Guantanamo Telah Tentukan Tanggal Sidang Tersangka Teroris Hambali
2021.01.28
Washington
Sidang tersangka teroris asal Indonesia Hambali dan dua laki-laki warga negara Malaysia lainnya dijadwalkan digelar di pengadilan militer Amerika Serikat di Guantanamo, 22 Februari mendatang. Hal ini diungkapkan oleh pihak Kantor Komisi Militer Amerika Serikat pekan ini.
Hambali yang dituduh sebagi dalang dibalik serangan Bom Bali tahun 2002 silam dan kedua warga Malaysia tersebut akan disidang terkait keterlibatan mereka dalam aksi teror. Ketiganya kini ditahan di penjara Guantanamo, Kuba.
Pengadilan memastikan kepastian jadwal sidang Hambali, yang bernama asli Encep Nurjaman tersebut, Selasa kemarin. Sidang yang juga digelar untuk kedua warga Malaysia, Mohammad Nazir Lep dan Mohd. Farik Bin Amin, digelar di Pangkalan Militer Angkatan Laut Amerika Serikat di Teluk Guantanamo, Kuba.
"Sidang dijadwalkan sementara pada pukul 14.00, Senin, 22 Februari 2021 waktu setempat. Semua pihak terkait diharapkan hadir dalam sidang," ungkap pihak pengadilan.
Kol. Charles L. Pritchard, hakim yang akan memimpin sidang, mengatakan jika ada permintaan penundaan jadwal sidang diberi batas waktu Sabtu mendatang, dan tanggapan atas keberatan ditunggu hingga Senin pekan depan.
Juru Bicara Kantor Komisi Militer, Ron Flesvig, mengatakan para terdakwa diharapkan hadir di pengadilan dan mengajukan pembelaan atas dakwaan terhadap mereka.
"Mengikuti banding mereka, hakim lalu akan menjadwalkan sidang berikutnya," ujar Flesvig kepada BenarNews.
Pihak militer Amerika Serikat pekan ini mengatakan ketiga tersangka, yang ditahan sejak tahun 2006 di fasilitas penjara yang terkenal akan perlakuan tak manusiawinya terhadap para tahanan, menghadapi dakwaan terkait kasus Bom Bali tahun 2002 dan pemboman Hotel JW Marriott di Jakarta pada tahun 2003.
Dari dokumen yang diunggah Kantor Komisi Militer pada 21 Januari lalu, Hambali disebutkan menghadapi delapan dakwaan sementara kedua warga Malaysia tersebut sembilan dakwaan
Departemen Pertahanan Amerika Serikat menyebut Hambali sebagai tokoh penting Jemaah Islamiah (JI), jaringan teroris di Asia Tenggara yang berafiliasi dengan al-Qaeda, kelompok yang bertanggung jawab atas serangan teror 11 September 2001 di New York dan Washington.
Pihak berwenang di Indonesia menuding JI sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam serangan bom Bali pada Oktober 2002 yang menewaskan 202 orang.
Sementara itu, pihak Pentagon menuduh Hambali membantu merencanakan serangan tersebut dan serangan bom di Hotel J.W. Marriott Jakarta tahun 2003 yang menewaskan 12 orang.
Ketiga orang tersebut didakwa atas konspirasi, pembunuhan, percobaan pembunuhan, perbuatan yang sengaja dilakukan dan mengakibatkan luka fisik serius, terorisme, serangan terhadap warga sipil, serangan terhadap objek sipil, dan perusakan kepemilikan, demikian menurut Departemen Pertahanan AS.
Sementara itu, kedua warga Malaysia itu juga menghadapi dakwaan tambahan terkait seluruh pelanggaran hukum perang.
Pihak Amerika Serikat mengatakan seluruh dakwaan tersebut tidak berujung pada hukuman mati.
Flesvig menambahkan para jurnalis dipersilakan untuk hadir meliput jalannya persidangan.
"Ini menjadi sidang pertama di tempat tersebut yang bisa diliput langsung di tengah pandemi COVID-19," ujar Flesvig.
Kembali ke Indonesia?
Pekan lalu, pengacara Hambali, Achmad Michdan mengatakan dirinya ingin sidang tidak digelar Kuba.
"Tampaknya militer AS tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan Hambali, meskipun kami telah membahas bahwa persidangan tidak boleh dilakukan di sana,” ujar Michdan kepada BenarNews.
Michdan mengatakan dirinya telah mengontak Hambali lewat pengacara Marinir Amerika Serikat, Mayjen James Valentine, yang ditunjuk sebagai pengacara Hambali di persidangan militer tersebut. Michdan juga mengatakan sebelumnya dirinya hendak mengunjungi Hambali, namun terkendala pandemi.
Michdan mengungkapkan pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama yang bertekad menutup fasilitas Guantanamo Hambali bisa mengaku dan menegosiasikan kepulangannya ke Indonesia dengan catatan dirinya tidak mengungkapkan soal penyiksaan yang diterimanya di Guantanamo.
Hambali dan kedua warga Malaysia itu ditangkap di Thailand pada tahun 2003 dan dikirim ke jaringan penjara milik CIA sebelum akhirnya dikirim ke Guantanamo pada September 2006.
Laporan Senat Amerika Serikat menyebutkan penahanan tersangka terorisme dan teknik interogasi yang dilakukan pihak CIA selama bertahun-tahun sejak serangan September 2011 melibatkan cara-cara penyiksaan.
Laporan itu juga mengungkapkan bahwa Hambali tidak disiksa dengan cara waterboarding selama interogasi, namun dengan teknik khusus.
Teknik itu termasuk mengikat tangan kakinya lalu ditarik ke posisi yang menyakitkan dan dibenturkan ke dinding, atau menelanjanginya dan dikurung di peti layaknya peti jenazah.
Saat ditanyakan strategi apa yang akan digunakan tim pengacara saat dimana sekarang pihak militer Amerika Serikat akan segera menyidangkan Hambali, Michdan mengatakan ingin bernegosiasi. Jika memungkinkan, tim pengacara ingin Hambali diekstradisi.
Pemerintah Indonesia sendiri, lanjut Michdan, sebelumnya telah menegaskan Hambali tidak memiliki kewarganegaraan, dimana ketika Hambali ditangkap pada tahun 2003 lalu di Thailand, ia tidak memegang tanda identifikasi kewarganegaraan Indonesia.
Pemerintah Indonesia sempat mengindikasikan pada tahun 2016 bahwa jika Hambali dibebaskan, mereka keberatan untuk menerimanya kembali lantaran khawatir kepulangannya bisa memicu bangkitnya sel-sel teror di Tanah Air.
Namun, Kepala Badan Anti-teror Malaysia, Normah Ishak, pekan laku mengatakan pihaknya menyambut baik keputusan Amerika Serikat untuk menyerahkan dakwaan Hambali dan kedua warga Malaysia itu ke pengadilan militer di Guantanamo. Dengan demikian, lanjutnya, proses hukum bisa dilanjutkan.
"Hal ini menjadi langkah yang baik yang dilakukan Amerika Serikat. Para terdakwa kini punya kesempatan untuk membela diri atas kasus mereka di pengadilan," ujar Normah kepada BenarNews.
"Keadilan akan ditegakkan dan dihadirkan di sidang nanti," tegasnya.