Polri Pastikan Suami Istri WNI Pelaku Bom Bunuh Diri di Filipina

Polisi menyebut seorang tersangka yang ditangkap Densus 88 minggu lalu di Padang telah merencanakan teror pada 17 Agustus 2019.
Arie Firdaus
2019.07.23
Jakarta
190723_ID_Church_Phil_1000.jpg Polisi dan tentara bersiaga di dekat sebuah kantong putih berisi serpihan tubuh pelaku bom bunuh diri, di dekat sebuah gereja yang mendapat serangan bom di Jolo, Provinsi Sulu, Mindanao, Filipina, 27 Januari 2019.
AFP

Kepolisian Indonesia (Polri) berhasil mengidentifikasi pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Jolo, Filipina Selatan, pada Januari lalu yaitu dua warga Indonesia (WNI) yang merupakan pasangan suami istri asal Sulawesi; Rullie Rian Zeke dan Ulfah Handayani Saleh.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Polri, Brigjen. Pol. Dedi Prasetyo mengatakan Selasa, 23 Juli 2019, bahwa kepastian itu didapat Polri setelah mendengar keterangan dua terduga teroris yang baru-baru ini ditangkap yakni Yoga dan Novendri.

Yoga yang disebut tokoh Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Kalimantan Timur ditangkap Kepolisian Malaysia, Juni lalu.

Sedangkan Novendri yang juga terafiliasi dengan JAD ditangkap pada Kamis pekan lalu di Padang, Sumatra Barat.

"Setelah menangkap Novendri dan Yoga, baru diketahui keterkaitan bahwa pelaku bom bunuh diri di Filipina adalah dua warga negara Indonesia," jelas Dedi kepada wartawan.

Kabar WNI sebagai pembom bunuh diri di Jolo pernah disampaikan militer Filipina pada 1 Februari 2019 atau lima hari setelah ledakan yang menewaskan 22 orang dan melukai sekitar 100 lainnya.

Dedi mengaku, kepolisian awalnya cukup kesulitan mengidentifikasi kedua pelaku bom bunuh diri itu lantaran tidak menemukan data pembanding hasil tes DNA yang sudah dilakukan otoritas Filipina.

Ditambah lagi keduanya diketahui memasuki wilayah Filipina secara ilegal sehingga data perjalanan tidak terekam baik.

"Aparat hanya mendapatkan informasi dari lima tersangka yang ditangkap di Filipina bahwa pelaku diduga orang Indonesia, dari logat dan kebiasaan yang disebut seperti orang Indonesia," lanjut Dedi.

Peneliti Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) Sidney Jones kepada BeritaBenar menyebutkan bahwa pasangan Rullie dan Ulfah sempat meninggalkan Indonesia untuk bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) pada Maret 2016 bersama ketiga anaknya, namun tertangkap otoritas Turki pada Januari 2017. Mereka lantas dideportasi ke Indonesia.

"Mereka sempat menjalani rehabilitasi singkat dan diizinkan pulang," kata Sidney, tanpa merinci lokasi dan durasi program deradikalisaisi yang dijalani pasangan suami istri itu.

BeritaBenar mencoba menghubungi Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terkait kabar ini tapi tak beroleh respons.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Polri Brigjen. Pol. Dedi Prasetyo (tengah) saat memberikan konferensi pers mengenai jaringan ISIS di dalam negeri, di Jakarta, 23 Juli 2019. (AFP)
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Polri Brigjen. Pol. Dedi Prasetyo (tengah) saat memberikan konferensi pers mengenai jaringan ISIS di dalam negeri, di Jakarta, 23 Juli 2019. (AFP)

Membangun ulang kekuatan

Kepolisian Filipina menuding pemimpin kelompok Abu Sayyaf, Hatib Hajan Sawadjaan, sebagai otak serangan gereja di Jolo.

Namun polisi tak memerinci latar belakang Hatib, kecuali menyebutnya sebagai anggota senior Abu Sayyaf.

Ia dikatakan sebagai penerus Isnilon Hapilon sebagai pimpinan ISIS regional.

Isnilon tewas dalam serbuan militer yang berlangsung selama lima bulan di Marawi, dua tahun lalu.

Meski telah berhasil menewaskan Isnilon, militer Filipina menyatakan gerakan kelompok radikal di Mindanao belum tuntas.

Sebagian simpatisan yang berasal dari luar negeri dilaporkan tengah membangun ulang kekuatan dari dalam hutan dengan mencoba merekrut sejumlah remaja lokal sebagai tentara.

Penasihat Keamanan Nasional Filipina, Hermogenes Esperon Jr.,pada Selasa mengatakan otoritas berniat memperpanjang operasi di wilayah Mindanao untuk setahun kedepan.

"Kami harus meningkatkan penyebaran perangkat teknik," katanya.

Rencana serangan 17 Agustus

Dedi menyebutkan Novendri (40) yang ditangkap Detasemen Khusus Antiteror 88 Polri (Densus 88) Kamis malam pekan lalu di Padang sudah menyiapkan rencana teror saat perayaan HUT kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2019.

Novendri disebut telah memantau sejumlah titik sasaran di wilayah Sumatra Barat dan mengikuti beberapa anggota kepolisian untuk mengukur kemungkinan merebut senjata api.

"Polda (Sumatra Barat) sudah disurvei, Polresta Padang, dan beberapa pos lalu lintas di Padang. Ia juga sudah merencanakan jenis bom yang dirakit untuk diledakkan. Sasarannya pada upacara 17 Agustus mendatang," kata Dedi.

"Ia juga pernah mencoba merakit bom di belakang rumah tapi gagal meledak."

Namun, Usman yang merupakan kakak Novendri, tidak yakin adiknya yang sehari-hari berjualan garam terlibat kegiatan terorisme.

"Saya tidak percaya adik saya seorang teroris. Dia adik yang baik, taat beragama, tidak mungkin dia teroris,"kata Usman seperti dikutip dari laman Kompas.com.

Novendri, tambah Dedi lagi, diketahui memiliki hubungan dengan banyak kelompok.

Tak cuma jaringan JAD lokal seperti JAD Lampung, Sibolga, dan Bekasi, ia juga dikatakan terkoneksi dengan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengah.

"Ia berperan menyalurkan dana untuk kegiatan kelompok teroris itu. Dananya didapat dari luar negeri," lanjut Dedi.

Menurut Dedi, sumber dana luar negeri diketahui berasal dari buronan Densus 88 yang bernama Saefullah alias Daniel alias Chaniago yang kini diduga bermukim di Khurasan, daerah perbatasan Afganistan, Uzbekistan, Iran, dan Tajikistan.

Saefullah yang telah bergabung ISIS disebut pernah bekerja jadi penjaga perpustakan pesantren Ibnu Mas'ud di Bogor, Jawa Barat, yang ditutup pada 2017, setelah diprotes warga sekitar.

"Ia yang memberikan uang kepada Novendri untuk diteruskan kepada kelompok teroris di Indonesia. Pengendalinya, master mind-nya itu, ya, Saefullah,” kata Dedi.

Saefullah pula, terang Dedi, yang mengontrol Yoga yang ditangkap kepolisian Malaysia pada Juni 2019. Ia menyalurkan dana kegiatan teror lewat Yoga dan seorang lain yang kini masih diburu, bernama Abu Saidah.

"Yoga itu jaringan JAD Kalimantan Timur yang juga menggantikan peran Andi Baso sebagai jembatan penghubung antara kelompok ISIS atau JAD Indonesia dengan Filipina," kata Dedi.

Serupa dengan Abu Saidah, Andi Basso yang disebut mengatur perjalanan kedua pelaku bom bunuh diri di gereja Jolo, kini juga masih diburu polisi.

Ahmad Syamsudin di Jakarta, serta Jeoffrey Maitem dan Mark Navales di Cotabato City, Filipina, turut berkontribusi dalam artikel ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.