Sidney Jones Sangsi Teror di Paris Terulang di Indonesia

Lenita Sulthani
2015.11.24
Jakarta
sidneyjones-620 Panel diskusi “Serangan Teror Paris, Mungkinkah Terjadi di Indonesia?” dihadiri Andy Rachmianto (tengah) dan Sidney Jones (kanan) bersama moderator di Jakarta Foreign Correspondents Club, Jakarta, 23 November 2015.
BeritaBenar

Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Sidney Jones, mengatakan kemungkinan serangan teror secara serempak di sejumlah tempat seperti yang terjadi di Paris sangat kecil terulang di Indonesia.

Menurut Sidney, kelompok ISIS tidak menargetkan serangan-serangannya di Asia Tenggara dan para pendukung mereka yang ingin melakukan serangan di Indonesia tidak mempunyai kapasitas yang memadai. Selain itu, tambahnya, kewaspadaan pemerintah terhadap kemungkinan serangan teroris sangat tinggi.

Namun Sidney mengkhawatirkan risiko serangan teror semakin meningkat. Beberapa tahun belakangan ini aksi teror menargetkan kepolisian, tetapi menurutnya kini target domestik dan orang asing bisa saja menjadi sasaran mereka.

Bahaya WNI yang kembali dari Suriah

Pengamat terorisme dan intelijen ini mengatakan, aparat harus mewaspadai sekitar 50 orang yang kembali dari Suriah, terutama karena sekitar 15 orang diantaranya pernah berperang atau ikut latihan perang.

"Mereka ini sudah terampil dan terlatih dalam bertempur dan bisa saja menularkan kemampuan dan ideologi mereka kepada generasi berikutnya," kata Sidney di acara Diskusi Panel Jakarta Foreign Correspondents Club, Senin, 23 November.

Andi Rachmianto, Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kemenlu mengatakan WNI yang kembali ke Indonesia dan tidak atau belum di proses di pengadilan saat ini ditempatkan di rumah penampungan Kementerian Sosial dan dibawah pengawasan ketat aparat keamanan.

Sidney memperkirakan sudah sekitar 400 orang Indonesia yang berangkat ke Suriah, sementara Inspektur Jendral Tito Karnavian mantan Kepala Densus 88 yang kini menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya, mendata ada 384 orang.

Ada orang baru

Dari angka tersebut Sidney memperkirakan hampir 250 orang yang benar-benar ikut berperang. Sejak Maret tahun ini saja ia mendata sudah 50 orang Indonesia tewas di Suriah, kebanyakan karena serangan udara. Sedangkan menurut data Tito 54 orang tewas sejak 1 Maret 2015.

"Orang-orang yang berangkat ini awalnya adalah mereka yang sudah bergabung bersama organisasi radikal seperti JAT (Jamaah Anshorut Tauhid) atau DI (Darul Islam) tetapi belakangan malah ada orang yang tidak pernah bergabung dengan organisasi apapun, juga ikut bergabung dengan ISIS," kata Sidney.

Abu Bakar Ba'asyir pemimpin Jemaah Islamiyah (JI) yang membubarkan diri dan mendirikan JAT telah menyatakan dukungannya kepada ISIS, menurut Sidney, langkah ini diikuti oleh banyak pengikut JI.

"ISIS Asia Tenggara tak punya pemimpin"

Jika ISIS dan Jabhat Al Nusra (kelompok yang berafiliasi dengan Al Qaeda seperti halnya JI) bergabung menjadi satu di Suriah, Sidney melihat taktik ini tidak akan terjadi di Indonesia.

Dia mengatakan ini disebabkan ISIS di Asia Tenggara masih merupakan kelompok yang tidak mempunyai pemimpin (Amir), struktur organisasinya pun belum dibentuk. Sedangkan JI sudah memiliki visi strategis dan kemampuan perencanaan.

Sidney melihat saat ini mantan pucuk pimpinan dan menengah JI sedang melakukan perekrutan baru untuk operasi yang lebih canggih dan dalam skala besar.

Operasi-operasi yang dilakukan secara individual dan tidak berkoordinasi dengan sesama anggota dianggap lebih berhasil karena sulit terdeteksi.

Karenanya ia tidak yakin para pendukung ISIS dan JI di Indonesia akan berkolaborasi, malah mereka bersaing untuk merekrut anggota baru.

Merekrut keluarga

Andi mengatakan perbedaan perekrutan ISIS dan JI adalah ISIS merekrut keluarga sedangkan JI merekrut perorangan untuk dilatih perang dan ideologi lalu mereka akan kembali ke negara masing-masing.

"Keluarga-keluarga yang berangkat ke Suriah biasanya mereka telah siap untuk meninggalkan Indonesia selamanya. Mereka menjual semua harta benda disini untuk modal perjalanan dan kehidupan mereka disana," ujar Andi.

Menurut Sidney, ada sekitar 40 wanita dan 100 anak dibawah usia 15 tahun yang berada disana bersama suami dan ayah mereka.

Sidney mengatakan bahwa meningkatnya minat para perempuan untuk ikut berperang juga perlu dicermati. Walaupun hingga saat ini ISIS masih melarang perempuan untuk ikut berperang, tetapi aplikasi whatsApp, zello, dan telegram kelompok-kelompok radikal ini dibanjiri oleh para perempuan yang berhasrat menjadi Mujahidah.

Mereka menyatakan siap untuk berperang, bukan hanya menjadi ibu dan istri, dan menunggu lampu hijau dari pemimpin dan suami mereka.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.