Rizieq Kecam 'Diskriminasi Hukum' dalam Kasus Pelanggaran Prokes Covid-19

Tidak mau disidang online, pimpinan organisasi terlarang FPI itu muncul di persidangan tatap muka dan menolak semua dakwaan.
Ronna Nirmala
2021.03.26
Jakarta
Rizieq Kecam 'Diskriminasi Hukum' dalam Kasus Pelanggaran Prokes Covid-19 Muhammad Rizieq Shihab membacakan eksepsi pribadinya di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat, 26 Maret 2021.
Tim Kuasa Hukum Rizieq Shihab

Mantan Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab pada Jumat (26/3) mengecam apa yang dia sebut sebagai diskriminasi hukum dalam eksepsinya atas dakwaan penghasutan untuk melakukan kerumunan di tengah Pandemi COVID-19, dalam sidang Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Rizieq mengatakan banyak kasus pelanggaran protokol kesehatan COVID-19 lain yang tidak berakhir di meja hijau, termasuk kerumunan yang terjadi dalam kunjungan Presiden Joko “Jokowi” Widodo ketika dia datang ke Nusa Tenggara Timur bulan lalu. 

“Ini paling fenomenal. Pada tanggal 23 Februari 2021, Presiden Jokowi menggelar kerumunan ribuan massa tanpa prokes, bahkan lempar bingkisan yang sudah direncanakan dan disiapkan sebelumnya di Maumere, Nusa Tenggara Timur,” kata Rizieq membaca nota keberatan setebal 55 halaman yang dipersiapkan tim pembelanya, yang salinannya diterima BenarNews dari kuasa hukumnya. 

Pengadilan mengabulkan permintaan Rizieq untuk menggelar sidang dengan dengan acara pembacaan eksepsi atau nota keberatan secara langsung, setelah dia mengeluhkan koneksi internet yang buruk dalam persidangan-persidangan sebelumnya yang digelar secara daring. 

Kendati demikian, pengadilan memberlakukan pembatasan ketat dengan hanya mengizinkan sebagian dari tim kuasa hukum Rizieq masuk ke dalam ruang sidang. 

Dalam sidang yang juga tertutup bagi jurnalis—dan tidak disiarkan melalui YouTube, Rizieq mempertanyakan keadilan hukum bagi pihak lain yang dianggap melanggar protokol kesehatan, termasuk di antaranya kampanye putra dan menantu Presiden Joko “Jokowi” Widodo; Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution selama Pilkada 2020, hingga Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat versi Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko di Sumatra Utara, awal Maret. 

Dalam eksepsinya, Rizieq mempertanyakan mengapa kejaksaan dan kepolisian begitu semangat mempidanakan dia dalam kasus kerumunan di Petamburan yang bertepatan dengan perayaan Maulid Nabi dan pernikahan putrinya.  

Selain itu, Rizieq menyatakan panitia Maulid telah mengaku salah dan memohon maaf secara terbuka kepada masyarakat. Rizieq juga telah membayar denda Rp50 juta dan sepakat untuk membatalkan rencana kunjungannya keliling Nusantara hingga pandemi COVID-19 berakhir. 

“Proses hukum terhadap peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Petamburan adalah bentuk diskriminasi hukum yang dilarang oleh konstitusi,” katanya. 

Rizieq menghadapi lima dakwaan sekaligus; penghasutan dan kerumunan di Petamburan saat pesta pernikahan putrinya, kerumunan acara pembukaan pesantren di Megamendung, Bogor, karantina kesehatan, tudingan menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah, dan kepengurusan ormas.

Rizieq terancam hukuman maksimal 6 tahun penjara jika terbukti bersalah. 

Jaksa menilai, sebagai tokoh berpengaruh dan dihormati, Rizieq semestinya mampu menjadi contoh baik dengan mengimbau masyarakat untuk menjauhi kerumunan. 

Rizieq menolak seluruh dakwaan dan meminta Majelis Hakim menghentikan persidangan dalam putusan sela.

“Menghentikan proses hukum yang zalim terhadap saya dan kawan kawan, serta membebaskan kami tanpa syarat demi terpenuhi rasa keadilan sekaligus menyelamatkan tatanan hukum dan sendi keadilan di Tanah Air yang sedang dirongrong oleh kekuatan jahat anti-agama dan anti-Pancasila serta membahayakan keutuhan persatuan dan kesatuan NKRI,” kata Rizieq. 

Kesempatan Rizieq

Kuasa hukum Rizieq, Aziz Yanuar, menjelaskan alasan mengapa kliennya memaksa untuk menggelar sidang secara langsung adalah agar memiliki kesempatan untuk membeberkan semua pembelaan tanpa harus terhalang urusan teknis. 

“Sulit bagi Habib untuk memberikan fakta kalau sedikit-sedikit ada masalah teknis, sinyal error, internet bermasalah. Makanya kita terus desak untuk sidang langsung supaya tidak ada kecurangan,” kata Aziz kepada BenarNews. 

Pada sidang perdana, 16 Maret 2021, Rizieq dan kuasa hukumnya memilih untuk keluar (walkout) karena enggan mengikuti persidangan secara daring. 

"Saya ingin hadir langsung di ruang sidang. Saya ingin dihadirkan, bukan di ruang Mabes Polri, tapi di ruang sidang PN Jakarta Timur," kata Rizieq yang ditahan di Markas Besar Kepolisian RI.

Permintaan ditolak Majelis Hakim dengan kekhawatiran pendukung Rizieq akan berkerumun di sekitar pengadilan dan berpotensi terjadinya penyebaran virus COVID-19. 

Pada sidang kedua dengan agenda pembacaan dakwaan, 19 Maret 2021, Rizieq juga sempat menolak untuk mengikuti sidang sehingga harus dijemput paksa oleh jaksa di sel tahanannya. 

Pada persidangan Jumat, puluhan pendukung Rizieq berkumpul di depan gerbang PN Jakarta Timur dan sempat terlibat dengan aparat kepolisian yang mencoba membubarkan kerumunan dengan alasan protokol kesehatan.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan pihaknya menyiapkan hampir 2.000 personel untuk mengamankan persidangan Rizieq.

Dakwaan ormas

Tim kuasa hukum Rizieq mempermasalahkan kemunculan dakwaan yang dikaitkan dengan pasal dalam Undang-undang Organisasi Masyarakat (UU Ormas) yang sebelumnya tidak pernah muncul dalam berita acara pemeriksaan (BAP) maupun surat perintah penyidikan (sprindik) kepolisian.

“Ada pasal yang didakwakan dengan UU Ormas yang tidak pernah ada dalam sprindik atau BAP. Dapat dari mana jaksa berkas perkaranya? Tiba-tiba mendakwa tentang Pasal UU Ormas dan dihubungkan ke Kekarantinaan,” kata Aziz.

Jaksa menggunakan Pasal 82 A ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2017 dengan menempatkan Rizieq dan panitia acara Maulid Nabi di Petamburan, Jakarta Pusat, pada pertengahan November 2020, sebagai pengurus ormas FPI. 

Jaksa mengatakan status organisasi kemasyarakatan FPI yang selama ini menaungi Rizieq telah kedaluwarsa sejak 2019, tapi atribut organisasinya masih dipergunakan seperti dalam peringatan Maulid Nabi dan pernikahan di Petamburan.

Dalam dakwaannya, jaksa menyebut Rizieq dan panitia melakukan tindak kekerasan, mengganggu ketertiban umum, merusak fasilitas umum dan sosial hingga mengambil alih wewenang penegak hukum. 

Aziz menegaskan, bahwa saat acara Maulid Nabi berlangsung, FPI belum dibubarkan merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendagri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri dan Kepala BNPT. “Jadi pasal yang tiba-tiba menjelma sendiri. Kami mendesak dakwaan kelima dibatalkan,” katanya.

Rizieq dalam pembacaan nota keberatannya menyebut dakwaan kelima sebagai bentuk politisasi dan kriminalisasi atas perayaan Maulid Nabi dengan tujuan untuk menghabisi FPI. 

“Itulah sebabnya, JPU (Jaksa Penuntut Umum) dalam dakwaannya selalu mengulang-ulang dengan lantang dan keras serta penuh tekanan untuk mempengaruhi Majelis Hakim dan masyarakat serta mengesankan bahwa saya adalah pimpinan ormas terlarang dan berbahaya,” katanya. 

“Ini merupakan upaya jahat untuk mendramatisir dan mempolitisir sekaligus mengkriminalisasi Maulid Nabi SAW,” tambah Rizieq. 

Pada 30 Desember 2020, Menkopolhukam Mahfud MD mengumumkan pembubaran dan pelarangan seluruh kegiatan FPI di seluruh Indonesia merujuk pada keputusan bersama enam menteri dan pejabat setingkat. 

Mahfud merujuk pada belum terpenuhinya persyaratan dalam perpanjangan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI yang berakhir pada Juni 2019.

Salah satu persoalan pada proses perpanjangan itu adalah adanya kalimat penerapan Islam secara kafah di bawah naungan khilafah Islamiah serta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bersyariah dalam visi misi FPI yang dinilai pemerintah bertentangan dengan ideologi Pancasila.

Sementara Rizieq berargumen, SKT bukan kewajiban lantaran organisasi boleh mendaftar dengan sukarela. Sehingga, ormas yang tidak mendaftar sekali pun tetap sah sebagai sebuah organisasi dan boleh melakukan kegiatan selama belum dibubarkan atau dilarang pemerintah. 

“Sidang ini adalah sidang kasus kerumunan pelanggaran prokes, bukan sidang pembubaran ormas FPI atau pun tentang sidang pelanggaran anggota/simpatisan FPI di masa lalu,” tukas Rizieq. 

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.