Aceh Menyiapkan Revisi Qanun Jinayat, dan Hukuman Lebih Berat Pelanggar Syaria
2015.04.28
Polisi syariah atau Wilayatul Hisbah (WH) Aceh mensosialisasikan revisi perluasan Qanun Jinayat yang akan diberlakukan, awal Oktober 2015.
“Kami mencetak 8.000 brosur berisikan ringkasan ancaman hukuman dalam Qanun Jinayat agar mudah dipahami masyarakat. Awal bulan Mei, akan kami distribusikan sehingga saat diimplementasikan, warga tidak kaget,” kata Kepala Seksi Penegakan dan Pelanggaran WH Aceh, Samsuddin, kepada BeritaBenar di Banda Aceh.
Qanun Jinayat merupakan penyempurnaan empat peraturan Syariat Islam di Aceh, yang berlaku sejak tahun 2001, tentang syiar Islam, minum minuman beralkohol, perjudian, dan khalwat (berduan di tempat tertutup, pasangan non-muhrim, atau belum menikah).
Peraturan aturan yang baru menambahkan beberapa aturan hukuman termasuk 10 sampai 200 kali cambuk di depan umum, dibandingkan dengan tiga sampai 40 kali cambuk di bawah hukum yang sebelumnya.
Perilaku yang dihukum di bawah peraturan baru termasuk perzinahan, pemerkosaan, pelecehan seksual, homoseksual, dan menuduh orang lain berbuat zina.
Qanun Jinayat yang akan dilaksanakan bulan Oktober 2015 disahkan oleh Dewan Perwakilan Raykat Aceh (DPRA) padaSeptember 2014, dengan tujuan melaksanakan Syariat Islam secara kaffah (menyeluruh).
Al Yasa’ Abubakar, anggota ahli DPRA terlibat dalam pembahasan qanun itu menyatakan tujuan pemberlakuan setahun usai disahkan adalah untuk sosialisasi sambil menyiapkan aparatur penegak hukum yang profesional.
“Ketika diimplementasikan, harapannya tidak ada lagi masyarakat Aceh yang melanggar Syariat Islam,” kata Al Yasa’, profesor Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh.
Non-Muslim dijerat
Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan hukum Syaria.Penerapan hukum Syaria merupakan salah satu persetujuan antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ditandatangani di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 200.
Perjanjian ini untuk mengakhiri konflik di Aceh yang menewaskan setidaknya 25.000 orang, sebagian besar warga sipil.
Qanun Jinayat mengatur sepuluh tindak pidana yang diproses di Mahkamah Syari’yah, dengan ancaman hukuman cambuk. Kasus pidana lain yang tidak diatur dalam Qanun Jinayat, proses hukumnya di Pengadilan Negeri menggunakan KUHP (Undang-undang warisan Belanda) seperti yang berlaku di daerah lain.
Qanun Jinayat juga menjerat non-muslim yang melanggar hukum Syariat bersama Muslim. Non Muslim dapat memilih diadili melalui Qanun Jinayat di Mahkamah Syariah atau Pengadilan Negeri dengan aturan KUHP.
Tetapi, jika pelanggaran pidana tidak diatur dalam KUHP atau ketentuan pidana lain di Indonesia, pelaku non-Muslim tetap diproses hukum dengan Qanun Jinayat.
Razia
Baru-baru ini, petugas WH Aceh mengintensifkan razia pakaian sambil mensosialisasikan Qanun Jinayat.
Setiap sepeda motor yang dikendarai perempuan berpakaian ketat atau pria bercelana pendek dihentikan. Nama pengendara sepeda motor yang terjaring dicatat. Mereka dinasihati dan diminta berjanji tidak lagi memakai pakaian ketat. Setelah itu mereka diperbolehkan melanjutkan perjalanan.
“Kenapa hanya merazia pakaian di jalan karena banyak orang berpakaian ketat saat berada di pantai, tapi tak dirazia. Di dalam mobil juga banyak perempuan berpakaian ketat dan tak memakai jilbab tapi tidak dirazia,” protes Rahmah, seorang mahasiswi 19 tahun yang pernah beberapa kali terjaring razia polisi WH karena memakai celana jeans.
Menurut Samsuddin, dalam dua bulan terakhir, petugas WH Aceh telah melakukan delapan kali razia. Selain itu polisi syariah di 23 kabupaten dan kota juga menggelar razia.
Pihaknya tidak bisa merazia perempuan berpakaian ketat dalam mobil karena itu tidak termasuk area publik. Sedangkan, tempat-tempat wisata, terutama pantai, polisi WH rutin berpatroli, jelasnya.
Direktur Eksekutif Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad, menyatakan, polisi Syariah belum menemukan pola melakukan razia.
Zulfikar menyarankan agar polisi WH mengubah pendekatan dengan memfokuskan pembinaan melalui pendidikan Islam di desa-desa.
“Jika pendekatan melalui pendidikan terus menerus dilakukan, saya yakin suatu saat perilaku masyarakat akan berubah dengan sendiri dan WH tak perlu merazia di jalan seperti sekarang,” katanya.