Pengampunan Pajak Dinilai Belum Maksimal

Arie Firdaus
2016.08.23
Jakarta
160823-ID-tax-amnesty-620.jpg Sebuah toko menawarkan potongan harga di pusat perbelanjaan Jakarta, 19 Agustus 2016.
AFP

Program pengampunan pajak (tax amnesty) dinilai belum berjalan maksimal. Pasalnya, sebulan jelang periode pertama berakhir, penerimaan uang tebusan dari pengampunan pajak dianggap masih kurang.

"Padahal periode pertama ini diharapkan diikuti banyak warga negara Indonesia karena dana tebusannya rendah," kata pengamat pajak, Yustinus Prastowo kepada BeritaBenar, Selasa, 23 Agustus 2016.

Dalam Undang-undang Pengampunan Pajak yang disahkan DPR 28 Juni 2016 disebutkan bahwa tarif tebusan 2 persen pada periode tiga bulan pertama, 3 persen pada tiga bulan kedua, dan 5 persen di periode tiga bulan ketiga untuk warga yang memindahkan aset-aset di luar negeri ke dalam negeri.

Tetapi setelah dua bulan berlangsung, penerimaan negara dari program pengampunan pajak memang masih tergolong minim. Seperti tercantum di laman Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan hingga 22 Agustus 2016, baru Rp930 miliar dana tebusan pengampunan pajak yang terkumpul.

Jumlah itu sepadan dengan 0,6 persen dari total tebusan yang dipatok pemerintah, yaitu Rp165 triliun pada Maret 2017.

"Ini cukup mengkhawatirkan," ujar Yustinus.

Ia menilai lambannya pergerakan dana tebusan pengampunan pajak karena pemerintah salah memilih sasaran sosialisasi. "Pemerintah tak berfokus menyasar pihak-pihak potensial," katanya. Pihak potensial itu adalah pengusaha kakap yang punya dana besar.

Pendapat hampir sama dikatakan ekonom Bank Permata, Joshua Pardede. Menurutnya, pengampunan pajak memang belum berjalan sesuai harapan. Meski angka tebusan terus meningkat, tapi jumlahnya belum signifikan.

Walhasil, kata dia, pemerintah bersiasat lain dengan memangkas jumlah belanja yang berpotensi menghambat investasi. "Karena dampak tax amnesty belum akan terlihat," ujarnya.

Tetapi pengamat dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing menyebutkan meski dana tebusan yang dikumpulkan masih minim, dia tetap percaya program pengampunan pajak akan sukses.

Keyakinan itu didasari pada sosok di balik program tax amnesty, yaitu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menurut Emrus, punya kapasitas untuk membuat program ini berhasil.

"Ia (Sri Mulyani) punya pengetahuan, jaringan, dan pengaruh untuk membuat ini (tax amnesty) berjalan baik," kata Emrus.

Pemerintah Deg-degan

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi yang beberapa kali dihubungi BeritaBenar untuk konfirmasi tentang perkembangan program pengampunan pajak tidak menjawab panggilan.

Namun dikutip dari laman Metrotvnews, Ken mengakui program pengampunan pajak belum berjalan mulus. "Saya juga deg-degan," katanya, saat ditanya apakah target RP165 triliun yang dipatok bakal terpenuhi.

Perihal minimnya peserta program pengampunan pajak, Ken mengaku tak habis pikir. Pasalnya, saat sosialisasi di beberapa kota besar yang dihadiri Presiden Joko Widodo, setidaknya 20 ribu orang hadir.

Tetapi, kenyataannya baru sekitar 7.000 wajib pajak yang berpatisipasi dan melaporkan hartanya, sejak tax amnesty dimulai, 18 Juli lalu. Periode pertama berakhir, September nanti. Adapun periode kedua digelar pada Oktober-Desember 2016, dan periode ketiga Januari-Maret 2017.

Artinya, ujar Ken, ada sekitar 12 ribu orang masih belum yakin dengan program ini. Dari nominal tersebut, dia menyebutkan 400-500 di antaranya merupakan wajib pajak besar.

Ken berharap para wajib pajak tak ragu dengan keamanan program tax amnesty karena pemerintah menjamin tak akan ada resiko bagi mereka yang mendeklarasikan hartanya.

Sri Mulyani yang juga dihubungi tak mengangkat telepon. Tetapi, dalam pernyataannya Jumat lalu, ia mengancam mereka yang tak memanfaatkan kesempatan pengampunan pajak tersebut bahwa mereka bakal menghadapi kesulitan setelah program tax manesty berakhir, Maret 2017.

"Pada dasarnya, pilihan mereka adalah antara surga dan neraka," ujar Sri Mulyani kepada wartawan. "Sekarang ada kesempatan menuju surga, dengan cuma dua persen dan dosa dihapuskan."

Perihal minimnya wajib pajak yang memanfaatkan momentum pengampunan pajak, dia mengaku masih menunggu hingga periode pertama berakhir sebelum mengambil kebijakan lain.

"Sampai saat ini, kami terus berharap pada tax amnesty," katanya.

Pernah gagal

Pemerintah memang layak deg-degan menanti keberhasilan program ini. Musababnya, program serupa pernah dilaksanakan dua kali yaitu pada 1964 dan 1984, namun gagal.

Program tahun 1964 gagal karena peristiwa 30 September 1965. Sedangkan program 1984 gagal karena terjadi booming batu bara dan kayu yang membuat para wajib pajak enggan melaporkan harta mereka.

Selain itu, 'hadangan' muncul dari Singapura. Pemerintah negara jiran itu memberikan tawaran untuk membebaskan biaya deklarasi sebanyak 4 persen bagi mereka yang tak memindahkan dananya ke luar negeri.

Secara tak langsung, ini bisa mencegah warga negara Indonesia yang menyimpan aset di Singapura untuk membawa pulang aset mereka ke Indonesia alias repatriasi. Selama ini, Singapura memang menjadi salah satu lokasi favorit orang kaya Indonesia memarkir dana mereka.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.