Sidang Istri Santoso Hadirkan Dua Saksi

Senjata M16 yang pernah ditenteng Jumiatun menurut saksi ahli adalah standar senjata militer yang tidak boleh dimiliki individual, bahkan polisi.
Zahara Tiba
2017.03.06
Jakarta
170306_ID_Santoso'swife_1000.jpg Jumiatun Muslimayatun (kanan) menyimak keterangan saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin, 6 Maret 2017.
Zahara Tiba/BeritaBenar

Perempuan bertubuh mungil berbalut gamis hitam, bercadar dan mengenakan hijab panjang menjuntai itu, mantap melangkahkan kaki meski hanya beralas sandal jepit saat memasuki ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Senin, 6 Maret 2017.

Didampingi personel Detasemen Khusus (Densus) 88, Jumiatun Muslimayatun (23) alias Umi Delima – istri kedua Santoso, pimpinan utama kelompok militan bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT), duduk di kursi terdakwa kasus dugaan terorisme.

Santoso alias Abu Wardah telah tewas dalam baku tembak dengan pasukan TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tinombala di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, pada 18 Juli 2016.

Sebelum ditangkap pada 23 Juli 2016, Jumiatun ikut bergerilya bersama suaminya. Polisi mengatakan Jumiatun pernah ikut pelatihan MIT. Malah, perempuan asal Bima, Nusa Tenggara Barat, itu dipersenjatai senjata laras panjang jenis M16 beserta amunisi. Ketika kontak senjata yang yang menewaskan Santoso, Jumiatun ada bersama suaminya saat itu, namun dia berhasil melarikan diri.

Dalam persidangan kelima dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, Jumiatun tampak menyimak. Dari balik cadar hitam, ia tidak bisa menyembunyikan sorot matanya yang penuh selidik.

“(Dia) sering rewel. Maklum, pemikiran mereka kan tidak seperti kita,” ungkap seorang anggota Densus 88 yang tampak enggan untuk melanjutkan pembicaraan.

Anggota detasemen lain meminta BeritaBenar tidak mengambil foto ketika mereka mengawal Jumiatun masuk ke ruang sidang.

Seorang jaksa yang hadir pada persidangan juga meminta agar BeritaBenar tak mencantumkan nama, baik hakim, jaksa, maupun petugas detasemen yang mengawal.

“Kan tahu sendiri, kelompok mereka mungkin masih punya anggota. Tolong bantu jaga privasi kami,” ujarnya.

Perempuan itu bergabung bersama MIT, kelompok yang dilaporkan telah berbaiat pada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), pertengahan 2014 lalu. Ia adalah janda seorang mujahidin asal Bima. Jumiatun ke Poso dan bergabung bersama MIT karena ingin membalas dendam atas kematian suaminya yang ditembak mati aparat keamanan.

Keterangan saksi

Dalam sidang lanjutan tersebut, dua saksi ahli dari pusat laboratorium forensik (puslabfor) Sulawesi Selatan dihadirkan dan barang bukti yang disita aparat kepolisian saat mengamankan Jumiatun juga diperlihatkan ke depan majelis hakim.

Surya Pranowo, petugas puslabfor yang ahli di bidang amunisi dan bahan peledak mengatakan hasil uji laboratorium menunjukkan ada jejak gula merah dalam sisa campuran bahan peledak flash powder yang digunakan kelompok Santoso.

“Gula merah ditemukan dalam campuran bahan peledak untuk menimbulkan nyala api, karena mengandung sukrosa dan berfungsi sebagai bahan bakar,” ujarnya.

“Kalau misalnya mau membakar bangunan, bisa ditambahkan gula merah dalam campuran bahan peledak.”

Surya juga membeberkan beberapa jenis bahan kimia yang digunakan kelompok MIT dalam meramu flash powder, antara lain potasium klorat dan sulfur.

“Bahan-bahan ini bisa dibeli di toko yang menjual bahan-bahan kimia,” ujar Surya.

Flash powder yang diracik kelompok Santoso ini, lanjut Surya, berdaya ledak rendah (low explosives).

“(Jangkauannya) di bawah 300 meter per detik atau di bawah kecepatan suara. Tapi tentunya konsentrasi bahan peledak menentukan besar kecilnya ledakan,” jelas Surya.

Barang bukti

Sepucuk senjata api laras panjang M16 bernomor seri 1425009 berwarna perak hitam dan lima butir peluru yang diamankan petugas juga dibawa ke persidangan.

“Hasil pemeriksaan fisik, senjata tersebut pernah digunakan untuk menembak,” ujar Supriadi, saksi ahli balistik dari puslabfor Sulawesi Selatan.

“Saya juga menguji dua dari lima peluru itu dan masih aktif. Kalau terisi penuh, magasin berisi 20 butir untuk jenis senjata ini. Ketika disita, isinya hanya lima. Baik senjata maupun pelurunya masih bagus.”

M16 jenis ini sendiri, lanjut Supriadi, adalah senjata standar militer.

“M16 laras panjang ini bukan senjata yang boleh dimiliki perorangan. Bahkan kepolisian pun tidak memiliki senjata jenis ini,” tambah Supriadi yang juga pernah diminta memeriksa senjata antitank dari Amerika Serikat serta sepucuk revolver SS yang pernah dimiliki kelompok Santoso.

Hakim tampak mengungkapkan rasa takjubnya tentang keberadaan senjata-senjata tersebut.

“Banyak juga senjata yang dimiliki kelompok ini ya. Entah bagaimana mereka mendapatkannya. Meski tidak bisa dimiliki publik, tapi nyatanya ada,” ujar ketua majelis hakim.

Kuasa hukum Jumiatun, Kamsi, bersikeras bahwa kliennya tidak bersalah dan hanya melakukan tugas sebagai seorang istri.

“Dia menyusul suaminya ke hutan karena kewajibannya sebagai seorang istri. Tidak ada hubungannya dengan membantu perjuangan kelompok tersebut,” ujarnya kepada BeritaBenar usai sidang.

Sidang lanjutan dijadwalkan untuk digelar Senin mendatang, 13 Maret 2017, dengan agenda masih pemeriksaan para saksi.

Dalam persidangan perdana, jaksa penuntut umum mendakwa Jumiatun dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Apabila terbukti, dia terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.