Sandera Abu Sayyaf Diserahkan kepada Keluarga

Dua WNI masih disandera, mereka diculik ketika ‘joint patrol’ telah diberlakukan.
Tria Dianti
2018.09.19
Jakarta
180919_ID_Releasedfishermen_1000.jpg Tangis haru mewarnai saat Wakil Menlu A.M. Fachir (kanan) menyerahkan para sandera (berkemeja biru muda) kepada pihak keluarga di Jakarta, 19 September 2018.
Dok. Humas Kemlu

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyerahkan tiga warga negara Indonesia (WNI) yang dibebaskan dari penyanderaan oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan kepada pihak keluarga, Rabu, 19 September 2018.

Wakil Menteri Luar Negeri, AM Fachir, mengatakan pembebasan ini adalah hasil kerja keras dan kerja sama unsur terkait Pemerintah Indonesia yang didukung Pemerintah Filipina.

"Kondisi di lapangan semakin lama semakin sulit. Tapi dengan  memanfaatkan aset-aset yang kita miliki di lapangan serta dukungan Pemerintah Filipina, alhamdulillah kita berhasil membebaskan mereka", ujarnya dalam sambutan serah terima di Jakarta, Rabu pagi.

Acara tersebut dilakukan secara tertutup dan tidak mengundang media.

Ketiga WNI  tersebut; Hamdan bin Saleng, Sudarling bin Samansunga, dan Subandi bin Sattu adalah nelayan asal Sulawesi Selatan.

Mereka bekerja di kapal penangkap ikan Malaysia yang beroperasi di perairan Sabah, Malaysia.

Mereka diculik saat sedang menangkap ikan dengan kapal BN 838/4/F di Perairan Taganak, Sabah, Malaysia pada Januari tahun lalu.

Mereka dibebaskan dari penyanderaan oleh anggota Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) di Pulau Sulu, Filipina Selatan, pada tanggal 15 September 2018, demikian menurut AFP.

Dalam press briefing, Duta Besar RI untuk Filipina, Sinyo Harry Sarundajang mengatakan ia diperintahkan untuk membawa pulang sandera dengan selamat.

"Menlu meminta saya untuk mengupayakan  pembebasan tiga WNI tanpa ada satu korban pun," ujarnya.

Ia menjelaskan, setelah bebas, sandera diserahkan kepada Gubernur Propinsi Sulu, Mindanao Selatan, dengan pengawalan Angkatan Bersenjata Filipina dan Komando Mindanao Barat.

Kemudian, mereka mengundang pihak KBRI dan Atase Pertahanan RI di Manila untuk menjemput ketiga WNI tersebut langsung di Provinsi Sulu.

"Prosesi serah terima dari pihak Filipina kepada Indonesia dilaksanakan pada Minggu, 16 September lalu. Kemudian, KBRI langsung membawa mereka ke Manila, untuk kemudian dipulangkan ke Indonesia," tambahnya.

Dalam kurun 2016-2018, sebanyak 34 WNI diculik oleh militan bersenjata bagian dari kelompok Abu Sayyaf di Filipina bagian selatan, 13 diantaranya adalah nelayan yang diculik dari perairan Sabah, Malaysia.

Dari jumlah tersebut, 32 sudah bebas sementara dua orang lagi yang diculik pada 11 September lalu masih berada ditangan kelompok militan itu.

Proses lama

Sinyo mengatakan alasan kenapa pembebasan memakan waktu yang sangat lama dikarenakan lokasi sandera berpindah-pindah dan medan yang sangat sulit di jangkau.

"Suasana alam di sana berbeda ditambah ada operasi militer sehingga menekan mereka ke pulau yang berbeda," kata dia.

Sebelum dipulangkan ke tanah air, ketiga WNI menjalani pemeriksaan kesehatan di pangkalan militer Filipina di Zamboanga serta pemulihan psikologis.

"Mereka tidak berdosa, disandera begitu lama jangan sampai mereka ada cacat dan tidak kurang apapun. Oleh karenanya, saya sangat berhati-hati terhadap isu ini," ujar Sinyo.

Salah satu perwakilan dari keluarga sandera, Rudi Wahyudin, mengatakan pihaknya selalu menantikan setiap kabar perkembangan upaya pembebasan.

"Alhamdulillah hari ini apa yang dilakukan membuahkan hasil, keluarga kami diserahkan dengan selamat," kata dia yang merupakan sepupu dari Subandi.

Ia menceritakan, selama 20 bulan disandera, keluarga belum pernah berkomunikasi langsung dengan Subandi.

"Keluarga hanya dikabari oleh pihak Kemlu. Terkadang kami galau tapi justru kami yang suka marah-marah kepada pihak Kemlu. Namun semua kerja keras terbayar, terima kasih sudah membawa keluarga kami selamat," kata dia.

Ia juga menyampaikan kekhawatiran akan maraknya penculikan oleh kelompok Abu Sayyaf.

"Banyak yang menjadi nelayan, dan mereka banyak yang pulang ke kampung halaman tidak mau lagi berlayar karena takut diculik," kata dia.

Kecewa

Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Lalu Muhammad Iqbal, menyatakan kekecewaannya terkait penculikan yang terjadi di perairan Sabah, Malaysia.

Apalagi kedua WNI yang terakhir  diculik terjadi ketika dilakukannya coordinating joint patrol yaitu patroli bersama antara Malaysia, Filipina dan Indonesia di perairan perbatasan ketiga negara.

Tujuan patrol tersebut salah satunya adalah untuk menangulangi penculikan di wilayah tersebut.

"Ada yang salah di dalam joint patrol yang sudah terjalin baik ini oleh karena itu arahnya ke depan untuk penguatan kembali kerjasama yang ada," kata dia.

Ia mengatakan pihaknya sudah memanggil Duta Besar Malaysia ke kantor Kemlu untuk menyampaikan kekhawatiran akan terjadinya kembali aksi penculikan.

"Kami  prihatin dan minta jaminan keamanan kepada pihak Malaysia bagi ribuan WNI yang masih bekerja di Sabah," kata dia.

Menurutnya, ketiga negara perlu mereview kembali kerjasama yang dijalin ketiga negara.

"Kok sampai ada kebobolan lagi padahal nelayan legal menggunakan alat sesuai SOP dan saat joint patrol juga berlangsung," kata dia.

Tercatat sebanyak 6000 WNI bekerja di Sabah. Kemlu juga telah mengeluarkan larangan melaut sementara sampai waktu yang belum ditentukan.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.