Rusia: Kesepakatan Pembelian 11 Sukhoi dengan Indonesia Masih Berjalan

Kemhan tidak merinci kendala pembelian pesawat tempur Rusia itu.
Ronna Nirmala
2020.07.08
Jakarta
200708_ID_Russia_Defense_1000.jpg Tim aerobatik Russkiye Sokoly (Falcons Rusia) menerbangkan Jet Su-35 dalam Pagelaran International Penerbangan dan Angkasa MAKS-2017 di Zhukovsky, dekat Moskow, Rusia, 21 Juli 2017.
AP

Duta Besar Rusia di Jakarta mengatakan, Rabu (8/7), bahwa kesepakatan pembelian 11 pesawat tempur Sukhoi Su-35 oleh Indonesia tetap berlanjut meski ada ancaman sanksi dari Amerika Serikat kepada negara yang membeli peralatan militer dari negaranya.

Duta Besar Lyudmila Vorobieva mengatakan kelanjutan dari rencana pembelian pesawat tempur tersebut kembali dibahas saat Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menghadiri upacara peringatan ke-75 kemenangan Rusia dalam Perang Dunia II di Moskow, pada 24 Juni 2020.

“Saat Prabowo mengunjungi Rusia, saya tahu Beliau juga membahas rencana (pembelian) ini,” kata Vorobieva dalam telekonferensi.

“Rencana ini belum dibatalkan. Kontrak kerja sama telah ditandatangani dan semoga bisa segera diimplementasikan,” tambahnya.

Vorobieva mengatakan, selama ini ancaman sanksi dari Amerika Serikat tidak menyurutkan minat negara mitra Rusia untuk tetap membeli peralatan pertahanan yang diklaimnya unggul dari segi harga dan kualitas itu.

“Memang AS mengancam akan memberi sanksi, tidak ada yang baru dari hal itu. Kita tahu AS mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada negara-negara yang hendak membeli alat persenjataan dari Rusia, tetapi itu tidak pernah menghalangi negara mitra kita untuk tetap melakukan pembelian,” kata Vorobieva.

Dalam kesepakatan bilateral pada Februari 2018, Indonesia setuju untuk membeli 11 unit Sukhoi Su-35 senilai total U.S.$1,14 miliar (sekitar 16 triliun Rupiah, dan sebagai gantinya Rusia harus membeli komoditas dari Indonesia seperti karet.

Namun, pada September 2018, Pemerintah AS memberlakukan Undang-undang Countering America's Adversaries Through Sanction Act (CAATSA).

Beleid ini menyatakan bahwa AS berhak menjatuhkan sanksi terhadap negara manapun yang membeli persenjataan dari Rusia sebagai respons atas aneksasi Rusia atas Krimea pada 2014, keterlibatan dalam perang saudara Suriah, dan dugaan memata-matai pemilihan umum AS tahun 2016.

Sejak diberlakukan UU tersebut, rencana pembelian Sukhoi Su-35 ini pun tak kunjung terlaksana, meski Rusia dan Indonesia menargetkan 11 jet tempur itu tiba pada akhir 2019.

Pertengahan Maret 2020, Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono, mengatakan pemerintah tengah menjajaki peluang untuk mengubah rencana pembelian 11 Sukhoi Su-35 dari Rusia dengan F-35 dari AS.

Trenggono mengatakan rencana pembelian Sukhoi dari Rusia terkendala sejumlah hal, namun dia tidak menjawab apakah salah satu dari kendala tersebut adalah tekanan dari AS.

"Sedang menjajaki untuk mengganti pengadaannya ke F-35 dari AS. Belum bisa membeli (Sukhoi) karena ada beberapa kendala,” kata Trenggono ketika itu.

Pejabat di Kementerian Pertahanan Indonesia tidak ada yang merespons ketika dimintai komentar perihal ini.

Duta Besar Indonesia untuk Rusia, Mohamad Wahid Supriyadi, yang turut menghadiri pertemuan Prabowo dengan Wakil Menteri Pertahanan Rusia Alexander Vasilyevich Fomin di Moskow akhir Juni lalu mengakui bahwa benar ada pembahasan mengenai kelanjutan kerja sama pembelian Sukhoi.

“Iya. Tidak secara spesifik,” kata Wahid singkat, pada Rabu.

Kerja sama pertahanan lainnya

Duta Besar Rusia juga menyatakan bahwa dalam kunjungan Prabowo ke Moskow akhir Juni, turut dibahas penguatan kerja sama pertahanan antara Rusia dengan Indonesia.

“Dalam pertemuan Prabowo dengan Wakil Menteri Pertahanan Rusia turut dibahas bukan hanya kelanjutan kerja sama pembelian Sukhoi dan persenjataan saja, tetapi juga kerja sama pertahanan dua negara,” kata Vorobieva.

Dikutip dari keterangan pers Kementerian Pertahanan Indonesia, pertemuan Prabowo dengan Wakil Menhan Rusia membicarakan hubungan bilateral industri pertahanan serta kerja sama dalam bentuk latihan bersama. Tidak ada penjelasan lebih detail terkait rencana tersebut.

Sejak dilantik sebagai Menteri Pertahanan pada Oktober 2019, Prabowo sudah dua kali melakukan kunjungan kerja ke Rusia.

Vorobieva bahkan mengatakan Prabowo adalah Menteri Pertahanan pertama dari Indonesia yang pernah menghadiri upacara Peringatan Kemenangan Rusia atas Jerman dalam Perang Dunia Ke-II.

Kunjungan pertama Prabowo sebagai Menteri Pertahanan ke Rusia dilakukan pada 29 Januari 2020. Ketika itu, Prabowo menggelar pertemuan dengan Menteri Pertahanan Sergey Shoygu, petinggi Federal Service of Military Technical Cooperation (FSVTS), Rosoboronexport, dan Kalashnikov Group.

FSVTS adalah lembaga pemerintah Rusia yang mengatur masalah kerja sama militer-teknis.

Rosoboronexport adalah satu-satunya agen perantara Rusia untuk urusan ekspor dan impor produk pertahanan. Sementara Kalashnikov Group adalah pengembang dan produsen senjata terbesar Rusia.

Indonesia sebelumnya telah membeli 16 Sukhoi Su-27s dan Su-30s dari Russia antara tahun 2003 dan 2012.

Data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menunjukkan, pada 2003, Indonesia pernah membeli seri Su-27 dan Su-30, masing-masing sebanyak dua unit.

Pembelian kembali dilakukan untuk kedua seri tersebut sebanyak masing-masing tiga unit pada tahun 2008. Indonesia terakhir kali membeli enam jet Sukhoi Su-30 pada 2012.

Pada Senin (6/7), Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) melalui rilis Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan (DCSA) AS telah menyetujui daftar pengadaan delapan pesawat angkut militer jenis MV-22 Block C Osprey yang diajukan Indonesia dengan nilai mencapai U.S $2 miliar atau setara Rp28,76 triliun.

Kendati telah disepakati, DCSA menjelaskan bahwa pengumuman ini tidak mengartikan bahwa telah terjadi transaksi pembelian. DCSA masih perlu untuk menyerahkan dokumen persetujuan ini ke Kongres AS terlebih dahulu untuk selanjutnya Indonesia bisa memulai negosiasi atas harga dan kualitas yang didapat.

Juru Bicara Menteri Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak dalam diskusi daring pada 7 Juli 2020 mengatakan Kementerian Pertahanan tetap mempertimbangkan kebutuhan pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) meski terjadi pemotongan anggaran untuk membantu mempercepat penanganan COVID-19.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.