Indonesia selidiki klaim Rusia tentang 10 WNI jadi tentara bayaran Ukraina
2024.03.15
Jakarta
Pemerintah Indonesia pada Jumat (15/3) mengatakan sedang menyelidiki klaim Moskow yang menyatakan bahwa 10 warga negara Indonesia (WNI) telah menjadi tentara bayaran dan berperang bersama Ukraina melawan Rusia, sejak pasukan Vladimir Putin menginvasi bekas republik Soviet tersebut pada Februari 2022.
Kementerian Pertahanan Rusia melalui kedutaanya di Jakarta pada Kamis mengatakan bahwa sejak 2022 tercatat sekitar 13.387 tentara bayaran asing telah memasuki Ukraina. Sementara itu, telah dikonfirmasi bahwa sekitar 5.962 tentara bayaran asing tewas.
“Kementerian Pertahanan Rusia terus mencatat dan mendata semua tentara bayaran asing yang tiba di Ukraina untuk berpartisipasi dalam pertempuran,” demikian disampaikan Kedutaan Rusia di Jakarta dalam pers rilis melalui akun Telegram, Jumat (15/3).
Dalam tabel yang disertakan pada lampiran keterangan tersebut, Indonesia masuk dalam penyumbang tenaga tentara bayaran untuk Ukraina, di samping dari Australia dan Oceania. “Terdapat 10 WNI dan empat di antaranya sudah tewas,” demikian keterangan dalam tabel.
Menanggapi hal tersebut, Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan akan mendalami hal ini. “Informasi tersebut perlu didalami lebih lanjut. Silakan bertanya kepada Rusia mengenai data yang mereka miliki,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal, Jumat.
Dalam rilis tersebut disebut Polandia menjadi penyumbang tentara bayaran Ukraina paling banyak yaitu sekitar 2.960, disusul Amerika Serikat sebanyak 1.113 orang, Georgia 1.042, Kanada 1.005 dan Prancis 356 orang, kata laporan itu.
“491 orang tentara bayaran AS tewas dalam pertempuran. Selain itu Prancis, meskipun menyangkal kehadiran tentara bayaran di Ukraina, juga telah kehilangan 147 warganya.”
Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada Juni 2022 mengunjungi Ukraina dan Rusia sebagai bagian dari apa yang diklaimnya sebagai misi perdamaian untuk mengakhiri permusuhan antara kedua negara bertetangga yang merupakan salah satu negara penghasil pangan terbesar di dunia.
Dia mengadakan pertemuan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Kyiv pada 29 Juni 2022 dan melawat ke Moskow keesokan harinya untuk bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Saat itu, Indonesia memegang presidensi G20, dan pada akhir tahun itu Indonesia menjadi tuan rumah KTT dari 20 negara dengan perekonomian terbesar dunia itu.
Jokowi sempat mengatakan kunjungannya juga bertujuan untuk menghindari krisis pangan. Sejak invasi tersebut, Rusia telah memblokir seluruh pelabuhan Laut Hitam Ukraina dan memutus akses ke hampir seluruh wilayah ekspor negara tersebut, terutama biji-bijian, sehingga memicu kekhawatiran akan krisis pangan global.
Ukraina bantah
Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin membantah keras isu keterlibatan sejumlah WNI sebagai tentara bayaran Ukraina, dengan menyebut pernyataan Moskow itu sebagai tanpa bukti dan hanya tuduhan kosong sebagai bagian dari propaganda Rusia.
“Apakah ada bukti dan faktanya? Jika tidak, maka semua juga tahu bahwa Rusia adalah pembohong dan provokator profesional,” ujar Vasyl kepada BenarNews.
“Rusia hanya berbicara untuk mengutarakan kebohongan. Lihat saja di Google mengenai tentara bayaran asing yang bertempur di pihak Rusia, ada India, Nepal, Kuba dan dari negara lainnya. Dan informasi ini sudah banyak di media dan semua terbukti,” lanjutnya.
Perang yang berkecamuk sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022 itu hingga saat ini tidak memperlihatkan tanda-tanda akan berhenti, bahkan di tengah Rusia yang sedang menyelenggarakan pemilu pada 15-17 Maret ini.
Denise Brown, Koordinator Kemanusiaan PBB (OCHA) untuk Ukraina, mengungkapkan kegeramannya atas serangan Rusia yang menyasar warga sipil dalam sebuah postingan di X.
"'Hilangnya nyawa dan cedera yang diderita warga sipil dan mereka yang tanpa pamrih mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkan mereka adalah hal yang benar-benar tidak dapat diterima.’ Koordinator Kemanusiaan untuk #Ukraina mengutuk serangan brutal hari ini di #Odesa yang menewaskan atau melukai sejumlah warga sipil dan petugas pertolongan pertama.” kata Brown.
Komisi Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) melaporkan lebih dari 10.000 kematian warga sipil dan hampir 20.000 orang terluka sejak invasi besar-besaran Rusia dua tahun lalu, namun mengatakan angka sebenarnya mungkin lebih tinggi.
Sementara itu, Presiden Vladimir Putin menyatakan pada Rabu bahwa pihaknya siap melakukan perang nuklir dengan negara Barat jika AS mengirim pasukan ke Ukraina.
“Dari sudut pandang teknis militer, kami tentu saja siap,” kata Putin dikutip kantor berita RIA Novosti.
Kabar bohong dan propaganda
Pakar Hubungan Internasional Kawasan Eropa Timur Universitas Airlangga, Radityo Dharmaputra, meragukan klaim pemerintah Rusia yang menyebut sejumlah WNI menjadi tentara bayaran di Ukraina.
Menurut Radityo, Rusia kerap menyebarkan kabar bohong serta propaganda sebagai upaya mempengaruhi negara-negara lain. Ia merujuk pernyataan Moskow yang sempat menyatakan perihal keberadaan senjata biologis dan Nazi di Ukraina.
“Disinformasi, propaganda, dan teori konspirasi lain sudah jamak digunakan elite politik Rusia, baik ke masyarakat sendiri maupun negara lain. Saya ragu (terkait isu tentara bayaran asal Indonesia) karena yang menyampaikannya Rusia,” ujar Radityo kepada BenarNews.
Keraguannya itu juga didasari oleh keterbatasan dana Ukraina untuk membayar orang asing.
Radityo membandingkan dengan kemampuan finansial Rusia yang bisa membayar orang untuk berperang, seperti tentara bayaran Rusia, Wagner.
“Legiun internasional Ukraina memang ada, tapi kita harus mengingat juga bahwa mereka tidak punya dana. Berbeda dengan Rusia yang ekonominya saat ini digerakkan untuk perang,” ujar Radityo.
Pengajar Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, mendesak Moskwa untuk menjabarkan bukti-bukti bahwa terdapat warga negara Indonesia yang menjadi tentara bayaran di Ukraina agar tidak menimbulkan spekulasi di tengah masyarakat di Tanah Air.
“Mereka harus memberi bukti jelas. Terkait identitas, atau setidaknya foto saja sudah cukup. Sehingga pemerintah kita bisa mengidentifikasi,” kata Rezasyah kepada BenarNews.
“Kalau berita tidak jelas begini, bisa menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Maka, pemerintah harus mendesak pemerintah Rusia untuk terbuka!”
Terlepas dari benar tidaknya kabar itu, Rezasyah berharap hal ini dapat menjadi momentum bagi pemerintah. “Ini adalah peringatan, agar pemerintah bisa serius memberdayakan masyarakat dalam negeri agar tidak mudah ikut menjadi foreign fighters di negara mana pun,” ujarnya.