Penembakan Mahasiswa Kendari, Seorang Polisi Ditetapkan Tersangka

Kuasa hukum meminta kepolisian juga mengungkap kematian mahasiswa lainnya, Yusuf Kardawi.
Arie Firdaus
2019.11.07
Jakarta
191107_ID_police_kendari_1000.jpg Dihadiri keluarga dan teman-temannya, Immawan Randi (21), mahasiswa yang tewas dalam demonstrasi menentang sejumlah undang-undang yang dinilai kontroversial, dimakamkan di Desa Lakarinta, Muna, Sulawesi Tenggara, 27 September 2019.
AFP

Markas Besar Kepolisian Indonesia (Mabes Polri), Kamis, 7 November 2019, menetapkan seorang anggotanya sebagai tersangka kasus tewasnya salah seorang dari dua mahasiswa dalam demonstrasi menentang sejumlah undang-undang yang dianggap kontroversial di Kendari, Sulawesi Tenggara, September lalu.

Brigadir Abdul Malik disangkakan pidana atas kematian Immawan Randi (21), mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari. Yang bersangkutan, berdasarkan Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terancam hukuman maksimal tujuh tahun penjara.

"Dari hasil uji balistik disimpulkan bahwa dua proyektil dan dua selongsong peluru yang diuji, identik dengan senjata api jenis HS-9 yang digunakan Brigadir AM (Abdul Malik)," kata Kepala Subdirektorat V Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri yang juga Ketua Tim Penyidikan Kasus Mahasiswa Kendari, Komisaris Besar Chuzaini Patoppoi dalam keterangan pers di Mabes Polri.

"Selanjutnya terhadap Brigadir AM akan segera ditahan dan berkas perkara dilimpahkan ke kejaksaan (Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara)."

Selain Randi, seorang mahasiswa lainnya dari universitas yang sama, Muhammad Yusuf Kardawi (19) juga tewas dalam unjuk rasa menentang revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan revisi KUHP yang berujung bentrok di kawasan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara pada 26 September lalu.

Namun dalam keterangan lanjutan, kepolisian menyatakan hanya Immawan Randi yang disebut meninggal akibat peluru tajam.

Sedangkan Yusuf disebut meninggal akibat pukulan benda tumpul – tanpa merinci pelaku pemukulan.

Meski sudah disangkakan bersalah atas kematian Randi, Chuzaini berdalih bahwa Abdul Malik yang bertugas di lapangan sejatinya tidak bermaksud menembak langsung ke arah Randi dan mahasiswa lainnya yang sedang berdemo, melainkan mengarahkan moncong senjata ke atas sebagai bentuk tembakan peringatan.

Hanya saja, tambah Chuzaini, proyektil peluru yang terhambur dari senjata Malik kemudian terpental hingga mengenai Randi.

"Semuanya (ditembak) ke atas, tujuan membubarkan," lanjut Chuzaini.

Hasil autopsi menyebutkan, Randi tewas setelah peluru tajam menembus bagian belakang ketiak kiri dan keluar pada bagian dada kanan, menyisakan luka tembak berdiameter masing-masing 0,9 cm dan 2,1 cm.

Lima sanksi disiplin

Sebelum ditetapkan jadi tersangka, Abdul Malik sudah diperiksa Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara bersama lima anggota polisi lain atas dasar pelanggaran aturan disiplin.

Mereka adalah Ajun Komisaris Diki Kurniawan yang merupakan mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Kendari dan empat bintara polisi yakni Brigadir Kepala Muhammad Iqbal dan Muhammad Arifuddin, Brigadir Satu Hendrawan, serta Brigadir Dua Fatur Rochman Saputro.

Belakangan, hanya Abdul Malik yang diproses hukum lebih lanjut dan disematkan status tersangka.

Sedangkan, lima personel kepolisian lain hanya diberikan sanski disiplin berupa penundaan kenaikan pangkat, penundaan pendidikan selama setahun, dan kurungan 21 hari lantaran dinilai menaati perintah pimpinan dengan membawa senjata api saat mengamankan unjuk rasa mahasiswa.

Tanggapan kuasa hukum

Apri Awo selaku kuasa hukum keluarga Randi mengapresiasi langkah kepolisian yang telah menetapkan seorang tersangka dalam kasus kematian dua mahasiswa tersebut, namun dengan catatan.

"Masih banyak pekerjaan rumah karena ini baru awal. Korban kan tidak hanya Randi," ujar Apri kepada BeritaBenar.

"Kami berharap ini bisa dikembangkan, hingga kasus kematian Yusuf juga diungkap pelakunya. Kasus itu kan satu tempat dan satu rangkaian."

Serupa dengan Apri, Kepala Divisi Pembelaan Hak Asasi Manusia Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Arif Nur Fikri, juga berharap Polri tidak berhenti mengusut kasus kematian dua mahasiswa Kendari meski telah menetapkan satu tersangka.

"Yusuf kan belum terungkap. Ini kami sesalkan, sedangkan dalam kasus itu ada dua peristiwa," kata Arif saat dihubungi.

Dalam investigasi yang dilakukan Kontras, lanjut Arif, cukup banyak saksi yang melihat insiden penembakan Yusuf Kardawi.

Hal itu semestinya dapat digunakan polisi sebagai pintu masuk untuk mendalami kasus, bukan justru bertahan dengan pernyataan bahwa Yusuf tewas akibat pukulan benda tumpul.

"Saya meminta komitmen kepolisian dalam dua kasus ini, jangan sampai hanya kasus Randi yang diungkap, tapi Yusuf tidak sama sekali," ujarnya.

"Saya enggak tahu kendala (polisi) apa, tapi saksi banyak kok jika mau diperiksa."

Terkait desakan penuntasan kasus, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divhumas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo menggaransi kepolisian akan bekerja profesional dalam mengungkap kasus tersebut.

"Kami memiliki komitmen kuat, semaksimal mungkin untuk mengungkap secara tuntas. Kaidah hukum harus dijunjung tinggi," pungkas Dedi Prasetyo.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.