Protes Penindasan Muslim Uighur, Ribuan Berdemo di Sejumlah Daerah
2018.12.21
Jakarta

Ribuan massa melakukan demonstrasi di sejumlah daerah, Jumat, 21 Desember 2018, memprotes dugaan penindasan terhadap warga Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang oleh Pemerintah China.
Di Jakarta, seribuan orang dari berbagai organisasi Islam menggelar unjuk rasa di depan Kedutaan Besar (Kedubes) China untuk mengutuk tindakan negara Tirai Bambu itu, yang dilaporkan mengirim sekitar sejuta warga Uighur di kamp-kamp pelatihan.
Unjuk rasa bertajuk “Aksi Bela Uighur” yang dimulai usai salat Jumat sekitar pukul 13.30 hingga pukul 17.30 WIB, mengusung berbagai spanduk dan poster berisi desakan agar China menghentikan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap warga Uighur.
“Hentikan kekerasan dan penindasan terhadap warga Uighur. Usir komunis dari Indonesia,” teriak para pengunjuk rasa.
Saat aksi berlangsung, Kedubes China sepi dan tertutup rapat. Kawat berduri dipasang petugas kepolisian di sepanjang trotoar depan kedutaan.
Sejumlah kendaraan taktis polisi dan 800 pasukan yang terdiri dari polisi, TNI dan polisi pamong praja dikerahkan untuk mengamankan jalannya aksi unjuk rasa.
"Kami mengutuk keras atas penindasan terhadap Muslim Uighur,” kata salah seorang orator, Yusuf Muhammad Martak, y ang juga adalah Ketua Umum Gerakan Nasional Pembela Fatwa Ulama (GNPFU) itu.
Novel Bamukmin, tokoh Front Pembela Islam (FPI) dalam orasinya meminta peserta aksi untuk memboikot produk-produk China.
Ia menyatakan kekesalannya karena tak ada perwakilan Kedubes China yang menerima kehadiran perwakilan peserta aksi.
“Kalau mereka ganggu saudara kita, maka kita tidak mau Dubesnya. Semua China kita akan usir dari Indonesia,” ujarnya.
Sesalkan sikap pemerintah
Sejumlah peserta aksi menyatakan kekecewaannya kepada pemerintah yang dinilai tak bersikap tegas dan melakukan langkah diplomatik untuk menghentikan kekerasan atas Muslim Uighur.
Ridwan Abu Ridho, seorang peserta aksi menyangkan tidak adanya respon dari Presiden Joko “Jokowi” Widodo atas nasib warga Uighur, padahal Indonesia negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia.
“Tidak ada satu kata pun dari Jokowi untuk kebebasan saudara-saudara kami di Uighur. Kami sudah tak bisa menerima presiden berdiam diri seperti itu melihat kaum muslimin diperlakukan seperti itu,” ujarnya kepada BeritaBenar.
Ridwan mengaku datang dari Nusa Tenggara Barat untuk bergabung bersama peserta aksi bersama enam rekannya.
Tetraswari, seorang ibu rumah tangga asal Bekasi, Jawa Barat, mengaku mendapatkan informasi mengenai penindasan warga Uighur dari berbagai media.
“Kenapa selalu yang dicap ekstrimis adalah Muslim. Dari laporan-laporan media mereka telah melakukan genosida, bahkan mereka diminta untuk tidak mengakui Allah sebagai Tuhan,” katanya.
“Pemerintah harus tegas menyatakan bahwa Indonesia tak bisa terima ini. Kalau seperti ini sebenarnya bukan intervensi urusan negara lain, tetapi mengintervensi kemanusiaan yang dilukai.”
Sehari sebelumnya Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan pihaknya telah bertemu dengan Wakil Dubes China untuk menyampaikan keprihatinan Indonesia terhadap etnis Uighur.
"Kami tegaskan sesuai dengan Deklarasi Universal HAM PBB,” ujar Arrmanatha.
Menanggapi reaksi masyarakat, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta masyarakat Indonesia melihat isu Uighur secara komprehensif dari dua sisi; dugaan perlakuan diskriminatif pemerintah China atas suku minoritas tersebut dan kemungkinan radikalisme.
"Bisa juga radikalisme. Dalam penyelesaian konflik di Poso, ada enam (Uighur) yang ikut ke sana. Empat ditahan sekarang," ujar Kalla, mencontohkan sejumlah etnis Uighur yang terbukti membantu kelompok militan Mujahidin Indonesia Timur di Poso, Sulawesi Tengah.
Di daerah lain
Aksi dukungan terhadap Muslim Uighur juga dilakukan warga sejumlah daerah seperti di Banda Aceh; Medan, Solo, Padang,dan Makassar.
Sekitar seribu umat Islam di Padang, menggelar aksi yang diawali dengan berjalan kaki sekitar 5 kilometer dari Masjid Nurul Iman menuju Kantor Gubernur dan Gedung DPRD Sumatera Barat (Sumbar).
"Bila segala upaya diplomatik tidak membuahkan hasil, maka duta besar RRT tidak layak ada di negeri beradab ini," ujar Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Sumbar, Urwatul Wusqa.
"Kita tidak benci (etnis) China-nya karena negeri China adalah negeri Allah. Yang kami kutuk adalah perilaku mereka terhadap saudara-saudara kita seiman dan seakidah," kata Ketua Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) Sumbar, Erwin.
Selain berorasi, berbagai ormas Muslim yang berkumpul di Kantor Gubernur Sumbar juga mengumpulkan donasi untuk disumbangkan kepada Muslim Uighur.
Di Banda Aceh, aksi yang diikuti ratusan warga di halaman Masjid Raya Baiturrahman, diisi dengan ceramah dan doa bersama.
Warga dan sejumlah tokoh mendesak Pemerintah Aceh untuk mengirim bantuan pada Muslim Uighur.
Aksi bela Uighur di Medan, diikuti seribuan warga dilakukan di depan Konsulat Jenderal (Konjen) China di Medan.
Laporan media setempat menyebutkan peserta membawa sejumlah poster dan spanduk yang menentang aksi persekusi warga Uighur oleh Pemerintah China.
Di Solo, seribuan massa menggelar konvoi bendera tauhid, yang kemudian berkumpul dan berorasi di bundaran Gladak.
M.Sulthan Azzam di Padang, Sumatera Barat, turut berkontribusi dalam artikel ini.