Afiliasi Pelapor Ahok Menjadi Pertanyaan
2017.01.03
Jakarta
Sidang kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama kembali digelar, Selasa, 3 Januari 2017, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi pelapor.
Persidangan keempat yang digelar di auditorium Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, mendapat pengawalan lebih ketat aparat kepolisian yang mengerahkan sekitar 2.500 personel karena tetap diwarnai aksi demonstran dari penentang dan pendukung Ahok.
Sedangkan dalam tiga kali sidang sebelumnya yang dilaksanakan di bekas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di Jalan Gajah Mada, polisi mengerahkan sekitar 2.000 personel pengamanan.
Kendati majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang diketuai oleh Dwiarso Budi Santiarto menyatakan sidang terbuka untuk umum, namun televisi dilarang menyiarkan secara langsung proses persidangan.
Malah, wartawan hanya diberi kesempatan mengabadikan gambar saat Ahok memasuki ruang sidang. Setelah itu, seluruh awak media diperintahkan untuk meninggalkan ruang sidang.
Para saksi yang didengarkan keterangannya yakni Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Daerah Front Pembela Islam (DPD FPI) Jakarta Novel Chaidir Hasan Bamukmin, Gus Joy Setiawan, Muh. Burhanudin, Habib Muchsin, dan Syamsu Hilal.
Suasana berjalan alot selama proses persidangan. Bahkan para saksi yang diperiksa juga dikonfrontir dengan terdakwa lewat pertanyaan-pertanyaan yang diajukan penasihat hukumnya dan Jaksa penuntut Umum (JPU).
Usai memberikan keterangan di persidangan, Novel mengatakan, dia dicecar sejumlah pertanyaan terkait dimana memperoleh rekaman video pidato Ahok. Dia juga diminta menerangkan alasannya melaporkan Ahok.
“Di depan majelis hakim saya menyampaikan data-data bahwa Ahok sudah menyerang Islam. Ternyata Ahok bukan sekali mengutip surat Al Maidah, tapi berkali-kali. Bahkan sebelum di Pulau Seribu, sebelumnya juga di Partai Nasdem tanggal 21 September,” katanya.
Karena itu, dia akhirnya memutuskan melaporkan Ahok ke polisi. Di persidangan Novel menyerahkan bukti dan buku-buku yang ditulis Ahok karena dinilainya telah melukai umat Islam di Indonesia.
Ahok sendiri mengatakan bahwa ia tidak pernah berniat menistakan agama Islam sehubungan dengan kutipannya terhadap surat Al Maidah tersebut.
Berafiliasi politik
Tim kuasa hukum Ahok menilai laporan Novel hanya bersifat sentimen dan kebencian pada kliennya. Bahkan Novel dianggap tak punya dasar hukum untuk melaporkan Ahok ke polisi.
Pelaporan Novel dan rekan-rekannya yang tergabung dalam kelompok “Jakarta Tanpa Ahok”, menurut kuasa hukum Ahok, dilakukan sebelum Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa bahwa Ahok telah menyinggung umat Islam dengan pernyataannya di Kepulauan Seribu, 27 September lalu.
Dalam press release yang dikeluarkan oleh penasehat hukum Ahok, misalnya, disebutkan bahwa dalam sebuah pertemuan pada awal September 2016, Novel mewakili FPI menyampaikan orasi provokatif seperti, “Yang tidak berani lawan Ahok akan masuk neraka. Salatnya, ibadahnya tidak akan diterima Tuhan. Lawan Ahok, sampai darah penghabisan, tidak usah takut.”
Dalam siaran pers tersebut juga disebutkan,“Saksi tidak mengetahui secara jelas atas kebenaran pidato Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu, karena isi pidato yang disampaikan tidak lengkap.”
Sirra Prayuna, seorang pengacara Ahok menyebutkan, pihaknya sejak awal mendalami setiap saksi pelapor yang dihadirkan JPU, terutama menyangkut netralitas mereka.
“Kita memang melihat apakah para saksi memiliki afiliasi atau tidak tentang apa yang dia tahu dan apa yang dialami dan dengar sendiri, menjadi fokus pertanyaan kami di persidangan,”ujarnya kepada wartawan saat istirahat.
Pengacara Ahok juga mempertanyakan afiliasi politik Novel. Ia dinilai punya kedekatan dengan partai tertentu, yang menjadi lawan politik Ahok dalam Pilkada Jakarta pada Februari nanti.
Mengenai hal itu, Novel membantahnya.
“Saya ini enggak ngerti politik, saya bukan orang partai politik. Coba Anda cek, saya enggak terlibat dukung-mendukung partai mana pun,” ujarnya.
Sementara, Gus Joy Setiawan – saksi lain – mengaku mendukung satu calon gubernur DKI Jakarta yang menjadi pesaing Ahok. Ia mengaku pernah hadir pada deklarasi Koalisi Advokat Rakyat untuk mendukung seorang kandidat yang maju dalam Pilkada DKI.
"Benar, hanya mendukung dengan doa dan hadir. Tapi setelah melapor (Ahok ke polisi) tidak berinteraksi dengan mereka, saya objektif," katanya.
Memanfaatkan ayat suci
Seorang saksi lain, Imam FPI DKI Jakarta Habib Muchsin berpendapat justru Ahok yang memanfaatkan surat Al-Maidah 51 untuk kepentingan politiknya.
Usai persidangan, Muchsin mengatakan, Ahok beberapa kali mengutip surat Al-Maidah 51. Padahal sebagai orang bukan ulama dan beragama Kristen, Ahok seharusnya tidak membawa-bawa ayat tersebut dalam agenda politiknya.
"Intinya kita tidak keluar dari surat Al Maidah ayat 51, bahwa Ahok mengatakan umat Islam dibohongi surat Al Maidah ayat 51. Ternyata Ahok berulang kali menggunakan ayat itu untuk kepentingan politik dia," ujarnya.
Hingga malam, sidang masih digelar tertutup untuk media. Pengunjung yang boleh menyaksikan, hanya mereka yang mendapat persetujuan dari polisi.
Kuota yang disediakan untuk pegunjung sidang hanya 100 orang. Jumlah penonton itu dibagi pendukung Ahok dan pendukung para pelapor.
Sidang yang berlangsung sejak 13 Desember 2016 ini akan dilanjutkan pada 10 Januari 2017 dengan laporan saksi lainnya.