Kemenkes: Senyawa toksik dalam pelarut obat kemungkinan penyebab gagal ginjal akut

Pakar menduga produsen menggunakan bahan murah yang membahayakan untuk menekan biaya produksi obat.
Pizaro Gozali Idrus dan Dandy Koswaraputra
2022.10.19
Jakarta
Kemenkes: Senyawa toksik dalam pelarut obat kemungkinan penyebab gagal ginjal akut Cairan obat batuk dituangkan dalam ilustrasi foto yang diambil pada 19 Oktober 2022.
[Ajeng Dinar Ulfiana/Reuters]

Kementerian Kesehatan mengatakan Rabu (19/10) bahwa senyawa toksik pada pelarut obat cair kemungkinan menyebabkan gagal ginjal akut yang mengakibatkan hampir 100 anak meninggal.

Kementerian telah meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat dalam bentuk cair atau sirup kepada masyarakat sampai penyebab gangguan ginjal akut misterius ini terungkap, kata juru bicara Kementerian, Muhammad Syahril.

“Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi oleh pasien, sementara ini ditemukan juga senyawa yang mengakibatkan gangguan ginjal akut progresif,” kata Syahril dalam konferensi pers virtual di Jakarta, tanpa menyebut nama senyawa itu.

“Saat ini Kementerian Kesehatan dan BPOM masih terus menelusuri dan meneliti secara komprehensif termasuk kemungkinan faktor risiko yang lainnya, jadi bukan karena obat saja tapi faktor resiko lainnya juga sedang kita teliti,” tambahnya.

Dia mengatakan jumlah kasus gagal ginjal akut pada anak telah mencapai 206 dari 20 provinsi, 99 di antaranya menyebabkan kematian.

Sebagai alternatif dalam mengonsumsi obat untuk anak, Syahril meminta orang tua menggunakan obat dalam bentuk tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melarang semua obat sirop anak dan dewasa menggunakan kandungan dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG), yang telah menjadi pemicu kematian 69 anak di Gambia usai mengalami gagal ginjal akut.

BPOM juga telah melakukan penelusuran berbasis risiko, sampling, dan pengujian sampel secara bertahap terhadap produk obat sirop yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG.

“Hasil pengujian produk yang mengandung cemaran EG dan DEG tersebut masih memerlukan pengkajian lebih lanjut untuk memastikan pemenuhan ambang batas aman berdasarkan referensi,” kata BPOM dalam keterangan tertulisnya.

Dietilen glikol dan etilen glikol merupakan senyawa alkoholis tidak berwarna, tidak berbau dan memiliki rasa manis dengan tekstur cair agak kental

Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono menduga produsen obat ingin menekan biaya memproduksi dengan menggunakan senyawa pelarut yang berbahaya jika dikonsumsi melebihi ambang batas.

“Kenapa mereka memproduksi obat murah? Karena daya beli masyarakat menurun akibat pandemi COVID-19. Lalu, karena pandemi ini pula masyarakat hanya mampu mengonsumsi obat murah tadi,” ujar Pandu.

“Ya seharusnya (produsen obat) pakai propylene glycol tapi lebih mahal 10 kali dibandingkan EG,” kata Pandu.

Propylene glycol merupakan cairan kental, tidak berwarna, hampir tidak berbau tetapi memiliki rasa yang agak manis.

Angka kematian anak tinggi

Menurut Syahril, angka kematian pasien yang dirawat khusus di RSCM – sebagai rumah sakit rujukan nasional untuk ginjal – mencapai 65%.

“Kenapa tingkat kematian tinggi? Karena ginjal adalah pusat metabolisme tubuh yang sangat penting. Apabila terjadi gangguan, maka akan mengganggu organ tubuh lainnya,” ungkap Syahril.

Arifianto, dokter anak yang membuka praktik di Jakarta, mengatakan telah merawat sejumlah pasien gagal ginjal akut.

Meskipun dengan dukungan perawatan maksimal di ruang ICU Anak, kata Arifianto, mayoritas pasien meninggal dunia.

“Hemodialisis di rumah sakit rujukan dengan (ditunjang) fasilitas pun sebagian dapat dilakukan, meskipun demikian hasil medisnya tetap buruk,” ucap dia kepada BenarNews.

Epidemiolog dan peneliti Indonesia dari Universitas Griffith di Australia, Dicky Budiman mengatakan banyaknya kematian anak mencerminkan buruknya sistem kesehatan di suatu negara.

“Jadi kalau kesehatan anak buruk, kesehatan ibu buruk, maka kesehatan di wilayah itu juga buruk secara umum,” ucap Dicky kepada BenarNews.

Banyaknya kematian anak dalam gagal ginjal akut misterius ini juga menjadi indikator keterlambatan pemerintah dalam mengantisipasi penyakit.

“Meskipun ini sifatnya akut, tapi kematian itu adalah indikator telat. Indikator telat dari satu kejadian penyakit yang terlambat atau telat dideteksi, telat didiagnosa, telat dirujuk dan ditangani. Ini tidak berubah untuk setiap penyakit,” terang dia.

Untuk mencegah penambahan angka kematian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melarang semua obat sirop anak dan dewasa menggunakan kandungan EG dan DEG, yang telah menjadi pemicu kematian 69 anak di Gambia usai mengalami gagal ginjal akut.

BPOM juga telah melakukan penelusuran berbasis risiko, sampling, dan pengujian sampel secara bertahap terhadap produk obat sirop yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG.

“Hasil pengujian produk yang mengandung cemaran EG dan DEG tersebut masih memerlukan pengkajian lebih lanjut untuk memastikan pemenuhan ambang batas aman berdasarkan referensi,” kata BPOM dalam keterangan tertulisnya.

Edukasi publik

Anggota DPR Netty Prasetiyani meminta pemerintah menggencarkan edukasi publik soal kasus gangguan ginjal akut.

Menurut dia, edukasi publik ini menjadi penting karena masih banyak masyarakat yang belum mengenali gejalanya dan tindakan apa yang harus dilakukan jika anak-anak mengalami gangguan ginjal akut

“Justru sekarang banyak informasi yang belum tentu benar beredar di masyarakat. Misalnya apakah kasus ini disebabkan parasetamol atau tidak?” kata Netty kepada BenarNews.

“Komunikasi publik seperti inilah yang harus dikelola dengan baik oleh Kemenkes maupun BPOM, sehingga masyarakat memiliki pengetahuan yang benar dari sumber resmi dan bisa mencegah dampak dari ‘kesimpangsiuran’ informasi itu.”

Menurut Netty, jika masyarakat tidak mengenali gejala penyakit tersebut, maka penanganan penyakit tersebut akan terlambat dilakukan dan akhirnya berujung pada kematian.

“Pemerintah harus melakukan sosialisasi mengenai penyakit ini secara masif dengan berbagai strategi dan platform media. Banyak orang tua yang masih menganggap penyakit ini sebagia flu ataupun pilek biasa sehingga penanganannya tak tepat sasaran,” kata Netty.

 

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.