Rusia, Indonesia tanda tangani perjanjian ekstradisi
2023.03.31
Denpasar
Indonesia dan Rusia pada Jumat (31/3) menandatangani perjanjian ekstradisi yang menurut pejabat kedua negara akan memperkuat upaya menangani kejahatan lintas batas seperti kejahatan siber, pencucian uang dan narkotika.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menandatangani perjanjian itu dengan Menteri Kehakiman Rusia, Konstantin Anatolievich Chuychenko, di Nusa Dua, Bali.
Penandatanganan perjanjian ekstradisi ini melanjutkan tahapan setelah ditandatanganinya perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana antara Indonesia dan Rusia di Moskow pada 13 Desember 2019.
“Meskipun mekanisme pemulangan para pelaku tindak pidana juga dapat dilakukan melalui mekanisme deportasi dan kerja sama keimigrasian, namun kerja sama ekstradisi tetap menjadi opsi yang utama karena ekstradisi bersifat formal dan mengikat,” jelas Yasonna dalam siaran pers.
Perjanjian antara Indonesia dan Rusia merupakan perjanjian ekstradisi pertama yang dimiliki Indonesia dengan negara di benua Eropa.
Menurutnya Yasonna, perjanjian ekstradisi ini sangat penting untuk membantu penanganan pidana lintas negara seperti kejahatan siber, pencucian uang dan narkotika.
Setelah itu, akan ada kesepakatan level teknis lagi untuk pemberlakuannya, katanya.
Penandatanganan kerjasama ekstradisi ini rencananya dilakukan saat kunjungan Presiden Rusia Vladimir Putin ke Indonesia yang direncanakan tahun 2020, tapi lawatan tertunda karena pandemi COVID-19, kata Yasonna.
Sementara Menteri Kehakiman Rusia berharap perjanjian ini menjadi langkah bagus untuk masa depan.
“Kita sudah punya dasar untuk kerjasama menangani kejahatan dengan sistematis. Kami berencana melanjutkan tanda tangani MoU (nota kesepahaman) antar menteri di forum hukum internasional di Saint Petersburg,” papar Chuychenko.
Secara geografis, baik Indonesia maupun Rusia memiliki wilayah teritorial yang sangat luas sehingga rentan dimanfaatkan sebagai tempat melarikan diri pelaku tindak pidana.
Menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, jumlah wisatawan Rusia ke Indonesia tahun 2019 mencapai 158.943 orang. Pada 2022, jumlah wisatawan Rusia ke Indonesia naik 783,50 persen menjadi 74.143 orang, dibandingkan dengan tahun 2021 sebanyak 8.392 orang, saat kasus COVID-19 meningkat tajam.
Kedepannya, jumlah wisatawan Rusia ke Indonesia diprediksi pemerintah Indonesia akan terus meningkat.
Yasonna juga menyampaikan, penandatanganan perjanjian ekstradisi ini sejalan dengan arahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dalam upaya untuk menjadi anggota tetap Financial Action Task Force (FATF) guna membangun dan memelihara stabilitas dan integritas sistem keuangan serta penegakan hukum yang berfokus pada pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.
Lebih lanjut, perjanjian ekstradisi ini juga merupakan sinyalemen kuat untuk mendukung pemberantasan tindak pidana yang mengancam stabilitas dan integritas sistem keuangan, ujar Yasonna.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai perdagangan Indonesia-Rusia tahun 2021 sebesar US$ 2,746 miliar dengan total ekspor Indonesia ke Rusia sebesar US$ 1,492 miliar. Sementara, pada tahun 2022 nilai perdagangan kedua negara tumbuh sebesar 29,87% menjadi US$ 1,386 miliar dari tahun sebelumnya.
Nilai perdagangan tumbuh signifikan dengan masuknya 10 komoditas unggulan ke pasar Rusia, termasuk minyak sawit (CPO), karet alam, produk kopra dan cocoa, menurut data pemerintah Indonesia.
Kontroversi visa on arrival
Yasonna mengatakan ia akan mengundang Kementerian Luar Negeri Indonesia dan lembaga terkait untuk membahas permintaan Gubernur Bali I Wayan Koster yang awal bulan ini meminta pencabutan visa saat ketibaan (visa on arrival - VoA) bagi turis Rusia dan Ukraina. Alasan Koster saat itu adalah kedua negara yang saat ini terlibat perang itu memiliki banyak warga yang datang ke Bali dan melakukan banyak pelanggaran.
“Belum diputuskan, hari ini mereka menanyakan itu, harus dibahas bersama,” katanya.
Terkait pernyataan Dubes Ukraina yang mengatakan tidak mau warganya disamakan dengan kelakuan turis Rusia – merespons tuduhan Gubernur Koster, Yasonna tidak menjawab spesifik.
“Tidak dengar laporan pihak mereka saja, tapi di sini juga banyak juga Australia, harus bahas bersama dan komprehensif,” ujarnya.
“Sekarang kalau ada yang melakukan tindakan, kita minta kerjasama imigrasi, Polda, Pemda kita harus mendidik mereka,” urainya, “untuk warga asing yang bekerja ilegal, menurutnya sudah ada tim yang mengawasi.”
Koster melayangkan permintaan pencabutan VoA tersebut setelah mendapatkan laporan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh wisatawan asal kedua negara, terutama Rusia, seperti tinggal melebihi ijin visa dan bekerja secara ilegal, seperti membuka penyewaan sepeda motor, menjadi fotografer, bekerja di salon, dan berjualan sayur.
Pelanggaran yang dilaporkan juga termasuk berkendara serampangan, tanpa helm, dan menggunakan sepeda motor berplat palsu dengan aksara Cyrillic, skrip yang digunakan dalam bahasa Rusia.
Pada 10 Maret lalu, aparat telah mendeportasi tiga warga negara Rusia yang bekerja sebagai pekerja seks komersial di daerah Seminyak, Badung.
Empat warga Rusia baru-baru ini ditangkap imigrasi karena melanggar izin tinggal, demikian dilansir Kompas.com. Keempatnya beralasan datang ke Bali untuk menghindari wajib militer yang diharuskan oleh Presiden Vladimir Putin yang melakukan invasi militer ke Ukraina sejak Februari 2022.
Adapula seorang warga negara Ukraina yang kedapatan memiliki kartu tanda penduduk palsu dengan membayar Rp31 juta. Kepada aparat kepolisian, dia mengaku melakukan hal tersebut untuk menghindari perang di negara asalnya.