Pasca Bentrok, Ribuan Warga Aceh Singkil Mengungsi ke Sumut
2015.10.14
Banda Aceh
Berutu (49) memilih tetap bertahan di rumah kendati perasaannya was-was. Istri dan tiga anaknya sudah mengungsi bersama warga lain ke Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, sejak Selasa sore, 13 Oktober.
Dengan menumpang mobil pick-up bersama delapan warga lain, istri dan ketiga anak Berutu pergi dari Kecamatan Danau Paris, Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, ke Tapanuli Tengah. Mereka ditampung di gedung sekolah bersama ribuan pengungsi lain.
Hingga Rabu malam 8.000 warga Aceh Singkil dilaporkan telah mengungsi ke Tapanuli Tengah dan Kabupaten Pakpak Bharat setelah terjadi bentrok massa yang menewaskan seorang warga dan empat lainnya terluka, termasuk seorang personel TNI.
Kerusuhan terjadi menyusul pembakaran gereja Huria Kristen Indonesia (HKI) di Desa Suka Makmur, Kecamatan Gunung Meriah, Selasa pagi.
Warga, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak mengungsi karena khawatir akan terjadi bentrokan susulan. Mereka menggunakan mobil pick-up, mobil pribadi, sepeda motor dengan barang bawaan seadanya. Pengungsian terjadi hingga menjelang Rabu pagi.
“Banyak perempuan dan anak-anak di kampung saya sudah mengungsi,” ujar Berutu kepada BeritaBenar, Rabu siang.
“Mereka takut. Saya juga takut, tapi harus bertahan untuk menjaga rumah dan harta benda. Apalagi sejumlah lelaki dewasa memutuskan tidak mengungsi.”
Dari rumahnya, Berutu menyaksikan ribuan warga yang menyelamatkan diri karena untuk menuju perbatasan Aceh dan Sumatera Utara harus melewati Danau Paris. Dia memperkirakan jumlah pengungsi hingga Selasa malam mencapai 3.000 orang.
Berutu mengaku bahwa dia dan sekitar 30 warga lain tidur di kantor Komando Rayon Militer (Koramil) Danau Paris pada Selasa malam. Sebenarnya antara Danau Paris dan lokasi bentrokan di Desa Dangguran, Kecamatan Simpang Kanan, jaraknya sekitar 30 kilometer.
Ditampung di dua lokasi
Redima Gultom dari LSM Aliansi Sumut Bersatu yang dihubungi BeritaBenar melalui telepon mengatakan para pengungsi ditampung di dua lokasi terpisah. Sampai Rabu malam, menurutnya, sekitar 7.000 orang berada di Tapanuli Tengah dan 1.000 lagi ditampung di Pakpak Bharat.
“Saya mendengar kabar bahwa banyak juga warga yang mengungsi di gereja-gereja di Aceh Singkil,” tutur Redima, yang mengaku sedang berada di perbatasan Aceh dan Sumatera Utara untuk membantu para pengungsi.
“Diantara warga yang mengungsi ada juga umat Muslim,” tambah Redima.
Menurut dia, pemerintah setempat sudah menyalurkan bantuan logistik kepada para pengungsi. Beberapa lembaga sosial juga sudah mulai membantu pengungsi. Tetapi, kebutuhan anak-anak dan bayi masih sangat diperlukan, terutama susu.
Pelaksana Tugas Gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi menyebutkan bahwa pihaknya akan memenuhi kebutuhan pengungsi dan menjamin keamanan mereka.
“Saya sudah berkoordinasi dengan Bupati Tapanuli Tengah dan Pakpak Bharat untuk memastikan distribusi logistik kepada pengungsi lancar,” katanya kepada wartawan di Medan.
“Kita harus tetap menjaga kerukunan di Sumatera Utara.”
Hubungan warga sangat baik
Berutu yang berprofesi sebagai seorang guru menjelaskan hubungan antara Muslim dan Kristen di Aceh Singkil terjalin dengan baik. Mereka hidup secara berdampingan tanpa ada persoalan.
Ia sama sekali tak menyangka terjadi bentrokan berdarah yang merenggut nyawa seorang warga.
Menurut dia, situasi di Aceh Singkil telah kembali normal. Aparat keamanan terlihat berpatroli dan berjaga-jaga di tempat-tempat strategis. Polisi dibantu TNI melakukan patroli dengan menggunakan truk dan sepeda motor. Sebagian aparat bersenjata lengkap.
“Saya dan warga lain hanya berharap semoga situasi cepat kondusif dan pemerintah dapat menyelesaikan masalah yang ada,” tutur Berutu, yang lahir dan besar di Danau Paris.
‘Jangan pernah terulang’
Gubernur Aceh Zaini Abdullah yang mengunjungi Aceh Singkil pada hari Rabu berharap hubungan antar-umat beragama tetap terjadi dan masalah yang ada segera diakhiri.
"Hendaknya ini yang terakhir. Jangan pernah terulang lagi. Dan kita jadikan peristiwa ini sebagai pedoman untuk kita bina toleransi dan membangun Singkil, membangun Aceh,” katanya seperti dikutip aceh.tribunnews.com.
Pernyataan itu disampaikan ketika Zaini bertandang ke rumah orangtua Samsul (25), korban tewas akibat terkena tembakan senapan angin saat terjadi bentrokan di Desa Dunggaran, Kecamatan Simpang Kanan, Selasa siang.
"Apa yang terjadi di Singkil ini, dampaknya bukan cuma sebatas Singkil, tapi juga bisa meluas ke seluruh Aceh, juga ke bagian lain Indonesia. Juga akan mengganggu roda perekonomian, karena ribuan warga mengungsi ke luar Singkil dan ada pula warga Singkil di Medan yang takut kembali ke daerahnya," ujar bekas Menteri Luar Negeri Pemerintahan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di pengasingan.
Dia berjanji akan menyelesaikan persoalan yang sudah berlarut-larut di Aceh Singkil.
"Komitmen ini kami tunjukkan dengan datangnya kami langsung ke lokasi," katanya.
Zaini juga meminta agar semua pihak menahan diri dan tetap tenang.
Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Aceh Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol) Husein Hamidi, yang ikut dalam rombongan Gubernur Aceh, menyebutkan sejauh ini ada 45 warga yang sedang diperiksa polisi terkait bentrokan massa. Tapi, belum ada seorang pun yang ditetapkan sebagai tersangka.
Ia mengatakan untuk mengantisipasi meluasnya kerusuhan, polisi telah memblokade perbatasan antara Aceh dan Sumatera Utara agar tak ada pengerahan massa masuk ke Singkil.