Polisi Umumkan 6 Tersangka Baru Kasus Kematian ABK Indonesia di Kapal Cina

Petinggi di 4 perusahaan agen perekrut itu dikenai pasal perdagangan orang.
Ronna Nirmala
2020.07.27
Jakarta
200727_ID_chinaship_1000.jpg Para tersangka kasus jenazah anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang ditemukan di lemari pendingin kapal penangkap ikan berbendera Cina, diperlihatkan dalam acara konferensi pers yang diselenggarakan pihak kepolisian di Batam, Kepulauan Riau, 25 Juli 2020.
AFP

Polisi menahan enam tersangka baru dalam kasus tewasnya pelaut Indonesia di kapal ikan Cina, dengan tuduhan perdagangan orang dengan janji pekerjaan di kapal dengan gaji tinggi, kata pejabat kepolisian Senin (27/7).

Keenam tersangka, yang ditangkap tanggal 19 Juli, adalah petinggi dari empat perusahaan perekrut pekerja di Jawa Tengah yang mengirim pelaut Indonesia ke luar negeri, kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kepulauan Riau, Kombes Arie Dharmanto.

Mereka adalah Laila Kadir (54), direktur PT Novarica Agatha Mandiri (NAM); dan Sustriyono (55), komisaris PT Mandiri Tunggal Bahari (MTB); Mohamad Hoji (60), direktur PT MTB; Harsono (36), direktur PT Gigar Marine Internasional (GMI); Taufiq Alwi (40), komisaris PT Makmur Jaya Mandiri Abdi Baruna (MJM), dan Totok Subagyo (61), direktur PT MJM, demikian laporan kepolisian.

“Betul, enam tersangka baru ditahan dari hasil kerja sama Bareskrim Polri dengan Polda Jateng (Jawa Tengah) dari penangkapan pada 19 Juli,” kata Arie kepada BenarNews, Senin.

Arie mengatakan, selain keenam orang tersebut, Song Chuanyun (50) yang berkewarganegaraan Cina, mandor kapal Lu Huang Yuan Yu 118 – kapal tempat ditemukannya jenazah seorang pekerja Indonesia, juga telah disebut sebagai tersangka, dan berada di tahanan kepolisian. Ia terancam hukuman hingga 20 tahun penjara.

“Lima tersangka sudah berada di Batam (Polda Kepri). Untuk tersangka Sustriyono dan Mohammad Hoji diperiksa di Polres Tegal karena ada kasus juga di sana,” kata Arie.

Pada 8 Juli, jenazah Hasan Afriandi (20), pekerja asal Lampung, ditemukan di sebuah lemari pendingin kapal Lu Huang Yuan Yu 117. Hasan diduga meninggal dunia sejak 20 Juni, namun beberapa hari kemudian jenazahnya dipindahkan ke kapal 118 yang masih berada di bawah bendera perusahaan sama.

Dari hasil pemeriksaan polisi terhadap pekerja Indonesia lain di kapal terkait, Hasan kerap menerima pukulan dan tendangan dari mandor dan nakhoda kapal sebelum akhirnya meninggal dunia.

Hasil otopsi jenazah turut menguatkan dugaan kekerasan fisik karena ditemukan bekas luka pada telinga bagian kiri, kelopak mata kanan, pipi kanan serta patah tulang punggung, meski juga terdapat tanda-tanda penyakit menahun pada paru-paru, jantung, dan usus korban, demikian keterangan Kepala Bidang Kesehatan dan Kedokteran Polda Kepri, Kombes Pol. dr. Muhammad Haris, dua pekan silam.

Arie mengatakan, Hasan bekerja di Kapal Luang Huan Yu 117 sejak Januari 2020 melalui jalur perekrutan yang dilakukan PT MTB, perusahaan perekrut yang belakangan juga diduga terlibat dalam sejumlah kasus eksploitasi pekerja di kapal Cina lainnya.

Kementerian Luar Negeri pada pekan lalu menyatakan bahwa Indonesia siap memfasilitasi jika pemerintah Cina meminta untuk melakukan kerja sama penyelidikan melalui mekanisme bantuan hukum timbal balik yang disepakati dua negara sejak Juli 2000. Namun hingga kini permintaan tersebut belum diterima Kemlu.

“Hingga saat ini belum ada permintaan MLA dari RRT,” kata juru bicara Kemlu Teuku Faizasyah kepada BenarNews, Senin. Tidak ada respons dari pihak Kedutaan Besar Cina di Jakarta ketika dimintai tanggapannya perihal ini.

Kejahatan korporasi

Kabid Humas Polda Kepulauan Riau Kombes Harry Goldenhardt mengatakan penyidikan terhadap enam tersangka yang ditetapkan saat ini diarahkan kepada kejahatan korporasi yang melakukan perekrutan pekerja migran secara ilegal dengan iming-iming pekerjaan di kapa lasing dengan gaji besar.

Selain itu, keempat perusahaan ini juga diduga menyalurkan pekerja ke sindikat perekrut di luar negeri tanpa dokumen resmi.

“Ada empat korporasi dan minggu yang lalu beberapa direktur dan komisaris dari empat perusahaan tersebut sudah diamankan,” kata Harry kepada wartawan, Senin.

Keempat perusahaan tersebut tidak dapat dihubungi oleh BenarNews untuk diminta keterangannya.

Dalam operasi penyekatan dua kapal penangkap ikan dan cumi-cumi tersebut, aparat keamanan laut gabungan menemukan 12 anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di dalam kapal Lu Huang Yuan Yu 117 dan sepuluh lainnya—termasuk jenazah Hasan—di Kapal 118 pada Rabu (8/7).

Polda Kepri menjelaskan, sepuluh pekerja WNI di kapal 118 berangkat dengan bantuan PT MTB yang bermarkas di Tegal, Jawa Tengah. Sementara lima pekerja direkrut oleh PT GMI, empat pekerja oleh PT NAM, dan satu pekerja oleh PT MJM. Seluruh pekerja diketahui berangkat dari Jakarta menuju Singapura sebelum berlayar dengan dua kapal tersebut.

“Kasus ini diduga melibatkan korporasi yang berada di Singapura sebagai tujuan awal para ABK. Penyelidikan tengah dilakukan melalui kerja sama dengan Interpol,” kata Harry.

Kombes Arie Dharmanto menambahkan, selain dugaan perekrutan tanpa dokumen resmi, para tersangka juga akan dimintai tanggung jawabnya atas gaji yang belum dibayarkan serta kekerasan fisik yang juga diterima sebagian besar pekerja.

“Pada kenyataannya para korban dipekerjakan di kapal Lu Huang Yuan Yu 117 dan 118 yang berbendera Cina tanpa mendapatkan gaji selama tiga sampai lima bulan, serta sebagian besar ABK WNI mendapat perlakuan kasar dari kru kapal,” kata Arie.

“Lima tersangka yang saat ini ada di Polda Kepri terkait langsung dengan kasus kekerasan fisik yang menimpa almarhum Hasan dan sebagian besar pekerja lainnya,” tukasnya.

Dari keenam tersangka, polisi juga menyita berkas perizinan perusahaan yang telah kadaluarsa, disamping sejumlah barang lainnya.

Keenam tersangka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp5 miliar karena melanggar UU Nomor 20 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Kombes Arie Dharmanto menyatakan seluruh 21 pekerja asal Indonesia saat ini telah dipulangkan ke daerahnya masing-masing. Begitu pula dengan delapan pekerja asal Filipina yang juga ditemukan di dua kapal tersebut telah diserahkan ke kantor perwakilan negara terkait.

“Sudah dipulangkan semua,” kata Arie.

Pihak Kemlu juga mengonfirmasi bahwa kedua kapal yang sebelumnya bersandar di Dermaga Lantamal Batam, Kepri, telah diizinkan untuk berlayar kembali ke Cina.

“Kedua kapal sudah diizinkan berlayar kembali. Satu kru WN RRT (warga negara Cina) yang ditahan dan dijadikan tersangka akan tetap menjalani proses hukum di Indonesia,” kata Faizasyah, merujuk pada Song Chuanyun, sang mandor kapal.

Perekrutan PT MTB

Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, lembaga nonprofit pembela hak pekerja di laut, mencatat sebanyak 27 pelaut asal Indonesia direkrut oleh PT MTB ke sejumlah kapal Cina. Empat di antaranya meninggal dunia, dua hilang, dan sisanya telah kembali ke keluarga mereka.

Awal Juni 2020, dua pekerja kapal asal Indonesia, Andry Juniansyah (30) dan Reynalfi (22), meloloskan diri dengan meloncat dari kapal penangkap ikan berbendera Cina, Lu Qing Yuan Yu 901, yang tengah melintas di perairan Anak Karimun, Kepulauan Riau.

Reynalfi, pelaut asal Nusa Tenggara Barat, diketahui berangkat dengan bantuan perekrutan dari MTB.

MTB turut memberangkatkan Taufik Ubaidilah, pekerja asal Jawa Tengah, yang meninggal di atas kapal Fu Yuan Yu 1218 dan dilarung ke laut pada November 2019.

Selain itu, perusahaan yang bermarkas di Tegal ini diduga bertanggung jawab atas dua korban meninggal dunia lainnya, Herdianto yang bekerja di kapal Luqing Yuan Yu 623 dan Eko Haryanto yang bekerja di kapal Xianggang Xinhai.

Jenazah Herdianto dilarung di perairan Somalia pada awal Januari 2020, dan Eko Haryanto meninggal dunia di atas kapal nelayan Pakistan setelah dipindahkan secara sepihak oleh nakhoda Xianggang Xinhai.

Pertengahan Juni, Polda Jawa Tengah telah menetapkan komisaris dan direktur MTB sebagai tersangka pidana perdagangan orang. Keduanya adalah Sustriyono dan Muhammad Hoji, dua orang yang juga dijadikan tersangka pada kasus penemuan jenazah Hasan.

Juru Bicara Polda Jateng, Iskandar Fitriana Sutisna mengatakan berkas pemeriksaan kedua tersangka untuk kasus dugaan eksploitasi orang sudah lengkap dan telah diserahkan kepada kejaksaan untuk proses hukum lanjutan.

BenarNews telah mencoba menghubungi PT MTB melalui nomor telepon perusahaan yang tertera pada mesin pencarian Google namun tidak berhasil tersambung.

Sementara itu, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mendesak kementerian dan lembaga untuk melakukan evaluasi menyeluruh serta pembenahan tata kelola penempatan pekerja ke kapal asing.

“Sejak kasus pelarungan itu, harusnya jadi momentum evaluasi total pembenahan tata kelola penempatan dan perlindungan ABK. Semenjak tiga bulan saya bekerja, kasus ABK ini terus terjadi,” kata Benny ketika dihubungi.

Sebagai bentuk pencegahan awal, BP2MI mendorong Kementerian Ketenagakerjaan untuk melakukan moratorium penempatan pekerja di kapal penangkap ikan asing sambil melakukan pembenahan tata kelola.

“Menyelesaikan masalah di hulu itu adalah penting, setelah itu baru kita keluarkan kebijakan penempatan ABK" ujarnya.

Sejak November 2019, delapan orang ABK Indonesia tercatat meninggal terkait pekerjaan mereka di kapal berbendera Cina.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.