Pembangunan kereta bawah tanah di Bali: Antara harapan dan keraguan
2024.07.31
Denpasar
Suindra Wiranata, seorang karyawan Universitas Udayana, menghabiskan waktu empat jam setiap hari untuk pulang dan pergi dari rumahnya di kawasan wisata Sanur ke kampus di kabupaten Badung, Bali, dengan menggunakan bus.
Staf akademik di fakultas teknik perguruan negeri tersebut memilih naik bus agar dia bisa beristirahat dalam perjalanan 31 kilometer melintasi kawasan wisata dengan lalu lintas padat seperti pantai Sanur dan Kuta.
“Sukanya naik bus kita bisa santai tidak terlalu terburu-buru, bisa sambil lihat handphone atau baca buku,” kata Suindra kepada BenarNews.
Lelaki 28 tahun ini mengatakan dia membutuhkan moda transportasi yang lebih efisien untuk mempersingkat perjalanannya ke tempat kerja.
Harapan Suindra mungkin menjadi kenyataan. Baru-baru ini, pemerintah provinsi Bali mengungkapkan proyek pembangunan kereta bawah tanah bertajuk Bali Subway telah mendapatkan investor atau mitra baru dengan rencana investasi sebesar $20 miliar atau Rp325 triliun.
Ari Askhara, direktur utama PT Sarana Bali Dwipa Jaya (SBDJ), perwakilan pemerintah provinsi, mengatakan bahwa perusahaan yang mengelola proyek tersebut bersama investor terpilih akan membangun seluruh infrastruktur rel bawah tanah secara bertahap.
Menurut Ari, setelah melakukan penjajakan dengan konsultan, pihaknya memilih investor yang memenuhi syarat, yaitu PT Bumi Indah Prima, sebagai investor utama yang dapat mengoordinasikan investor lain untuk ikut serta.
“Groundbreaking akan dilakukan di Kuta Parking Centre, yang nantinya juga akan menjadi kantor manajemen dan kantor lapangan kami,” kata Ari, Rabu (24/7), menambahkan bahwa peletakan batu pertama tersebut akan dilaksanakan pada September tahun ini.
Pembangunan proyek Bali Subway akan dibagi menjadi empat tahap, kata Ary. Tahap pertama dan kedua ditargetkan rampung pada 2031 dengan nilai investasi sebesar $10,8 miliar (Rp175 triliun).
Tahap pertama adalah jalur kereta bawah tanah Bandara Ngurah Rai-Central Park-Seminyak-Canggu, tahap kedua jalur Bandara Ngurah Rai-Nusa Dua, tahap ketiga jalur menuju Sanur, dan tahap keempat jalur menuju Ubud.
Berbicara soal proses lelang, Ari mengatakan calon investor diminta menyampaikan visi, rencana bisnis, struktur proyek, dan sebagainya sebelum ditetapkan lolos.
Awalnya, ada sekitar lima investor yang berminat berinvestasi di proyek tersebut. Kemudian, SBDJ menunjuk satu investor yang siap berinvestasi tanpa jaminan dana negara, ungkap Ari.
Plt Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, berharap pembangunan proyek Bali Subway dapat menyerap sebanyak mungkin tenaga kerja lokal.
“Harga tiketnya jangan mahal-mahal untuk warga Bali. Harus ada subsidi dari perusahaan,” kata Mahendra, menambahkan bahwa dia mengikuti proses penunjukan mitra strategis dan pemimpin konsorsium investor.
Setelah melalui proses seleksi, kata Mahendra, SBDJ selaku pihak yang diberi kewenangan dalam pengembangan Bali Urban Rail and Associated Facilities menunjuk PT. Bumi Indah Prima (BIP) menjadi qualified partner dan lead consortium of investors.
Dia mengharapkan kedua perusahaan ini juga dapat membuka ruang kerjasama dengan investor lain yang nantinya menjadi sumber daya dalam mewujudkan dan pengoperasian subway Bali, seraya mengingatkan agar investor mengutamakan masyarakat lokal.
“Ini sekaligus untuk transfer knowledge teknologi dalam pembangunan dan pengoperasiannya,” kata Mahendra dalam laman resmi Pemprov Bali.
Menurut Mahendra, jumlah penerbangan internasional di Bandara I Gusti Ngurah Rai selama semester pertama tahun ini meningkat 18% dibanding periode yang sama pada 2023.
Jumlah penumpang pada semester pertama 2024 di bandara yang sama meningkat 26% dan cargo naik drastis 72% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, ungkap Mahendra.
Menurut Mahendra, investor tertarik karena market utamanya wisatawan, berbeda dengan daerah lainnya yang pasar utamanya adalah penduduk lokal.
“Tak hanya keuntungan bagi investor, nanti apabila subway telah beroperasi, pemerintah daerah juga mendapatkan persentase dari hasil operasional,” tandasnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan kalau proyek ini harus terwujud karena menjadi pertaruhan kementeriannya yang mendorong penerapan model pembiayaan pembangunan yang baru pertama kali diterapkan di Indonesia.
Perlu kajian menyeluruh
Bagi pengguna transportasi publik seperti Suindra, rencana pembangunan subway ini bisa menjadi solusi bagi kemacetan lalu lintas di Bali yang semakin akut seiring meningkatnya jumlah turis ke Pulau Dewata tanpa dukungan infrastruktur yang memadai.
Namun pada saat yang sama, dia juga meragukan apakah rencana tersebut akan terwujud. Menurut Suindra, yang juga pengamat transportasi publik ini, kemampuan perusahaan melakukan pengeboran konstruksi di bawah tanah masih dipertanyakan.
“Saya masih ragu, fifty fifty, perusahaan itu belum berpengalaman konstruksi. Tidak segampang itu mengebor bawah tanah. Lebih baik yang sudah pengalaman konstruksi bawah tanah,” kata dia.
Putu Rumawan Salain, arsitek yang kerap mengkritisi tata ruang Bali dari kampus di mana Suindra bekerja, Universitas Udayana, menyatakan khawatir dengan rencana groundbreaking karena perlu ada informasi cukup mengenai kajian teknis tanah dan lingkungan.
“Bisa groundbreaking duluan, gambar menyesuaikan, tapi problem yang ada banyak. Menurut saya itu baru ketok palu kerja sama,” kata Rumawan kepada BenarNews di Denpasar, Rabu (31/7).
“Jika ini proyek business to business, menurutnya soal dana harus jelas. “Pemerintah punya berapa uang? Seolah jadi makelar proyek. Sebuah upaya baik, mandirikan perusahaan lokal, tidak murah, pengembalian modal dari mana?” ujarnya.
Rumawan merasa khawatir karena selalu berubah targetnya, akhirnya proyek ini ditutup menjadi subway, di bawah tanah. Karena tanah di darat mahal. Namun dia resah karena sampai kini belum jelas kajian teknis dan lingkungannya.
Rumawan menyebut dalam Perda Tata Ruang memang diizinkan mengembangkan kereta tapi tidak menyebutkan subway. Penggunaan ruang bawah tanah memang diizinkan tata ruang, tambahnya.
Namun, dia khawatir pengembangan bisnis di sekitar stasiun atau transit oriented development (TOD) akan menjadi peluang bisnis yang hanya bisa diakses orang luar Bali.
“Mungkin bisa ada penginapan bawah tanah. Di atas keramaian Kuta lama, di bawah Kuta baru. Pasti mahal banget, bisa orang luar masuk. Area TOD akan terjual mahal, sama seperti warga tidak bisa beli tanah di Kuta,” kata dia.
I Nyoman Gede Maha Putra, Kepala Jurusan Arsitektur dari Universitas Warmadewa di Denpasar, yang meneliti perencanaan kota, mengatakan pariwisata Bali tidak menyiapkan transportasi publik sehingga infrastruktur tidak mendukung.
Kini jumlah kendaraan di Bali melebihi jumlah penduduknya, yakni lebih dari 5 juta kendaraan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Bali, jumlah itu didominasi kendaraan roda dua sebanyak 4,3 juta dan mobil penumpang lebih dari 500 ribu, belum termasuk kendaraan dari luar Bali.
Peningkatan jumlah kendaraan tidak diikuti oleh perkembangan kapasitas jalan dan infrastruktur pendukung. Rencana pembangunan subway ini bahkan tidak disebutkan dalam master plan sistem transportasi Bali 2018-2023.
Kepala Dinas Perhubungan Bali IGW Samsi Gunarta menjelaskan dalam masterplan sistem transportasi Bali yang disebut hanya lintasan, tidak menentukan teknologinya tapi basisnya kereta.
Detail tahapan pembangunan sejauh ini hanya groundbreaking pada September di Kuta dan fase awal selesai 2027. Gunarta menjelaskan, baru merancang lokasi stasiun akan dibangun.
“Keretanya mau dibeli di mana juga belum ditentukan, masih studi bersama investor, menentukan teknologinya dan pengembalian biaya,” kata Gunarta kepada BenarNews.
“Koneksinya bagaimana, pengembalian biaya. Sumber pengembalian berapa tahun konsesi? Mereka bisa mencari investor lain atau mengerjakan sendiri,” ujarnya merujuk PT SBDJ, perusahaan baru yang dibentuk Pemprov Bali.
Gunarta menambahkan, laporan analisis dampak lingkungan juga belum diajukan, baru pada tahapan studi kelayakan.
“Masih berproses, sebagian sudah melakukan kajian lingkungan tapi analisis dampak lingkungan belum diajukan,” kata dia.
Anastacia Novlina Nurak, pengamat kebijakan publik dari Universitas Warmadewa menilai rencana pembangunan subway jangan hanya difokuskan untuk kepentingan turis saja karena kedatangannya musiman sementara transportasi publik perlu potensi penumpang harian.
“Tujuannya tak hanya wisatawan, juga warga sehingga polusi dan kemacetan berkurang,” kata Anastacia kepada BenarNews.
Mendengar para pakar di Bali ini, keraguan Suindra bukan tanpa alasan. Namun setidaknya keinginan akan moda transportasi yang lebih efisien bukan hanya angan dan harapan semata.