Polisi: Separatis Papua serang warga sipil, tewaskan 7 orang
2023.10.17
Jakarta
Polisi mengatakan pada Selasa (17/10) kelompok separatis Papua telah menyerang warga sipil di Distrik Seradala, Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan hingga menewaskan tujuh orang.
Serangan yang dilakukan kelompok separatis Papua pimpinan Asbak Koranue pada Senin tersebut menjadi insiden terburuk sejak Juli 2022, kata Kepala Operasi Damai Cartenz, yang merupakan gabungan TNI-Polri, Kombes Faizal Ramadhani.
Menurut Faizal, mayoritas korban tewas tersebut merupakan pendulang emas dari Sulawesi Selatan dan satu orang dari Sumatra Utara.
Faizal mengatakan bahwa pemimpin penyerangan, Asbak Koranue, merupakan bagian dari Kelompok Egianus Kogoya, yang merupakan bagian dari sayap bersenjata Organisasi Papua Merdeka, yang menamakan diri mereka Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).
"Mereka yang diselamatkan telah dievakuasi ke Polres Yahukimo untuk pendalaman lebih lanjut," ujar Faizal melalui keterangan tertulis, menambahkan bahwa evakusi dilakukan pada Selasa, sekaligus mengamankan 11 warga lainnya yang selamat.
Faizal mengungkapkan tim gabungan sempat mendapat gangguan tembakan dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) – istilah yang digunakan polisi dan tentara terhadap TPNPB– saat melakukan evakuasi.
“Mereka melakukan penembakan-penembakan terhadap tim kami. Terjadi kontak tembak selama satu setengah jam," ungkap Faizal.
Humas Satuan Damai Cartenz, AKBP Bayu Suseno, mengatakan bahwa banyaknya warga non-Papua yang tewas karena para pendatang tersebut menetap dan hidup di Distrik Seradala.
“Mereka diserang saat berada di sungai. Kalau mereka sedang mencari emas semua, saya tidak tahu,” jelasnya kepada BenarNews.
Bayu mengungkapkan kelompok separatis pimpinan Egianus Kagoya aktif melakukan penyerangan dan gangguan keamanan di beberapa wilayah Provinsi Papua Pegunungan, antara lain di Nduga, Yahukimo dan Kenyam.
“Kami dari Satuan Tugas Operasi Damai Cartenz akan terus melakukan upaya penegakan hukum dan melakukan pengejaran sehingga para pelaku dapat kita tangkap dan mempertanggungjawabkan perbuatannya di muka umum,” jelasnya.
Bayu belum dapat menjelaskan lebih jauh soal motif yang dilakukan kelompok Egianus Kogoya menyerang warga sipil.
“Motif akan diketahui saat pelaku kejahatan ditangkap,” imbuhnya.
TPNPB tuduh pekerja sebagai mata-mata TNI
Juru bicara TPNPB Sebby Sambom mengatakan kelompoknya adalah pelaku pembunuhan tersebut karena menilai para pekerja tersebut sebagai mata-mata TNI.
“TPNPB Yahukimo bertanggung jawab atas pembunuhan terhadap tujuh anggota intelijen TNI yang pekerja tambang emas ilegal,” jelas Sambom dalam keterangannya kepada BenarNews.
Sambom mengatakan warga sipil yang bekerja sebagai tukang, pekerja proyek dan penambangan telah diperingatkan untuk meninggalkan wilayah konflik bersenjata antara TPNPB dan TNI/Polri.
“Kepada warga sipil non-Papua, jangan Anda mendengar TNI dan Polri yang mereka memperkerjakan kalian, tapi nyawa kalian mereka tidak bisa ganti,” ucap Sambom.
Kepala Kantor Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas tragedi kekerasan kelompok sipil yang mengakibat tujuh orang meninggal dunia.
Komnas HAM Papua meminta kelompok yang kerap kali melakukan kekerasan untuk mengubah perilakunya dengan bersedia untuk berdialog secara bermartabat.
“Atas tragedi kemanusian tersebut negara harus segera hadir untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat,” Frits kepada BenarNews.
Pengamat Papua dari Universitas Gadjah Mada. Gabriel Lele, mengatakan semua yang dicurigai dekat dengan aparat, termasuk orang asli Papua sekalipun, akan menjadi target Organisasi Papua Merdeka.
Menurut Gabriel, ini sudah lama terjadi sebagai bagian dari upaya menebar teror untuk menjaga kontrol teritorial.
“Repotnya lagi, aparat juga terkadang berpikiran sama sehingga masyarakat benar-benar terjepit,” jelasnya kepada BenarNews.
Peneliti Papua dari Badan Riset dan Inovasi Nasional Adriana Elisabeth mengatakan jika kelompok separatis Papua menargetkan pendatang, berarti ini merupakan bagian dari aksi anti-pendatang.
“Kalau orang asli Papua, mungkin ada persoalan hak kepemilikan tanah adat yang masih diperebutkan,” jelasnya kepada BenarNews.
Pada Juli tahun lalu, kelompok yang sama juga membunuh 11 warga sipil Papua di Kampung Nogolait, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan.
Human Rights Monitor, lembaga pemantau HAM yang berbasis di Jerman, pada Agustus melaporkan jumlah warga sipil di Papua yang tewas meningkat dari tahun 2021 sebanyak 28 orang menjadi 43 pada 2022 akibat pertempuran antara pasukan keamanan Indonesia dan TPNPB.
Dari jumlah itu, 38 orang tewas di tangan TPNPB dan lima lainya korban dari pihak separatis oleh aparat keamanan Indonesia.
Provinsi Papua Pegunungan, seperti juga provinsi-provinsi lainnya di Papua, kerap diwarnai konflik antara aparat keamanan Indonesia dan kelompok separatis bersenjata yang ingin melepaskan diri dari Indonesia, sejak Jakarta mengambil alih Papua dari kekuasaan kolonial Belanda pada tahun 1963.
Pada tahun 1969, di bawah pengawasan PBB, Indonesia mengadakan referendum Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Papua, yang hanya diwakili oleh sekitar 1.000 orang yang disebut telah diinstruksikan untuk memilih bergabung dengan Indonesia.
Hasil dari Pepera itu menjadikan Papua bagian dari Republik Indonesia hingga saat ini.
Nazarudin Latif berkontribusi dalam berita ini.