Terduga Militan Ditangkap Sehat, Dipulangkan Sudah Tak Bernyawa
2016.03.14
Klaten
Ratusan pelayat serentak berteriak, “Allahu Akbar” saat mobil yang membawa jenazah Siyono (34) memasuki jalan kampung Dukuh Brekungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Minggu sekitar pukul 02.15 WIB, 13 Maret 2016.
Siyono ialah seorang warga desa setempat yang ditangkap Tim Dentasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror, Selasa malam, 8 Maret 2016, karena dituding sebagai militan. Tiga hari kemudian, dia meninggal dunia.
Beberapa saat sebelum mobil memasuki halaman rumah duka sempat terjadi ketegangan antara massa dari beberapa organisasi massa (Ormas) Islam dan aparat kepolisian yang datang untuk mengamankan prosesi pemakaman Siyono.
Massa Ormas Islam tidak mengijinkan aparat – yang membawa tameng dan senjata – mendekati rumah korban. Ketegangan berhenti setelah Sekretaris Islamic Studies and Action Center, Endro Sudarsono menengahinya. Aparat lalu menjauh dari rumah duka dan berjaga di jalan masuk kampung.
Peti jenazah Siyono dibuka setelah dibawa ke rumah duka untuk diganti kain kafannya. Marso Diyono, ayah Siyono, ingin agar kain pembungkus jenazah putranya diganti dengan kain kafan yang dibelinya sebagai simbol pemberian yang terakhir untuk anak tercinta.
"Itu satu-satunya keinginan keluarga," jelas Marso kepada wartawan, Minggu pagi, usai pemakaman Siyono.
Setelah kain kafan diganti, jenazah Siyono dibawa ke Masjid Muniroh yang terletak di samping rumahnya, untuk dishalatkan. Lalu, Siyono dimakamkan sekitar pukul 03.00 WIB Minggu dinihari.
Ditangkap usai shalat
Siyono adalah ayah lima anak. Dia ditangkap di Masjid Muniroh, Selasa lalu. Saat itu, dia baru selesai melaksanakan shalat Maghrib ketika tiga petugas Densus 88 mengajaknya menjauh dari masjid.
Menurut kesaksian Marso dan Wagiyono, kakak kandung Siyono, yang ikut shalat berjamaah di masjid, tak ada yang curiga dengan kejadian itu. Mereka mengira ketiga orang tadi adalah teman Siyono.
"Mereka ikut masuk di masjid, tapi sebelum shalat selesai salah satunya keluar," tutur Marso.
Marso menambahkan bahwa putranya selama setahun terakhir merantau ke Sulawesi untuk mencari rezeki dengan bertani kakao. Siyono baru pulang ke Cawas sehari sebelum ditangkap karena mendapat kabar ayah mertuanya meninggal dunia.
Sebulan sebelumnya dia juga sempat pulang untuk menengok keluarganya. Selama di perantauan, keluarga belum sempat mengunjungi Siyono di rantau, jelas Marso.
Marso dan Wagiyono baru tahu kalau Siyono ditangkap Densus 88 dan bukan diajak pergi oleh temannya saat pasukan polisi anti-teror menggeledah rumah Siyono, yang juga difungsikan sebagai sekolah taman kanak-kanak (TK) pada Kamis,10 Maret 2016 saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung.
Kedatangan tim Densus 88 bersenjata lengkap membuat anak TK ketakutan. Mereka bersembunyi dan menangis. Tindakan Densus itu disayangkan oleh Wagiyono, yang juga Ketua RT setempat.
Rumah Siyono sejak 5 bulan terakhir memang digunakan sebagai TK karena bangunan sebelumnya dijual pemiliknya.
Sambil menunggu dibangun gedung TK baru, anak-anak yang berjumlah 60 orang belajar di rumah salah satu guru mereka, Suratmi, yang merupakan istri Siyono.
Warga melayat ke rumah Siyono di Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah, Sabtu malam, 12 Maret 2016. (Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar)
Meninggal dunia
Keluarga mendapat kabar Siyono sudah meninggal dunia, Jumat siang. Saat itu, petugas kepolisian datang ke rumah Siyono untuk memberitahu agar ada perwakilan keluarga yang berangkat ke Jakarta.
"Waktu itu cuma bilang untuk membesuk, tapi firasat saya sudah buruk," ujar Marso.
Sampai jenazah diterima dan dimakamkan, keluarga belum menerima surat penangkapan Siyono. Keluarga bahkan tidak tahu kenapa Siyono ditangkap dan apa kesalahan yang sudah dilakukannya.
Apalagi, tutur Marso, saat penggeledahan tidak ditemukan barang bukti yang menunjukkan Siyono adalah teroris. Ketika penggeledahan, petugas polisi hanya membawa lembaran fotokopi KTP dan KK serta motor milik Siyono.
Kuasa hukum keluarga Marso, Sri Kalono melaporkan kasus kematian Siyono ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Profesi dan Pengamanan Polri dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Alasan pelaporan itu karena Siyono ditangkap tanpa surat penangkapan dan surat penahanan. Selain itu, saat ditangkap, dia berada dalam kondisi sehat.
Sri Kalono mengatakan penggeledahan yang dilakukan Densus 88 berpakaian preman bersama petugas kepolisian berpakaian seragam lengkap dengan penutup muka dan bersenjata di depan anak-anak TK bukan hal yang wajar.
Dia mengaku turut menyaksikan penggantian kain kafan. Menurut Sri Kalono, ada luka-luka pada mayat Siyono yaitu kedua mata lebam, hidung patah, pipi sebelah kanan sampai dahi memar biru kehitaman.
“Kepala bagian belakang masih mengeluarkan darah dan ada bekas darah sudah mengering. Sementara kedua kaki bengkak dan menghitam dan kuku salah satu jari kaki kiri nyaris lepas,” tuturnya.
Sri Kalono juga mempertanyakan penyebab meninggalnya korban seperti dikatakan Polri di media massa, karena Siyono kelelahan usai “berkelahi” dengan anggota Densus 88.
“Itu sangat kecil kemungkinan kalau Siyono berani melakukan perlawanan dan berkelahi dengan Densus 88,” kata Sri Kalono kepada BeritaBenar.
Penjelasan Polri
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia Brigjen Agus Rianto di Jakarta seperti dilansir beberapa media menyatakan bahwa penangkapan Siyono merupakan pengembangan dari seorang tersangka teroris berinisial T alias W.
"Kemudian tanggal 9 Maret, atas keterangan yang bersangkutan bahwa senpi (senjata api) yang ada pada dia sudah diserahkan pada orang lain," jelas Agus seperti dikutip situs detik.com. "Selanjutnya dengan dikawal anggota (Densus 88), yang bersangkutan dibawa ke lokasi yang disebutkan."
Setelah tiba di lokasi, lanjut Agus, Siyono tak dapat menunjukkan rumah yang dimaksud, termasuk orang yang disebutkannya sebelumnya. Tapi, Agus tidak menjelaskan jenis senjata yang dicari. Dia juga tak menjelaskan bagaimana keterlibatan Siyono dalam kegiatan terorisme.
"Setelah sekitar dua jam melakukan pencarian, akhirnya anggota membawa tersangka kembali. Namun di perjalanan tersangka melakukan perlawanan terhadap anggota dan menyerang anggota yang mengawal dan akhirnya terjadi perkelahian di dalam mobil," katanya.
Setelah situasi dapat dikendalikan, jelas Agus, Siyono kelelahan dan lemas. Lalu, dia dibawa ke RS Bhayangkara Yogyakarta untuk diperiksa.
"Ternyata nyawa tersangka tidak dapat ditolong dan meninggal dunia di rumah sakit. Selanjutnya jenazah dibawa ke RS Polri Kramatjati, Jakarta," jelas Agus.