Kalimantan Barat Menangkal Radikalisme Melalui Sastra
2017.05.19
Beberapa orang bergiliran menaiki panggung di ballroom sebuah hotel di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis sore, 18 Mei 2017. Ada yang membacakan puisi, ada pula yang berpantun, juga menuturkan cerita singkat.
Tak semuanya sastrawan. Ada guru bahasa Indonesia, siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), sampai pegawai kantoran. Mereka tak sedang mengikuti lomba, tapi melakukan "perlawanan" terhadap paham radikal.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan Barat (Kalbar) punya cara lain untuk menangkal pengaruh paham radikal.
Mereka mau menyentuh sisi terdalam manusia, yaitu perasaan, melalui apresisasi sastra dengan menggelar pelibatan komunitas seni budaya dalam pencegahan terorisme yang bertemakan "Sastra cinta damai, cegah paham radikal". Seratusan orang berpartisipasi.
Kepala Sub Bagian Tata Usaha Deputi I BNPT, Solihuddin Nasution, kepada BeritaBenar mengatakan, pendekatan sastrawi hanya satu dari sekian banyak mekanisme yang telah dijalankan untuk menangkal paham radikal yang mudah muncul lewat berbagai tulisan, postingan media sosial, sampai broadcast pesan melalui jalur pribadi.
"Forum Komunikasi Budaya dan Sastra ada di 32 provinsi di Indonesia. Sedang disusun buku sastra yang memuat pesan-pesan perdamaian dari perspektif sastra. Prinsipnya, manusia suka keindahan, bahasa yang santun yang enak dinikmati, sehingga pendekatan sastra menjadi strategis," katanya.
Dia berharap, gerakan sastrawi mampu menginspirasi kaum muda yang belum terpapar paham radikal untuk merawat semangat persaudaraan baik secara personal, maupun melalui komunitas-komunitas dan kemudian menyebar ke masyarakat luas.
Terkait mereka yang terpapar radikalisme, Solihuddin mengatakan, penanganan telah dilakukan lintas stakeholder. BNPT bekerjasama dengan 32 kementerian dan lembaga serta berbagai universitas dan masing-masing telah memainkan peran spesifiknya.
"Semua data ada pada kami, tapi tidak bisa kami informasikan karena ini sangat riskan," imbuhnya.
Dia menilai, lima tahun belakangan trend radikalisme menunjukkan penurunan dalam modus operandi. Sebelumnya sering terjadi serangan sampai bom bunuh diri, tapi akhir-akhir ini mengecil walaupun masih berupa penggunaan bom. Bom ditaruh di satu tempat dan pelakunya pergi.
Medium pesan damai
Peneliti sastra pada Balai Bahasa Kalbar, Musfeptial, dalam paparannya di kegiatan itu, menjelaskan sastra memiliki modal untuk masuk dalam ranah pencegahan radikalisme karena sifatnya mendidik dan menghibur.
"Saya menawarkan solusi konkrit yakni melakukan pengenalan sastra pada masyarakat luas, karena sastra juga memuat aspek religi dan budaya. Dengan demikian, antarwarga akan tercipta komunikasi yang intens sehingga mampu meredam potensi pergesekan," katanya.
Dua sastrawan nasional dihadirkan, yakni penyair Joko Pinurbo dan Eka Budianta. Joko yang sudah menerbitkan 12 buku kumpulan puisi, mengatakan kadang orang marah tanpa alasan yang di antaranya disebabkan karena kurang rileks dalam beragama.
"Puisi bisa menjadi contoh yang bisa mengendorkan ketegangan kita, termasuk cara beriman dan beragama. Puisi punya kemampuan menghibur kala galau, dan disisipkan pesan-pesan kebangsaan dan toleransi," tuturnya.
Kritik terhadap cara beragama yang tidak rileks sudah lama disuarakan melalui sastra, di antaranya sastrawan AA Navis pada 1950 melalui cerita pendeknya berjudul “Robohnya Surau Kami”, yang membawa pesan sifat munafik dalam beragama.
Dia juga mengulas tentang penyair Kristen, Sitor Situmorang, yang pupuler dengan puisi “Malam Lebaran” yang hanya satu baris: “Bulan di atas kuburan”.
Juga tentang penyair Muslim, Chairil Anwar, yang menulis sajak tentang Nabi Isa dengan bahasa yang sangat indah berjudul "Isa, kepada Nasrani sejati".
"Saya ingin garisbawahi, bagi orang-orang sastra, toleransi atau hubungan mesra antarmanusia sudah terjadi sejak dulu. Sastra juga mengasah empati kita kepada orang lain dan mengasah kepekaan sosial," kata Joko.
Pengaruh ISIS
Gubernur Kalbar, Cornelis, menyatakan bahwa pengaruh Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sudah terdeteksi di daerahnya, ditandai dengan beberapa orang yang dipulangkan dari Turki ketika mau masuk Suriah.
"Sasaran ISIS adalah orang-orang pedalaman yang pemahamanan dan keimanan masih tanggung. Kami kerja sama dengan para bupati dan walikota menangkal ini," katanya di hadapan sejumlah pejabat dan tokoh masyarakat setempat, beberapa hari lalu.
Cornelis mengatakan, proses pemantauan dan pembinaan terus dilakukan di kantong-kantong yang jadi tempat indoktrinasi. Tetapi ia menolak menyebutkan lokasi tersebut.
Sebelumnya, Kepala Bagian Penerangan Umum Kepolisian RI, Komisaris Besar Martinus Sitompul, dikutip dari laman Tempo.co menyebutkan 17 orang warga Kalbar terindikasi sebagai simpatisan ISIS.
Dari jumlah itu, ada yang sudah berangkat ke Suriah namun dideportasi di Turki. Ada juga yang melakukan penyebaran doktrin ISIS di wilayah Kalbar.
Polisi telah membentuk Satuan Tugas Kontra Radikal untuk menyebarkan informasi dan pengetahuan tentang radikalisme serta pencegahannya.
Pada 2016 lalu, empat warga Kota Singkawang terdeteksi hendak menuju Suriah untuk bergabung ISIS. Namun, begitu diketahui segera dipulangkan ketika mereka baru tiba di Singapura.
Kepala Kepolisian Resort Singkawang, Sandi Alfadien Mustafa, mengaku keempat orang itu dalam monitoring ketat aparat keamanan sebagai diantisipasi agar tak menyebarkan pengaruh radikal.
"Penanganan dilakukan dengan terus menjalin komunikasi dengan mereka, memastikan mereka kembali ke kehidupan normal dan tidak melakukan indoktrinasi di tempat lain," katanya kepada BeritaBenar.