Polisi Buru Terduga Penyelundup Orang Rohingya ke Aceh
2020.10.28
Jakarta
Polisi di Aceh Utara mengatakan Rabu (28/10) bahwa mereka sedang memburu dua orang yang diyakini sebagai penyelundup 99 etnis Rohingya ke Aceh pada akhir Juni lalu, sementara empat orang terduga lainnya telah ditahan.
Salah seorang yang diyakini sebagai pelaku penyelundupan manusia perahu Rohingya ke Aceh adalah seorang pria berinsial AR, warga Rohingya yang telah mendapatkan status sebagai pengungsi, dan berada dalam binaan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) di Medan, kata Kepala Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Aceh, Kombes Sony Sanjaya. AR diyakini sebagai warga Rohingya yang masuk ke Aceh pada gelombang antara tahun 2009 -2011.
Polisi menyebut AR diduga merupakan anggota sindikat penyelundup imigran internasional, sementara seorang lainnya yang masih buron adalah seorang warga Aceh Timur berinsial AJ, kata Sony.
“Kami perkirakan AR masih berada di antara perbatasan Aceh dan Sumatra Utara. Kami berkoordinasi dengan polda Sumut untuk memburu tersangka,” katanya saat dihubungi BenarNews.
Penyelundupan orang Rohingya ke Aceh terbongkar setelah polisi mencurigai sejumlah kejanggalan saat tibanya 99 orang Rohingya ke bibir pantai Lancok, kecamatan Syamtarila Bayu, Aceh Utara pada 24 Juni lalu. Kapal yang ditumpangi mereka bernomor lambung Indonesia, dan diketahui milik nelayan Aceh Utara.
Polisi pun melakukan penelusuran dengan memeriksa sejumlah orang yang ikut dalam penyelamatan para nelayan, yang sebelumnya dikabarkan terdampar ke perairan Aceh, karena kapal yang mereka tumpangi mengalami kerusakan mesin.
Sony mengatakan, setelah melakukan pendalaman, diketahui bahwa ternyata orang Rohingya yang dibawa ke perairan Aceh itu sebelumnya dipindahkan dari kapal besar yang telah menunggu penjemputan di perbatasan perairan Internasional mendekati Aceh Utara.
Sejauh ini Polda Aceh telah menahan empat orang yang diduga ikut terlibat penyelundupan orang Rohingya ke Aceh. Mereka adalah warga etnis Rohingya berisial SB (42), pria berisial R (32) yang merupakan pemilik kapal di Aceh Utara, AS (37 tahun) dan FA (47 tahun) yang ikut membantu membawa 99 orang Rohingya ke perairan Aceh.
Sony menyebutkan, AR mulanya mengontak dan bertemu dengan AJ di kediamannya di Aceh Timur, untuk meminta membantunya menjemput orang Rohingya di Laut yang berbatasan dengan perairan Aceh Utara.
AJ kemudian meminta bantuan FA untuk mencarikan kapal yang akan digunakan untuk penjemputan, katanya.
FA kemudian memperkenalkan mereka dengan pemilik kapal, dengan perjanjian sewa kapal Rp 10 juta. Setelah terjadi kesepakatan, AR membayarkan uang sewa itu kepada R dan menyuruh SB dibantu AS dan FA untuk berlayar menjemput para imigran yang telah berada di kapal besar di tengah laut.
“Awalnya disebut jumlah yang dijemput hanya 36 orang, tapi ternyata di tengah laut jumlahnya keseluruhan 99 orang. Perjanjiannya AR akan membayar upah untuk mereka antara 5 sampai 10 juta,” kata Sony.
Menurut Sony, AJ diduga telah melarikan diri ke Malaysia.
“Kami telah berkordinasi dengan Mabes Polri agar nanti mabes Polri bekerjasama dengan Interpol untuk memburu AJ,” ujarnya.
Polisi menyita dua unit handphone dan GPS MAP-585 warna hitam dan kapal motor dengan nomor lambung 2017-811 berbobot 10 GT, yang digunakan untuk melakukan penjemputan para imigran.
Mereka yang menjadi tersangka dijerat dengan Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Pasal 120 ayat (1), tentang tindak pidana penyelundupan manusia dan terancam hukuman penjara antara 5 hingga 15 tahun.
Kurir penyelundup ke Malaysia
Selain mengungkap dugaan sindikat penyelundupan etnis Rohingya ke Aceh, Polda Aceh juga menangkap dua orang yang berencana menjemput tiga orang Rohingya yang ditampung di Balai Latihan Kerja (BLK) Lhokseumawe, untuk diseberangkan ke Malaysia.
Mereka adalah seorang perempuan berinsial P asal Medan dan S seorang pengungsi Rohingya yang ditampung di Balai Ditensi Imigrasi Medan.
Keduanya ditangkap polisi pada 13 Oktober lalu. Polisi mencurigai keberadaan mereka saat berkunjung ke tempat penampungan di Lhokseumawe tersebut. Tiga orang yang akan dijemput itu, adalah imigran Rohingya yang tiba pada September 2020.
“Jadi rencananya setelah dijemput dari Lhokseumawe ke Medan, nantinya tiga orang ini akan diseberangkan dengan kapal ke Malaysia,” kata Sony.
Sejauh ini sudah 12 orang etnis Rohingya dari gelombang satu dan dua yang kabur dari BLK Lhokseumawe, kata Sony. Namun tiga di antara mereka telah ditangkap kembali sebelum tiba ke Medan. Polisi masih mencari sisanya.
Sonny memperkirakan, Aceh hanya menjadi tempat persinggahan bagi imigran Rohingya sebelum menuju Malaysia. Pihaknya masih mendalami apakah peristiwa-peristiwa ketibaan orang Rohingya ke Aceh sejak beberapa tahun terakhir juga digerakkan oleh sindikat tertentu.
“Yang pasti harus didalami lebih jauh untuk hal itu, tentu harus melibatkan Bareskrim Polri dan Interpol,” katanya.
Berharap tak lagi ke Aceh
Terungkapnya tindak pidana penyelundupan imigran Rohingya ke Aceh membuat warga kecewa. Pasalnya sebagian warga di Aceh Utara saat itu membantu dengan mereka dengan alasan kemanusiaan.
Muhammad Hasan, Panglima Laot Seunedon, Aceh Utara, mengaku tidak tahu-menahu tentang penyelundupan itu. Ia bersama para nelayan setempat, saat itu membantu dengan iklas agar orang Rohingya dibawa ke daratan.
“Saat itu kita tersentuh karena mereka sesama orang Islam juga sama seperti kita, makanya kita bantu. Saya bahkan habis 6 juta untuk bantu-bantu,” kata Hasan, saat dihubungi BenarNews.
Panglima Laot adalah pemangku adat di Aceh yang mengurus permasalahan para nelayan dan masyarakat pesisir di suatu wilayah. Hasan sebagai Panglima Laot di Senedon, ikut membantu proses negesosiasi agar orang Rohingya itu dibawa ke daratan.
“Kita tidak terpikir bahwa ada mafia ternyata di balik itu. Yang kita pikirkan, karena kami masyarakat nelayan juga sering terdampar kalau di laut, makanya kami juga tergerak untuk membantu mereka,” katanya.
Hasan berharap tak ada lagi gelombang pengungsi Rohingya yang masuk ke Aceh.
Saat ini terdapat 390 imigran etnis Rohingya, yang ditampung sementara di Balai Latihan Kerja Lhokseumawe. Mereka tiba di Aceh Utara dalam dua gelombang, yakni 99 orang pada Juni 2020 dan 297 orang lainnya pada 7 September 2020.
Kehidupan mereka selama di tempat penampungan itu ditangung oleh badan dunia untuk pengungsi UNHCR. Sejumlah organisasi kemanusian internasional, nasional dan lokal juga ikut membantu kebutuhan para imigran tersebut.
Abdul Hamid, project officer dari Yasasan Kemanusian Madani Indonesia (YKMI) mengaku pihaknya tetap fokus membantu kebutuhan para pengungsi. Soal penyelidikan terkait penyelundupan orang Rohingya, mereka menyerahkannya kepada kepolisian.
“Kita membantu atas dasar kemanusian, kita membantu semampu kita, kita berikan bantuan makanan dan pakaian serta selimut, kita bangun MCK, kita juga berencana membangun shelter untuk tempat penampungan mereka sementara dan pemberdayaan masyarakat sekitar,” ujarnya saat dihubungi BenarNews.