisme juga pernah disampaikan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto.

"Karena kejahatan narkotika global tidak hanya bermotif bisnis dan keuntungan ekonomi. Sekarang telah berkembang untuk membiayai kejahatan teroris," katanya seperti dilansir laman Detik.com, 13 Juli lalu.

Al Chaidar, pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Provinsi Aceh, mengatakan, apa yang selama ini sudah dilakukan PPATK bersama kepolisian sudah bagus.

“Saya lihat kelompok-kelompok teroris itu akhirnya kesulitan untuk mentransfer keuangan mereka. Sekarang mereka lebih mencarikan pendanaan melalui narkotika, ajakan, kemudian robbery,” katanya saat dihubungi BeritaBenar, Kamis.

Narcoterrorism, piracy atau maritime terrorism, juga cyber terrorism. Hal-hal seperti itu akhirnya membuat mereka menggabungkan beberapa kriminal biasa dan terorisme.”

Al Chaidar juga menyepakati kuatnya faktor ideologi dalam memobilisasi pendanaan terorisme.

“Kemampuan ideologi itu untuk mengumpulkan sedekah, infak dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu tak bisa dipantau oleh negara,” paparnya.

Menggalakkan siskamling

Dian menilai apa yang terjadi di kawasan Marawi sebagai dampak terlambatnya pemerintah setempat mendeteksi kelompok-kelompok kecil.

“Tiba-tiba ada wilayah diduduki sekelompok orang yang kemudian menyatakan allegiance ke ISIS (kelompok Negara Islam Irak dan Suriah). Harus ada pencegahan dengan cara know your neighbour principle,” ujar Dian.

Sebenarnya, lanjut Dian, konsep tersebut sudah diimplementasikan masyarakat Indonesia sejak zaman dulu lewat sistem siskamling dan masih relevan hingga kini.

“Sekarang, kita harus sensitif terhadap tetangga. Kalau ada yang aneh, harus tahu gejalanya. Prinsip-prinsip sederhana itu diangkat supaya orang peduli terhadap lingkungan,” katanya.

“Karena itu yang saya bilang melawan ideologi itu tidak mudah. Gagasan pemerintah untuk melakukan deradikalisasi memang sangat penting.”

Daftar Hitam FATF

Kepala PPATK, Kiagus Ahmad Badaruddin, menyebutkan Indonesia pernah dua kali masuk daftar hitam Financial Action Task Force (FATF) yakni dari 2001 ke 2005 sebagai negara tidak patuh, kemudian tahun 2010 – 2015 sebagai negara yang berada di public statement.

“Saat itu, kita dianggap masih belum mampu dari sudut peraturan maupun organisasi dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pencegahan dan pemberantasan terorisme,” jelasnya.

Kemudian, tambahnya, Indonesia dikeluarkan dari daftar hitam karena berhasil membangun infrastruktur hukum.

“Semula kita tidak mempunyai UU tentang tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana terorisme. Sekarang kita punya,” ujarnya.

Wiranto mengatakan, Indonesia siap menjadi anggota FATF dengan melakukan penyesuaian kebijakan dan efektivitas pelaksanaannya sesuai rekomendasi lembaga itu.

“Keanggotaan Indonesia di FATF sangat penting bagi perekonomian, terutama tentu dalam konteks engagement dengan dunia internasional,” jelas Wiranto dalam jumpa pers di kantor PPATK, Selasa lalu.

Pentingnya keanggotaan Indonesia di FATF juga disepakati Al Chaidar.

“Indonesia bisa memperoleh catatan data transmisi keuangan di tingkat regional dan global. Itu penting untuk mengantisipasi terorisme. Terorisme sudah transnasional. Tidak ada lagi lokal, tidak ada lagi batasan,” pungkasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.