Polisi Tembak Mati Terduga Teroris di Bandung

Pengamat terorisme menduga pelaku ingin menciptakan ketakutan di tengah masyarakat menjelang kedatangan Raja Arab Saudi.
Arie Firdaus
2017.02.27
Jakarta
170227_ID_Terror_1000.jpg Polisi mengambil posisi saat hendak meringkus terduga teroris yang bersembunyi di dalam kantor kelurahan di Kota Bandung, Jawa Barat, 27 Februari 2017.
AFP

Aparat kepolisian menembak mati seorang terduga teroris bernama Yayat Cahyadi (42) di kantor Kelurahan Arjuna, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin pagi, 27 Februari 2017.

Yayat yang disebut Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian sebagai anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD), ditembak di dada bagian kiri setelah sebelumnya meledakkan bom dalam panci di Taman Pandawa yang terletak tak jauh dari kantor kelurahan itu.

"Dugaan kelompok JAD karena ucapan pelaku yang meminta teman-temannya yang ditangkap Densus 88 untuk dibebaskan," kata Tito di Surabaya, dikutip dari laman Tribunnews.

Kepala Biro Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri, Komisaris Besar Martinus Sitompul, tak merinci lebih lanjut sejauh mana keterkaitan Yayat dengan JAD, termasuk potensi jika aksi ini dilancarkan atas instruksi pihak tertentu.

“Sejauh ini, yang kami ketahui bahwa yang bersangkutan (beraksi) mandiri,” katanya kepada BeritaBenar.

Namun ia tak membantah bahwa Yayat sempat meneriakkan kata-kata yang meminta Detasemen Khusus Antiteror 88 membebaskan para tahanan kasus terorisme, seperti yang disampaikan Kapolri Tito.

“Info dari masyarakat begitu. Mengancam orang kelurahan dan mengatakan dirinya ada urusan dengan Densus 88 dan bukan dengan orang-orang sekitar,” kata Martinus, tanpa memerinci identitas teman-teman yang diteriakkan Yayat.

Diduga dua pelaku

Martinus menambahkan, tewasnya Yayat bermula saat bom yang dibawanya meledak di Taman Pandawa, sekitar 200 meter dari kantor Kelurahan Arjuna dan tiga kilometer dari kantor Wali Kota Bandung.

Ledakan itu mengagetkan warga yang tengah beraktivitas di taman, yang kemudian mengejar Yayat yang berlari menyelamatkan diri memasuki gedung kelurahan.

Tak ada penyanderaan dalam gedung itu, meski Yayat memiliki senjata dan bom dalam tas ransel yang dibawanya. Adapun seorang pelaku lagi diduga kabur dengan sepeda motor.

Martinus tak menyebutkan identitas terduga pelaku yang kabur dengan alasan masih didalami petugas. Pun, perihal alasan terduga teroris menaruh bom panci di taman tersebut serta dugaan keterkaitan pelaku dengan Dian Yulia Novi, yang ditangkap di Bekasi, Jawa Barat, Desember tahun lalu.

Dian ialah terduga teroris yang juga memiliki bom panci dan berencana meledakkannya saat pergantian pasukan pengamanan presiden di depan Istana Negara.

"Masih kami dalami," tambah Martinus, "berdasarkan keterangan saksi, kan, ada dua orang. Namun baru satu pelaku yang diketahui.”

Kepada BeritaBenar, juru bicara Kepolisian Daerah Jawa Barat, Komisaris Besar Yusri Yunus, mengatakan Yayat ditembak karena melawan petugas saat ditangkap. Padahal, petugas telah bernegosiasi dan meminta Yayat menyerahkan diri.

Yayat bahkan membakar lantai dua gedung kelurahan dan sempat melemparkan bom panci ke arah petugas.

"Itu (bom) nyaris mengenai Kapolres Bandung," kata Yusri saat dihubungi.

"Kalau menyerahkan diri, mungkin pelaku bisa selamat."

Pemain lama

Tewasnya Yayat memperpanjang daftar simpatisan JAD yang terlibat dalam aksi teror di Indonesia. Oktober lalu, misalnya, simpatisan JAD bernama Sultan Azianzah menyerang tiga polisi di Pos Polisi Yuppentek Cikokol di Tangerang, Banten, menggunakan senjata tajam.

Sultan diketahui juga membawa dua bom pipa saat kejadian. Tapi bom yang dibawanya tak meledak. Ia akhirnya tewas setelah ditembak polisi.

Yayat sejatinya adalah "pemain lama" dalam jejaring kelompok teror di Indonesia. Pria kelahiran Purwakarta, Jawa Barat itu, pernah dipenjara tiga tahun akibat terlibat pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho, Aceh Besar, pada 2010.

“Itu (dipenjara) dalam kurun 2012 hingga 2015,” kata Martinus.

‘Ciptakan ketakutan’

Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib, menduga aksi tersebut dilancarkan untuk menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat menjelang kedatangan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud ke Indonesia, pada 1 Maret. Rencananya, Raja Salman akan berada di Indonesia selama sembilan hari.

“Agar kunjungan itu batal. Maka diciptakan suasana takut,” kata Ridlwan.

Analisa sama dikatakan pengamat keamanan dari Universitas Padjajaran, Muradi yang menilai, Pemerintah Arab Saudi di bawah Raja Salman selama ini memang dikenal tak disukai kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). JAD sendiri memang telah berbaiat dan menyatakan setia kepada ISIS.

“Maka diciptakan teror. Bisa jadi ini peringatan untuk Raja Salman agar tak datang,” katanya.

ISIS pernah beberapa kali melancarkan teror di Arab Saudi. Yang teranyar adalah pada 4 Juli tahun lalu, mereka meledakkan bom di halaman parkir Masjid Nabawi di Madinah. Keesokannya, empat anggota ISIS yang hendak ditangkap di sebuah lokasi tak jauh dari Konsulat Amerika Serikat di Jeddah meledakkan diri.

“Arab Saudi itu memang musuh bagi ISIS,” kata Muradi.

Tetapi, kepolisian membantah aksi di Bandung itu terkait dengan rencana kedatangan Raja Salman.

“Tidak ada,” tegas Kapolri Tito.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.