Pengacara Desak Sidang Adil Bagi 2 Tersangka Pembunuhan Kim Jong-nam
2017.04.13
Kuala Lumpur
Pengacara kedua perempuan yang didakwa membunuh saudara tiri pemimpin Korea Utara, hari Kamis menuduh pihak berwenang Malaysia menahan bukti untuk pembelaan klien mereka, termasuk pernyataan dari tiga warga Korea Utara yang telah diizinkan untuk pulang.
Siti Aisyah, warga negara Indonesia, dan Doan Thi Hoang, warga negaraVietnam, hadir dalam sidang hari Kamis di pengadilan Sepang di bawah pengamanan ketat. Mereka berpotensi menghadapi hukuman mati atas tuduhan meracuni Kim Jong Nam dengan zat kimia berbahaya yang telah dilarang penggunaannya secara internasional, di bandara Kuala Lumpur dua bulan lalu.
Para pengacara yang mewakili kedua perempuan itu menyerukan persidangan yang adil dan mengatakan polisi tidak menanggapi permintaan mereka untuk memperlihatkan bukti penting dalam kasus tersebut, termasuk rekaman CCTV dari bandara yang merekam kejadian itu dan kesaksian tiga pria Korea Utara yang diberikan kepada polisi, yang oleh pihak berwenang Malaysia sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam pembunuhan Kim.
“Tidak boleh ada peradilan yang menjebak,” kata Gooi Soon Seng, pengacara Aisyah, di persidangan tersebut.
Gooi menambahkan bahwa Ri Ji U (juga dikenal sebagai James), salah satu dari tiga warga Korea Utara yang diizinkan untuk kembali ke Pyongyang pada 30 Maret bersama dengan jenazah Kim, sebagai bagian dari kesepakatan yang mengakhiri perseteruan diplomatik Malaysia –Korea Utara selama enam minggu setelah pembunuhan pada tanggal 13 Februari tersebut, adalah “sentral untuk pembelaan kami.”
Korea Selatan, Amerika Serikat dan bahkan perdana menteri Malaysia telah menuduh pemerintah Korea Utara berada di balik pembunuhan saudara tiri dari diktator Kim Jong Un tersebut.
“James memainkan peran kunci dalam pembelaan kami, terutama [untuk] Siti Aisyah,” kata pengacara itu.
“Mereka bukan orang yang dicari lagi .... Jadi kami harus diizinkan untuk memiliki akses ke pernyataan-pernyataan itu. Keadilan harus terbukti ditegakkan, dan yang penting, bagi terdakwa untuk disidang secara adil,”kata Gooi.
Kepala polisi: ‘Kami selalu bekerja sama dengan para penasihat’: Kepala Polisi
Dalam persidangan selama 30 menit itu, jaksa Muhammad Iskandar Ahmad menanggapi dengan menyatakan bahwa pernyataan yang direkam oleh polisi tersebut diklasifikasikan sebagai “dokumen hak istimewa” di bawah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Malaysia, dan karena itu polisi tidak diwajibkan untuk menyerahkan kepada pihak pengacara.
Hakim Harith Sham Mohamed Yasin menunda persidangan tersebut hingga 30 Mei setelah mendapatkan kecaman dari pihak kuasa hukum terdakwa tentang dugaan kegagalan polisi untuk membantu mereka dengan menyediakan informasi-informasi terkait kasus, dan jaksa meminta waktu untuk menyelesaikan dokumen yang diperlukan.
Doan dan Aisyah, keduanya didakwa dengan pembunuhan pada 1 Maret. Terlepas dari tiga warga Korea Utara yang diinvestigasi oleh polisi dan diperbolehkan pulang akhir bulan lalu, pihak berwenang Malaysia mendakwa empat warga Korea Utara lainnya dalam pembunuhan Kim. Para tersangka itu diyakini telah melarikan diri dari Malaysia pada hari Kim diserang di Bandara Kuala Lumpur International 2.
Namun demikian, nama keempat laki-laki tersebut tidak diidentifikasi dalam lembar dakwaan.
Hisyam Teh Poh Teik, pengacara yang mewakili Doan, mengatakan kepada pengadilan bahwa ia telah meminta polisi untuk memberikan bukti seperti foto dan rekaman komunikasi pada dua ponsel yang disita dari kliennya.
“Kedua ponselnya telah disita dan polisi harus mengungkapkan rekaman yang ada karena itu memiliki informasi vital dan penting mengenai kasus ini,” katanya.
Di tempat lain, kepala polisi Malaysia Khalid Abu Bakar menanggapi keluhan dari pengacara tersebut dengan menyarankan bahwa permintaan mereka mungkin tidak melalui saluran yang tepat.
“Itu tidak mungkin karena kami selalu bekerja sama dengan para penasihat hukum dalam hal memberikan dokumen kepada mereka,” katanya kepada wartawan di Kuala Lumpur. “Ini pasti ada masalah komunikasi.”
Namun, Khalid mengatakan, tidak semua dokumen yang berkaitan dengan kasus tersebut bisa serta merta diberikan.
“Terserah kita, dengan izin dari Jaksa Agung dokumen mana yang bisa diberikan dan mana yang tidak. Anda tidak bisa mendapatkan semuanya,”kata inspektur jenderal polisi itu.
Penyidik merasa puas dengan informasi yang diberikan oleh tiga warga Korea Utara dan kasus itu tidak terganggu dengan keputusan Malaysia untuk membiarkan mereka pulang, Khalid menambahkan.
Sepupu katakan tersangka tak bersalah
Kedua perempuan muda, yang adalah satu-satunya tersangka yang saat ini ditahan dalam kasus yang penuh misteri dan telah menjadi berita utama dunia ini, telah mengatakan kepada polisi bahwa mereka ditipu untuk melakukan pembunuhan itu. Mereka mengira sedang berpartisipasi dalam sebuah acara reality show TV.
Keduanya tertangkap rekaman CCTV dalam insiden penyerangan tersebut, menurut polisi. Tiga warga Korea Utara yang ditanyai oleh polisi dan empat warga Korea Utara lainnya yang melarikan diri negara itu pada 13 Februari juga tertangkap kamera CCTV di bandara pada hari itu.
Seorang sepupu Doan, Tran Huy Hoang (23), yang berada di Sepang untuk sidang hari Kamis itu, kepada wartawan di luar gedung pengadilan mengatakan keluarganya percaya dia dijebak.
“Dia tidak akan ikut dalam plot itu jika dia tahu itu kejahatan," kata Tran.
Doan, ujarnya, sudah lulus dari sebuah universitas di Vietnam dan bisa berbahasa Inggris dan Korea.
Tran, dilarang memasuki ruang pengadilan dan juga gedung pengadilan karena ia tidak didampingi ayah Doan.
Sang ayah, Doan Van Thanh, telah disarankan oleh putrinya untuk tetap tinggal di kedutaan Vietnam di Kuala Lumpur untuk keselamatan dirinya, kata Tran kepada wartawan.
Tran mengatakan, ia dan pamannya telah tiba di Malaysia pada hari Senin dan bertemu dengan Doan selama satu jam hari Rabu.
Dia tampak sehat dan makan dengan baik, kata Tran.
“Dia ingin ayahnya untuk tinggal di kedutaan sampai ayahnya kembali ke Vietnam,” katanya.
Tran Huy Hoang berbicara kepada wartawan di luar kompleks pengadilan di Sepang, Malaysia, 13 April 2017. [N. Natha/BeritaBenar].