Kelompok Separatis Mengklaim Penyerangan Pekerja di Papua
2018.12.05
Jayapura & Jakarta
Kelompok yang mengklaim sebagai Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) mengaku bertanggung jawab dalam aksi penyerangan yang menewaskan setidaknya 19 pekerja konstruksi jembatan di pedalaman Papua, sementara itu Presiden Joko “Jokowi” Widodo memerintahkan TNI-Polri untuk menangkap pelaku penembakan tersebut.
“Panglima Daerah TPNPB Makodap III Ndugama, Egianus Kogeya adalah orang yang bertanggung jawab dalam penyerangan pekerja jembatan yang sebenarnya adalah anggota TNI dari Denzipur,” kata juru bicara TPNPB, Sebby Sembom, melalui telepon kepada BeritaBenar, Rabu, 5 Desember 2018.
Menurut Sebby, pelaksana operasi serangan adalah Pemne Kogeya. Serangan dilakukan di kali Aworak, Kali Yigi dan Pos TNI Distrik Mbua di Kabupaten Nduga pada Sabtu dan Minggu lalu, sehingga menewaskan sejumlah pekerja dan seorang angggota TNI.
Sebelumnya, Polda Papua menyebut pekerja konstruksi jembatan yang tewas berjumlah 31 orang.
Namun, Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam pernyataan di Istana Negara pada Rabu siang, menyatakan korban tewas yang diketahui berjumlah 19 pekerja dan satu personel TNI.
Sebby membantah keterangan aparat Indonesia yang menyebutkan para pekerja dibunuh dengan cara eksekusi.
“Itu adalah serangan bersenjata. Ada kontak tembak. Bukan eksekusi. TPNPB sudah cukup lama memantau para pekerja di Kali Awarok dan Kali Yigi. Mereka itu anggota militer, Denzipur. Bukan pekerja sipil,” ujarnya.
TPNPB, lanjutnya, sudah tahu bahwa yang bekerja di Jalan Trans-Papua dan jembatan-jembatan di sepanjang Jalan Habema, Juguru, Keneyam hingga Batas Batu merupakan anggota Denzipur.
“Tiga bulan lebih, kami telah memantau pekerja jembatan Kali Aworak, Kali Yigi dan Pos Mbua. Kami sudah lengkap mempelajari para pekerja di sana adalah satu kesatuan,” tegasnya.
Dalam pernyataan tertulis yang juga diperoleh BeritaBenar, Sebby menyatakan sasaran serangan TPNPB tidak salah karena bisa “membedakan antara pekerja sipil dan anggota Denzipur meski mereka berpakaian preman.”
"Kami siap bertanggung jawab terhadap penyerangan Pos TNI Mbua. Pimpinan sampai anggota TPNPB Komando Nasional punya kode etik perang revolusi. Kami tidak akan berperang melawan warga sipil," ujarnya.
Kirim pasukan tambahan
Guna memperkuat pasukan gabungan TNI-Polri yang telah dikerahkan ke Nduga, Kodam XVII/Cenderawasih mengirim tambahan satu kompi personel Yonif 751/VJS Sentani.
“Para prajurit TNI sudah berada di Wamena setelah diterbangkan dari Sentani dengan pesawat Hercules,” kata Pangdam Cenderawasih, Mayjen Joshua Sembiring, Rabu.
Sebelumnya, 169 aparat TNI-Polri, empat helikopter, sudah dikerahkan ke Nduga untuk mengevakuasi para korban.
Tapi, hingga Rabu, korban tewas belum berhasil dievakuasi karena sulitnya medan dan kabut.
Kapendam Cenderawasih, Kolonel Muhammad Aidi menyebutkan pada Selasa, TNI-Polri telah mengevakuasi 12 orang dari Distrik Mbua di Nduga.
Tiga dari mereka merupakan pekerja PT. Istaka Karya yang mengalami luka tembak dan delapan lainnya adalah petugas Puskesmas dan guru.
Di hari yang sama, jenazah anggota TNI Sersan Dua Handoko juga telah dievakuasi. Saat proses evakuasi, helikopter yang digunakan sempat ditembaki kelompok TPNPB.
“Anggota kami hari ini mulai bergerak dari Mbua ke Yall dan Yigi. Perjalanan sekitar tiga empat jam berjalan kaki. Kemarin tidak bisa karena kabut,” papar Danrem 172/PWY, Kolonel Inf. Jonatan Binsar Sianipar, Rabu.
Menurutnya, tim gabungan terus berupaya mendekat ke Yall dan Yigi. Namun, kontak senjata masih terjadi di wilayah ketinggian sebelum memasuki lokasi.
“Pertama 149 personel, tadi pagi ditambah 100 orang, lalu ada 15 anggota TNI yang menggunakan heli,” katanya.
Pernyataan Jokowi
Di Jakarta, Presiden Jokowi mengatakan dia telah memerintahkan TNI-Polri untuk mengejar dan menangkap para pelaku penyerangan yang disebutnya sebagai “biadab.”
“Saya tegaskan bahwa tidak ada tempat untuk kelompok-kelompok kriminal bersenjata seperti ini di tanah Papua maupun di seluruh pelosok tanah air,” ujarnya, dalam jumpa pers di Istana Negara, Rabu.
Dia juga memastikan pembangunan jalan Trans-Papua sepanjang sekitar 4.600 kilometer tetap dilanjutkan karena pemerintah akan terus berupaya membangun provinsi paling timur Indonesia itu.
“Kita juga tidak akan pernah takut. Dan ini malah membuat tekad kita kian membara untuk melanjutkan tugas besar kita membangun tanah Papua,” kata Jokowi.
Namun, akibat penembakan itu, pembangunan jalan Trans-Papua dihentikan sementara, sambil menunggu kepastian keamanan di sepajang jalan dari Habema ke Mugi di Nduga, kata Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional XVIII Jayapura, Osman Marbun.
“Kita menghentikan sementara pembangunan jembatan ini, tapi kegiatan pembangunan lain di seluruh Papua tetap berjalan, sesuai target yang direncanakan,” katanya.
Sesuai Prinsip HAM
Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik mendesak aparat berwenang untuk menuntaskan kasus penembakan pekerja jembatan itu sesuai aturan hukum dan prinsip HAM.
“Tindak pelaku sesuai hukum yang berlaku dan dalam koridor HAM,” katanya kepada wartawan di Kantor Komnas HAM, Rabu.
Komnas HAM juga meminta pemerintahan Jokowi dapat memastikan perlindungan serta menanggung biaya pemulihan fisik dan nonfisik kepada korban dan saksi.
"Pemerintah perlu melakukan upaya pencegahan dengan melibatkan berbagai elemen pusat dan daerah dan masyarakat agar peristiwa yang sama tidak terulang," ujarnya.