Enam Tertuduh Dalang Kerusuhan di Mako Brimob Dituntut Hukuman Mati
2021.03.17
Jakarta
Enam narapidana terorisme yang dituduh menjadi dalang dan pelaku kerusuhan di rumah tahanan Mako Brimob yang menewaskan enam orang pada Mei 2018 dituntut hukuman mati oleh jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Rabu (17/3).
Dalam persidangan yang berlangsung secara daring, jaksa mengatakan keenam terdakwa yakni Wawan Kurniawan (45), Syawaludin Pakpahan (46), Anang Rahman (55), Handoko (36), Suyanto (44), dan Suparman (38) terbukti melakukan pemufakatan jahat terorisme dan penggunaan kekerasan seperti termaktub dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Aksi para terdakwa telah menimbulkan banyak korban dari anggota kepolisian," kata jaksa Jaya Siahaan dalam pertimbangan tuntutan.
Hakim tidak berkewajiban mengikuti tuntutan jaksa jika keenam terdakwa terbukti bersalah dan belum ada jadwal pembacaan vonis.
Insiden 36 jam di Mako Brimob sekitar dua tahun lalu merenggut nyawa lima anggota kepolisian, yaitu Bripda Syukron Fadhli, Ipda Yudi Rospuji, Briptu Fandy, Bripka Denny, dan Bripda Wahyu Catur Pamungkas. Mereka ditemukan dengan beragam luka di sekujur tubuh.
Seorang tahanan teroris juga dilaporkan meninggal dunia yakni Benny Samsutrisno.
Jaksa mengatakan hal lain yang memberatkan adalah para terdakwa kini masih menjadi narapidana dalam kasus terorisme lain.
Terdakwa Wawan Kurniawan yang merupakan pimpinan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Pekanbaru adalah narapidana untuk kasus penyerangan kantor polisi, pembuatan bom, kepemilikan senjata api, dan pelatihan militer di Air Terjum Gema Pekanbaru. Wawan divonis 11 tahun untuk rangkaian tuduhan tersebut.
Syawaludin Pakpahan merupakan terpidana 19 tahun penjara untuk pembunuhan seorang anggota polisi di Mapolda Sumatra Utara pada 25 Juni 2017.
Sementara Suyanto adalah narapidana sembilan tahun penjara; Anang dan Suparman masing-masing lima tahun penjara; dan Handoko dihukum empat tahun penjara.
"Terdakwa kembali melakukan tindak pidana saat masih menjalani hukuman dalam kasus tindak pidana terorisme," lanjut jaksa.
Terkait tuntutan ini, keenam terdakwa mengajukan pembelaan (pledoi) yang dibacakan pada Rabu (31/3).
Kronologi peristiwa
Polisi dan jaksa menetapkan tujuh terdakwa dalam kerusuhan Mako Brimob. Seorang lain adalah Suliono alias Hadi (24), namun kasusnya tidak dilanjutnya setelah dia meninggal dunia kala mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur Bogor pada akhir Februari lalu.
Selain terlibat dalam kerusuhan Mako Brimob, Suliono adalah narapidana 15 tahun penjara setelah terbukti terlibat dalam penyerangan jemaat gereja Katolik Santo Lidwina di Sleman, Yogyakarta pada Februari 2018.
Merujuk dakwaan yang dibacakan jaksa pada Juli tahun lalu, kerusuhan Mako Brimob Kelapa Dua di Depok, Jawa Bara, bermula dari provokasi Wawan Kurniawan yang marah sambil menendang-nendang pintu Blok C rumah tahanan. Tindakan ini kemudian diikuti narapidana dan tahanan lain.
Petugas sempat berusaha menenangkan kejadian itu dengan mendatangi Blok C dan berbicara dengan Alexander Rumatrey alias Abu Qutaibah. Alexander yang ditangkap atas keterlibatan dalam bom Kampung Melayu merupakan mantan pimpinan JAD Bekasi yang dihormati oleh tahanan dan napi di sana.
Namun situasi tetap panas karena Wawan terus memprovokasi dengan meneriakkan, "Jangan didengar omongan siapa pun. Kalau saya bilang ribut, semuanya harus ribut!"
Pintu Blok B Rutan Mako Brimob pun jebol sehingga para penghuninya dapat menyaksikan kegaduhan di Blok C secara langsung.
Tak lama, terdakwa Syawaludin Pakpahan alias Abu Fadilah menambah provokasi dengan meneriakkan, "Jangan mau kalah sama anshor thogut (pelindung pemimpin kafir – istilah yang mereka tujukan untuk polisi)."
Akibat provokasi itu, pintu Blok C berhasil dijebol sehingga para tahanan dan narapidana berhamburan ke segala arah dan merusak fasilitas rumah tahanan. Terdakwa Suparman bahkan merangsek hingga ruang penyidikan dengan menusuk Bripka Denny dan menggorok leher Ipda Yudi Rospuji.
Sepanjang “menguasai” rumah tahanan Mako Brimob, para tahanan dan narapidana sempat mengajukan sejumlah permintaan kepada polisi. Salah satunya adalah berkomunikasi dengan pentolan JAD Aman Abdurrahman yang juga ditahan di rumah tahanan Mako Brimob.
Beberapa hari usai kerusuhan Mako Brimob, dua keluarga simpatisan JAD meledakkan diri di tiga gereja dan Mapolres Surabaya. Rangkaian kejadian tersebut belakangan menjadi salah satu pertimbangan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengebut penyelesaian revisi Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana yang telah tertunda sejak lama.
Selain keenam orang yang sedang diadili itu, Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 2019 telah menjatuhkan vonis 2 tahun 8 bulan untuk Dita Siska Millenia, perempuan simpatisan ISIS yang mendatangi Mako Brimob untuk membantu para perusuh, tak lama usai kabar keributan di rumah tahanan menyebar lewat media massa dan media sosial.
Secara keseluruhan, Mabes Polri kala itu menyatakan menangkap delapan orang —termasuk Dita— yang hendak membantu tahanan dan narapidana terorisme di Mako Brimob.