Presiden Timor Leste tak marah pada Kissinger soal invasi Indonesia
2023.12.01
Jakarta
Presiden Timor Leste Jose Ramos-Horta mengatakan pada Jumat (1/12) bahwa dia tidak marah pada Henry Kissinger, mantan menteri luar negeri AS yang meninggal pada pekan ini di usia 100 tahun.
Kissinger adalah tokoh kunci dalam invasi Timor Leste oleh Indonesia pada 1975, yang berujung pada kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia. Ia menjabat sebagai menteri luar negeri dari 1973 hingga 1977 di bawah Presiden Richard Nixon dan Gerald Ford, dan dikenal karena menyetujui intervensi militer Indonesia di bekas koloni Portugal, yang kini menjadi negara merdeka.
"Dari perspektif sempit Timor Leste, saya tentu tidak bisa memiliki kenangan terbaik tentang Pak Kissinger," kata Ramos-Horta kepada BenarNews pada Jumat.
"Ia adalah arsitek diplomasi Perang Dingin AS, yang tidak hanya mendukung rezim diktator Suharto, tetapi juga rezim-rezim diktator lain di seluruh dunia, termasuk di Amerika Latin, kasus paling terkenal adalah di Chile."
Namun Ramos-Horta mengatakan ia tidak menyimpan dendam terhadap Kissinger, yang pernah ia temui dua atau tiga kali. Ia mengatakan Kissinger menyesali kebijakan-kebijakan pada saat itu, dan bahwa ia bisa memahami paranoia AS selama era Perang Dingin.
"Paranoia tentang efek domino dari kemenangan pemberontakan komunis di Indocina, dengan kemungkinan pengaruhnya di Timor Leste yang merdeka pada saat itu. Saya bisa mengerti semua itu," katanya.
"Saya tidak pernah memintanya minta maaf ketika kami bertemu. Ia sangat bersikap sopan kepada saya, ketika kami bertemu lebih dari 20 tahun lalu. Semoga jiwanya damai."
Menurut arsip pemerintah AS, Kissinger mengirim telegram pada Februari 1975 ke kedutaan besar AS di Jakarta dan negara-negara tetangga, menyatakan kekhawatiran tentang kemungkinan rencana Indonesia untuk mengambil alih Timor Leste dengan paksa pada akhir tahun itu.
Kissinger mengatakan AS siap menerima hasil apapun yang diinginkan rakyat untuk masa depan Timor Leste dan mengatakan tindakan apapun oleh Indonesia untuk merebut Timor Leste dengan kekerasan akan menimbulkan "masalah serius bagi kami" dan meminta saran tentang cara meyakinkan Jakarta untuk tidak mengambil langkah ini.
Namun, sebuah memorandum bertanggal 9 Desember 1975 dari staf Dewan Keamanan Nasional AS kepada penasihat keamanan nasional Presiden Ford melaporkan bahwa "intervensi Indonesia di Timor menarik perhatian semakin banyak dari PBB dan media" dan mendesak agar AS "tidak terlibat".
Ini mengacu pada pertemuan pada 6 Desember di Jakarta antara Kissinger, Presiden Ford, Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik dan Presiden Suharto.
Pada Juli 1976, Timor Leste diintegrasikan ke Indonesia sebagai provinsi baru. Namun, di bawah Presiden B.J. Habibie, Indonesia mengadakan referendum pada 1999 yang mengarah pada provinsi tersebut menjadi negara berdaulat.
Virgílio da Silva Guterres, Ombudsman Timor Leste untuk Hak Asasi Manusia dan Keadilan, tidak selunak Ramos-Horta.
"Ia [Kissinger] akan dikenang seperti kami mengenang Suharto dan rezim pembunuhnya," kata Guterres kepada BenarNews.
Ia juga mengatakan Kissinger mewakili kemunafikan AS dan negara-negara Barat.
"Kissinger melambangkan wajah standar ganda AS dan Barat tentang isu-isu hak asasi manusia global," katanya. "Sedih melihatnya mati tanpa ia bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakannya yang tidak manusiawi."
Kementerian Luar Negeri Indonesia menyampaikan belasungkawa atas kematian Kissinger.
"Namanya tidak asing dalam sejarah kebijakan luar negeri Indonesia, karena ia terlibat dalam banyak peristiwa penting di Indonesia," kata juru bicara kementerian Lalu Muhammad Iqbal kepada BenarNews.
“Tidak sepenuhnya salah”
Andreas Harsono, peneliti di Human Rights Watch di Indonesia, mengatakan Kissinger dan AS tidak sepenuhnya bersalah atas invasi Timor Leste, meskipun Washington memberi lampu hijau.
"Menurut biografi Benny Moerdani, Indonesia sebenarnya sudah membuat persiapan dan infiltrasi sebelum invasi. Menyalahkan dia dan AS sepenuhnya atas invasi juga tidak adil karena serangan sudah disiapkan," katanya kepada BenarNews, merujuk pada mantan Panglima ABRI saat itu.
Usman Hamid, direktur eksekutif Amnesty International Indonesia, mengatakan Kissinger dikenal karena mendukung rezim Orde Baru Suharto.
Ia mengatakan beberapa referensi mengungkapkan bahwa Kissinger dan pemerintah AS pada saat itu mengetahui dan memiliki peran dalam memberikan dukungan politik dan militer kepada pemerintah Indonesia yang memungkinkan invasi Timor Leste terjadi.
"Namun, perdebatan tentang sejauh mana Kissinger atau pemerintah AS bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia dalam konteks ini terus berlanjut," katanya.
Tria Dianti dan Arie Firdaus berkontribusi dalam laporan ini.