Proyek Reklamasi Pulau G Teluk Jakarta Dihentikan
2016.07.01
Jakarta
Setelah dua bulan evaluasi, proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta diputuskan untuk dihentikan secara permanen, demikian keputusan tim gabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan serta Pemerintah Daerah DKI Jakarta, pada Kamis, 30 Juni 2016.
Sebelumnya majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, 31 Mei lalu, juga memenangkan gugatan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) atas Pemda DKI Jakarta terkait izin reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta. Hakim meminta Pemda DKI mencabut izin reklamasi kepada PT Muara Wisesa Samudera – anak usaha PT Agung Podomoro Land Tbk.
"Reklamasi adalah hal yang biasa di seluruh dunia. Tapi kalau dilaksanakan ugal-ugalan dan motifnya hanya mencari keuntungan, itu bisa merugikan bangsa dan negara serta masyarakat, khususnya nelayan,” jelas Menteri Kordinator Kemaritiman, Rizal Ramli, yang memimpin tim gabungan.
"Hasil evaluasinya, memutuskan reklamasi Pulau G dihentikan selamanya," tegas Rizal, seraya menyebut terjadi pelanggaran berat karena pulau dibangun di atas kabel listrik PLN, selain juga mengganggu lingkungan hidup dan lalu lintas laut.
Untuk pembangunan yang sudah terlanjur di pulau G, kata Rizal, sudah menjadi risiko pengembang. "Untuk pembangunan yang sudah terjadi, bisa saja negara mengambil alih lahan untuk reboisasi dan konservasi agar tetap mempertahankan lahan itu," ujarnya.
Pulau lain yang sudah dievaluasi adalah Pulau C, D dan N. Tapi pembangunan pada tiga pulau buatan itu masuk dalam kategori pelanggaran sedang dan ringan.
"Untuk Pulau C dan D masih kooperatif. Ketika kita minta untuk membongkar karena mengganggu lalu lintas laut masih mau. Kalau ada kabel-kabel bawah laut jangan main terabas saja. Begitu juga Pulau N, pelanggaran administrasi saja," ujar Rizal.
Tanggapan Ahok
Menanggapi keputusan itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang biasa dipanggil Ahok, merasa keberatan karena ada banyak kerugian ekonomi.
"Pengusaha juga keyakinan (untuk) investasi mundur," katanya seperti dikutip dari Tempo.co.
Menurutnya, Pemerintah DKI Jakarta mengacu pada keputusan presiden terkait proyek reklamasi Teluk Jakarta dan akan ikut jika hal itu direvisi. "Ya kita ikut dong, masa lawan presiden," katanya.
Ahok menilai bahwa alasan Rizal bisa menyebabkan segala sesuatunya menjadi kacau. "Padahal dulu sudah dipelajari," ujarnya.
Menurut Ahok, kabel-kabel sudah pernah dipindahkan dan ia mengaku telah mendapat persetujuan dari PLN. Kerusakan lingkungan, kata dia, paling banyak karena Pulau C dan D.
"Kalau alasan lingkungan, kenapa pulau KBN (Kawasan Berikat Nusantara) enggak pernah ribut? Pulau C dan D lebih parah merusak lingkungan, pulau G malah lebih rapi," pungkas Ahok.
Senior General Manager PT Agung Podomoro Land, Alvin Andronicus, terkejut dengan keputusan pemerintah yang menghentikan proyek reklamasi Pulau G secara permanen. "Ini buat kaget. Luar biasa," ujarnya seperti dikutip Tempo.co.
"Kami sangat dirugikan ratusan miliar," katanya dan mengaku belum tahu langkah yang akan diambil perusahaan.
Diapresiasi
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menyatakan keputusan pemerintah patut diapresiasi walau masih ada beberapa catatan perlu ditanggapi secara kritis.
“Kami menilai keputusan tersebut belum menyelesaikan akar masalah,” ujar Ketua Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Martin Hadiwinata, dalam siaran pers yang diterima BeritaBenar, Jumat, 1 Juli 2016.
“Yang kemudian timbul akibat proyek reklamasi khususnya persoalan sosial dan ekologis yang berdampak kepada nelayan tradisional di sepanjang 72 km pesisir Teluk Jakarta,” lanjutnya.
Pihaknya berharap pemerintah melakukan penegakan hukum secara tegas terhadap pelaksana reklamasi.
“Pemerintah harus melakukan legal review terhadap regulasi yang mengatur reklamasi supaya pelaksanaannya tidak mengganggu hak-hak masyarakat dan nelayan,” tegasnya.
Dia juga menekankan bahwa perlunya melindungi lingkungan dan memberikan batasan tujuan yang jelas hanya untuk kepentingan publik, bukan komersial.
Direktur Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim, Muhammad Karim, pada 8 Mei lalu menyatakan kerugian ekosistem khas laut dangkal jika reklamasi Teluk Jakarta tak dihentikan bisa mencapai Rp92,57 triliun per tahun.
Pulau G adalah salah satu dari 8 pulau yang sudah mulai dikonstruksi dari total 17 pulau yang direncanakan dibangun dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta untuk pembangunan perumahan mewah dan sarana komersial.
Proyek reklamasi ini pertama kali diajukan oleh pemda DKI pada tahun 1995 sebagai salah satu cara untuk menambah lahan ibukota dan telah disetujui oleh Presiden Soeharto yang berkuasa saat itu, seperti dikutip dari laman asia.nikkei.com. Namun proyek tersebut belum bisa diwujudkan karena mendapat tantangan dari aktivis lingkungan dan kementerian terkait karena dianggap merusak lingkungan.
Para pengembang kembali mendapatkan semangat untuk menjalankan proyek ini ketika Ahok memperlihatkan dukungannya terhadap proyek yang dikatakannya tidak hanya menjawab tantangan akan kurangnya lahan namun juga bisa mengatasi masalah tenggelamnya lahan dan polusi air di wilayah yang akan direklamasi.
“Malahan ada analisa, kalau dunia 40 tahun ke depan tidak mau melakukan reklamasi akan kelaparan. Karena penduduk bertambah banyak, lahan tidak cukup…,” demikian kata Ahok di Balai Kota Jakarta, April lalu, di depan para wartawan.