Kisah Relawan Penjaga Perlintasan Kereta Api

Apa yang dilakukan Supenan dan para penjaga perlintasan kereta api lainnya mengundang simpati para pengguna jalan.
Yovinus Guntur
2016.09.29
Surabaya
160929_ID_TrainCrossing_1000.jpg Surip sedang menjaga perlintasan ketika kereta api melintas di Gubeng Jaya, Surabaya, Jawa Timur, 26 September 2016.
Yovinus Guntur/BeritaBenar

Supenan (67) beranjak dari duduknya dan langsung mengenakan rompi warna kuning. Sejurus kemudian, ia membawa rotan kecil di tangan kanannya dan membunyikan sirene sebagai tanda kalau ada kereta api yang keluar dari stasiun Surabaya Gubeng.

Sebelum kereta melaju lebih jauh, Supenan memastikan tidak ada pengguna jalan menerobos perlintasan kereta api.

“Fungsi sirene sebagai tanda kalau ada kereta lewat. Rotan ini adalah senjata bagi pengguna jalan yang bandel,” ujarnya sembari tersenyum.

Supenan sudah 10 tahun menjaga perlintasan kereta api liar yang terletak sekitar 1 kilometer dari stasiun Surabaya Gubeng.

“Saya memutuskan menjaga perlintasan setelah melihat kecelakaan antara pengendara sepeda motor dan kereta api,” tutur kakek dua cucu ini saat ditemui BeritaBenar, Senin, 26 September 2016.

Perlintasan liar yang dijaganya adalah salah satu dari seratus perlintasan liar di wilayah Daerah Operasi (Daop) kereta api Surabaya.

Setiap tahun, perlintasan liar terus meningkat seiring munculnya pemukiman baru di sekitar rel kereta api.

Manajer Humas PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop Surabaya, Gatut Suyiatmoko,  mengatakan di wilayahnya ada 637 perlintasan kereta api, terdiri dari 171 perlintasan terjaga dan 366 tidak terjaga, serta 100 perlintasan liar tersebut.

Karena keterbatasan sumber daya, PT KAI tidak punya petugas untuk menjaga perlintasan liar itu.

Dapatkan upah

Awalnya, Supenan menjaga perlintasan ini sendiri. Ia “bertugas” mulai pagi hingga malam hari. Selama itu pula, ia tak mendapatkan upah dari siapapun, tapi hanya mengandalkan sumbangan sukarela dari pengguna jalan yang melintas.

Setelah enam tahun “bertugas”, Supenan akhirnya mendapat upah sebesar Rp400 ribu/bulan. Upah yang diambilkan dari iuran warga mulai dinikmatinya sejak 2012.

Supenan juga mendapat tambahan “amunisi” baru, yakni Lukman (47) dan Surip (62). Keduanya masuk ke dalam tim Supenan sejak tiga tahun lalu.

Mereka membagi tugas dalam dua shift. Pertama, sejak 05:00 hingga 15:00 WIB dan shift kedua 15:00 – 23:30 WIB. Perlintasan kereta ditutup 23:30 hingga 05:00 WIB.

Selain upah, ketiganya masih mendapat rezeki dari pengguna jalan yang memberi sumbangan melalui kotak sukarela yang diletakkan dekat posko.

Dalam sebulan, sumbangan sukarela yang diperoleh tidak menentu. Kadang bisa mencapai Rp2 juta, namun pernah juga Rp800 ribu. Hasilnya, mereka bagi tiga.

“Alhamdulilah, setiap harinya selalu saja ada pengguna jalan yang berbaik hati,” ungkap Supenan.

Lukman bersyukur bisa bekerja menjaga perlintasan kereta api. Meski mendapatkan upah tidak besar, hasilnya bisa digunakan untuk menghidupi istri dan seorang anaknya.

Lukman bekerja sebagai penjaga perlintasan setelah menderita stroke ringan yang membuat tangan kanannya tidak bisa berfungsi dengan baik.

“Saya tidak bekerja setelah diberhentikan dari tempat kerja akibat stroke,” terangnya.

Surip juga mengaku senang bisa bekerja menjaga perlintasan kereta api. Ia selalu bersemangat karena pengguna jalan cukup menghormati mereka.

Supenan (kanan) dan Lukman bersantai di Posko Perlintasan Kereta di Gubeng Jaya, Surabaya, 26 September 2016. (Yovinus Guntur/BeritaBenar)

Menuai simpati

Apa yang dilakukan Supenan dan penjaga perlintasan liar lainnya  mengundang simpati pengguna jalan.

Slamet, seorang warga Dharmawangsa Surabaya, selalu menyisihkan uang untuk dimasukkan ke dalam kotak sukarela.

“Saya membantu sekadarnya, karena mereka bekerja menyelamatkan nyawa pengguna jalan. Bisa dibayangkan, jika perlintasan tidak ada Pak Supenan dan rekannya,” ujar karyawan sebuah hotel ini.

Pendapat senada dikatakan Ima, mahasiswi yang tinggal di Gubeng Jaya. Setiap kali melewati perlintasan kereta, ia menyisihkan rupiahnya untuk Supenan dan timnya.

“Setiap lihat Pak Supenan, saya selalu teringat orang tua di desa. Saya salut dan terharu melihat apa yang dilakukan Pak Supenan,” tutur mahasiswi asal Madiun ini.

Perlintasan tak terjaga

Gatut Suyiatmoko mengatakan pihaknya siap memberikan pelatihan dan diklat tentang perlintasan kereta api pada relawan seperti Supenan.

“Para penjaga resmi memiliki sertifikat dari Dirjen Perkeretapian Kementerian Perhubungan. Jika dibutuhkan, kami siap memberikan pengarahan dan diklat terkait dengan teknis pelayanan perlintasan kereta api kepada para penjaga ini,” terang Gatut.

Menurut UU Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretapian, kewenangan dan tanggung jawab perlintasan ada di Pemerintah Daerah. Aturan ini sering tidak dipahami masyarakat sehingga PT KAI dianggap sebagai pihak bertanggung jawab jika terjadi kecelakaan di perlintasan kereta api.

Kepala Seksi Kereta Api Dinas Perhubungan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Jawa Timur, Luhur Pribadi sudah mengusulkan kepada Dinas Perhubungan di kabupaten/kota agar perlintasan liar  ditutup atau memasang rambu peringatan.

Di Jawa Timur saat ini ada 1.465 perlintasan kereta api sebidang yang 1.068 di antaranya belum memiliki palang pintu. Jumlah ini gabungan dari Daop Madiun, Daop Surabaya, dan Daop Jember.

Selama kurun 2011-2015, terjadi 195 kecelakaan yang melibatkan kereta api di Jawa Timur. Tercatat 132 kejadian terjadi di perlintasan sebidang, dengan jumlah korban 189 orang dengan rincian 110 tewas, 46 luka berat, dan 33 luka ringan.

Di Surabaya, terdapat sekitar 30-an orang yang menjadi relawan seperti Supenan dan kedua rekannya. Mereka rela bekerja, tanpa pamrih dari pemerintah.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.