Siswa SMA yang Mengejar Pelaku Teror Dapat Penghargaan
2017.02.28
Jakarta
Sepuluh siswa SMAN 6 Bandung yang mengejar pelaku teror bom dalam insiden di Kelurahan Arjuna, mendapat penghargaan dari Walikota Bandung Ridwan Kamil, Selasa, sementara pada hari yang sama kepolisian menggelar konferensi pers mengajak masyarakat lebih berperan dalam pencegahan terorisme.
"Saya nyatakan SMA Negeri 6 sebagai SMA teladan di Bandung. Saya titip keteladanan diterjemahkan dalam keseharian," ujar Ridwan Kamil di SMA Negeri 6 Bandung seperti dikutip dari laman Kompas.com.
Sehari sebelumnya, Yayat Cahyadi (24), seorang terduga teroris ditembak mati anggota kepolisian di kantor kelurahan Arjuna Bandung ketika yang bersangkutan tidak mau menyerahkan diri setelah salah satu bom panci yang dibawanya meledak di sebuah taman dekat kantor kelurahan tersebut.
Dua siswa SMAN 6 yaitu Syafii Nurhikman (16) dan Lupy Muhamadtollah (17) sempat mengikuti Yayat masuk ke kantor kelurahan dan memintanya menyerah.
"Saya sempat bilang menyerahkan saja. Dia bilang, 'Enggak bisa'. Saya ajak duel. Saya bilang, kalau mau, buang pisaunya. Dia malah nantang. Dia bilang, 'Kalau berani sini'. Tapi dia malah ke atas (kantor kelurahan)," ungkap Lupy kepada Kompas TV.
Setelah Yayat naik dan bersembunyi di lantai dua, Lupi dan Syafii kemudian membantu mengevakuasi para pegawai kelurahan keluar dari dalam kantor karena banyak dari mereka yang panik.
Ajak masyarakat cegah terorisme
Sementara itu Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengajak masyarakat ikut berperan mencegah terorisme menyusul berkembangnya kelompok Jamaah Anshorut Daulah (JAD) dan Jamaah Anshorut Khilafah Daulah Nusantara (JAKDN) yang diduga terafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Polisi memperkirakan Yayat sebagai anggota JAD setelah yang bersangkutan saat dikepung berteriak meminta Detasemen Khusus Antiteror 88 (Densus 88) membebaskan para tahanan kasus terorisme,
“Kita berharap masyarakat tidak beri kesempatan kelompok-kelompok ini untuk eksis,” kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Boy Rafli Amar dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa, 28 Februari 2017.
Menurutnya, kelompok teroris sering menggunakan kedok agama seolah-olah mereka berjuang untuk agama.
“Padahal mereka sebenarnya melakukan kekerasan dengan semangat permusuhan dan semangat menyakiti,” kata Boy.
Walaupun pemerintah Amerika telah menetapkan JAD dan beberapa kelompok militan di Indonesia seperti Jamaah Islamiyah dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) sebagai organisasi teroris global, pemerintah Indonesia tidak menetapkan pelabelan seperti itu. Hal ini menyebabkan kelompok tersebut tetap legal sampai anggotanya melakukan aksi teror.
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. Hamidin, menyatakan kalau ada organisasi teroris yang didentifikasi dunia internasional, tidak ada persoalan bagi Indonesia.
“Didaftarkan menjadi kelompok teroris atau tidak, Indonesia selalu mengejar pelaku teroris,” ujarnya dalam wawancara dengan BeritaBenar pada 13 Januari 2017.
Sejauh ini, Indonesia belum memiliki regulasi untuk melabel organisasi teroris. Beleid yang terhitung preventif, baru direncanakan bakal ada dalam draf revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Pasal 43 A.
Pasal itu menyebutkan penyidik maupun penuntut punya kewenangan untuk menahan seseorang yang diduga terkait kelompok teroris maksimal enam bulan.
Barang bukti
Dalam penggerebekan yang dilakukan di rumah kontrakan Yayat di Desa Sirnagalih, Cianjur, polisi menemukan sejumlah barang bukti terkait jenis bahan peledak dan bom panci yang sebelumnya disiapkan.
“Ada beberapa panci pressure cooker yang belum digunakan. Ada dua panci cadangan, pressure cooker 1, solder, alat gunting, dan gulungan kabel yang nampaknya bagian dari sisa hasil perakitan bom yang telah dia lakukan,” jelas Boy.
Yayat sebelumnya sempat terjerat kasus terorisme dan divonis tiga tahun penjara. Ia dibebaskan tahun 2014 karena mendapat keringanan hukuman.
Eksistensi
Pengamat terorisme, Rakyan Adibrata menilai pelaku bom Bandung ingin menunjukkan eksistensi ISIS masih ada di tengah ketatnya pengawalan aparat keamanan menjelang kedatangan Raja Salman dari Arab Saudi.
“Ini momentum terbaik bagi mereka untuk eksis,” katanya kepada BeritaBenar.
Menurutnya, kelompok teroris sering menggunakan lokasi umum sebagai safe house sementara dimana masyarakat sifatnya individualis dan tidak bersosialisasi.
“Ini dianggap tempat paling efektif ditinggali orang dengan rencana aksi terorisme,” jelasnya.
Karenanya, masyarakat diimbau menghidupkan kembali silaturrahmi antar sesama terutama bagi pendatang baru untuk tahu sekelilingnya.
“Untuk pemilik kos misalnya jangan yang penting uang masuk atau uang kontrakan lancar, itu kebiasaan yang harus dihilangkan,” katanya.
Ia menambahkan, peran masyarakat penting untuk merangkul mantan pelaku terorisme agar mau berkumpul dan berinteraksi.
“Mantan narapidana atau keluarga narapidana terorisme jangan dikucilkan saat mereka kembali ke lingkungan awalnya,” ujarnya.
Sedangkan pakar terorisme dan inteligen dari Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya, menyayangkan polisi yang menembak mati Yayat karena akan mempersulit pengusutan.
“Dan lebih penting lagi sulit mengungkap mastermind jika ada. Karena bisa jadi pelaku adalah produk radikalisasi dari invisible hand,” katanya.