JPU di Sidang Simpatisan ISIS Yakin Bisa Menjerat dengan Perppu Antiterorisme
2015.10.20
Jakarta
Jaksa Penuntut Umum dalam kasus simpatisan jaringan Negara Islam di Suriah dan Irak (ISIS) meyakini akan dapat menjerat salah satu terdakwa dengan tetap menggunakan dasar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1/2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Jaksa Iwan Setiawan mengatakan perbuatan terdakwa Helmi Muhammad Alamudi alias Abu Royan dalam membantu dan memfasilitasi pemberangkatan sejumlah warga Indonesia ke Suriah sudah bisa dikategorikan dalam pasal membantu terjadinya permufakatan jahat aksi teror.
Dalam sidang lanjutan pada Selasa, 20 Oktober di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, pembacaan keberatan (eksepsi) disampaikan oleh kubu terdakwa Helmi Alamudi. Tim kuasa hukum terdakwa yang diketuai Achmad Michdan mempersoalkan penggunaan Perppu Terorisme dalam kasus ini.
Michdan dan kawan-kawan antara lain menyebut dakwaan Jaksa mengaitkan tindakan Helmi memberangkatkan sekelompok orang ke Turki dan Suriah dengan aksi teror sebagai ‘imajinatif dan menyesatkan’.
“Dakwaan ini adalah bagian dari sikap Islamofobia dan kriminalisasi Umat Islam… Keinginan untuk menegakkan syariat Islam mestinya dipahami sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin oleh Undang-undang,” kata Michdan saat membacakan eksepsi.
Helmi, warga Malang Jawa Timur, ditangkap Maret lalu dengan sangkaan mendanai keberangkatan belasan warga Indonesia menuju Turki dan Suriah untuk bergabung dengan ISIS.
Namun menurut kuasa hukum tak ada kaitan antara keberangkatan itu dengan dakwaan teror yang dituduhkan pada Helmi.
“JPU tak dapat menjelaskan unsur permufakatan jahat terhadap terdakwa dengan kegiatan membeli tiket untuk keberangkatan sejumlah WNI ke Turki,” demikian antara lain bunyi pernyataan keberatan kuasa hukum.
Pada bagian lain eksepsi dipertanyakan pula kewenangan hukum Indonesia untuk mengadili kasus dugaan pidana terorisme yang terjadi di Suriah.
“JPU tidak dapat menggunakan Perppu Terorisme untuk mengadili kasus yang bukan terjadi di dalam yurisdiksi hukum Indonesia.”
Azas kriminalitas ganda
Usai sidang Jaksa Iwan Setiawan mengaku sudah mengantongi dasar hukum terhadap pasal-pasal yang dipersoalkan kuasa hukum.
Pelanggaran pidana yang dilakukan Helmi membantu sekelompok orang menuju Suriah dianggap jelas menunjukkan keberpihakan dan upaya aktif untuk membantu kampanye ISIS di Suriah dan sekitarnya.
“Dengan uraian ini, pembelian tiket itu jelas upaya membantu dan juga menyediakan dana. Dan bantuan ini kan muncul karena terdakwa sudah bermufakat dengan para terdakwa lain yang hendak bergabung dengan ISIS,” tukas Iwan pada BeritaBenar.
Iwan mengakui salah satu dasar hukum dakwaan tentang pelarangan ideologi ISIS di Indonesia baru diputuskan oleh PN Jakarta Pusat Oktober tahun lalu. Padahal keberangkatan ke Suriah dengan bantuan terdakwa sudah terjadi pada bulan Maret pada tahun 2013.
“Yang harus diingat adalah pemerintah Suriah sudah menyatakan ISIS sebagai organisasi terror yang dilarang sejak 2012, itu kita kutip juga (sebagai dasar hukum),” tambah Iwan.
Pemakaian dasar hukum ini dianggap sah karena sistem hukum Indonesia menurut Iwan menganut azas kriminalitas ganda (double criminality) sebagaimana diakui dalam Pasal 4 Perppu Terorisme .
“Ini adalah Azas hukum pidana internasional dimana seseorang yang melakukan (tindak) pidana di luar yurisdiksi pidana Indonesia selama tindakan itu di Indonesia dianggap sebagai pelanggaran pidana bisa juga diadili di Indonesia. Syaratnya sepanjang pelakunya adalah WNI,” kata Iwan.
Sejumlah pengamat telah sejak awal memperkirakan pemakaian pasal dalam Perppu tentang Tindak Pidana Terorisme akan menimbulkan persoalan dalam kasus dakwaan simpatisan ISIS. Disamping karena lokasi kejadian yang jauh berada di luar wilayah hukum aparat Indonesia, sikap mendukung ideologi tertentu selain komunisme tak secara tegas diatur dalam undang-undang.
Keterangan saksi
Sementara itu pada hari yang sama PN Jakarta Barat juga menggelar sidang lanjutan dengan enam terdakwa kasus simpatisan ISIS. Pada sidang terdahulu para terdakwa yakni Saeful Jambi, Koswara, Aprium Hendri, Abdul Hakim Munabari, Ridwan Sungkar dan Ahmad Junaedi antara lain dituding berperan merekrut, membantu dan berangkat ke Suriah untuk mendukung kampanye ISIS.
Saksi pertama yang dihadirkan dalam persidangan adalah Aries Rahardjo alias Afief Abdul Majid alias Abu Ridwan yang sudah dijatuhi hukuman empat tahun penjara dalam kasus terkait terorisme.
Namun yang mengejutkan dalam vonis yang diumumkan di PN Jakarta Pusat Juni lalu itu, Abu Ridwan dinyatakan tak terbukti menjadi anggota ISIS meski yang bersangkutan telah mengakui di melakukan baiat (sumpah setia) terhadap kepemimpinan Abu Bakar Al-Baghdadi, pemimpin dan pendiri ISIS, di persidangan. Dia hanya dinyatakan terbukti menyediakan dana terkait tindak pidana terorisme.
Dalam kesaksiannya di siding hari Selasa, Ridwan yang sudah dua kali mengunjungi Suriah mengaku tak kenal para terdakwa meski sebagian sudah pernah berangkat pula ke Suriah.
Sidang dengan agenda mendengar keterangan saksi akan dilanjutkan Selasa pekan depan.