Pria Bercadar Serang Polres Banyumas, Dua Polisi Terluka
2017.04.11
Solo & Jakarta

Mengenakan cadar hitam dari balik helm dan jaket gelap, Muhammad Ibnu Dar (22) menerobos sepeda motornya ke halaman Markas Polisi Resort (Mapolres) Banyumas, Jawa Tengah, Selasa, dan melukai dua polisi dengan parang.
Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), menyayangkan tindakan polisi yang menembak mati enam terduga teroris dalam kontak senjata di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Sabtu pekan lalu.
Kapolres Banyumas, AKBP Aziz Andriansyah, menjelaskan Ibnu mencoba menabrak Aiptu Suparta. Mereka terjatuh. Ibnu bangkit dan menyerang dua polisi yang sedang membantu Suparta berdiri, yaitu Bripka Karsono dan Bripka Irfan.
Keduanya terkena bacokan parang sehingga harus segera dilarikan ke rumah sakit. Beberapa polisi segera meringkus Ibnu yang berusaha kabur.
Menurut Aziz, selama pemeriksaan, Ibnu belum mau memberikan keterangan tentang motifnya menyerang polisi hanya menyebutkan kata “thagut, thagut”, istilah dalam ajaran Islam bagi mereka yang dianggap melawan perintah Tuhan.
“Selain bercadar, dia mengenakan ikat kepala dengan tulisan menyerupai lambang ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) saat menyerang,” ujarnya kepada wartawan.
“Indikasinya mengarah ke jaringan teroris. (Tapi) masih didalami lagi.”
Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Djarod Padakova, tidak mau berspekulasi ketika ditanya wartawan apakah aksi Ibnu terkait dengan penangkapan dan penembakan terduga teroris di Lamongan dan Tuban, Jawa Timur, pekan lalu.
“Pelaku masih belum mau buka mulut, masih membisu,” ujarnya.
Mualif, tetangga Ibnu di Kutasari, Purbalingga, Jawa Tengah, mengatakan pelaku sering melakukan tindakan meresahkan di desanya.
Mualif menceritakan dua bulan lalu, Ibnu membakar spanduk ucapan selamat datang di makam sesepuh desa dan meninggalkan kertas bertuliskan, “Yang bertanggung jawab, Ibnu”.
“Saat kami menegurnya, dia bilang itu thagut dan berlebihan,” jelas Mualif, “dia sering kali menyebut orang-orang ISIS adalah saudaranya.”
Sehari sebelumnya, tim Densus 88 menangkap Irsyad (40) –warga Randusari, Kendal, Jawa Tengah, yang sehari-hari berjualan air minum isi ulang. Ayah enam anak tersebut ditangkap saat bersama istrinya mengantar anak bungsu mereka untuk dipijat.
Kapolres Kendal, AKBP Firman Dharmansyah mengaku pihaknya turut membantu dalam pengamanan saat penangkapan, tetapi tidak tahu pasti alasan Irsyad diciduk.
Kepala Desa Randusari, Munawir, mengatakan selama ini tak ada gelagat mencurigakan dari Irsyad dan tidak pernah terlihat menerima tamu tak dikenal.
“Selama ini tidak pernah berbuat macam-macam, ayahnya dulu juga lurah di sini,” ujar Munawir.
Sayangkan penembakan
Di Jakarta, Komisioner Komnas HAM, Muhammad Nur Khoiron, menyesalkan tindakan polisi karena menembak mati enam terduga teroris di Tuban, Sabtu lalu.
“Kok kejadiannya berulang lagi seperti yang kemarin-kemarin sih, tidak ada perubahan dalam penanganan terduga teroris,” tegasnya kepada BeritaBenar, Senin.
Kasus itu berawal dari aksi tujuh terduga teroris dalam sebuah mobil menembak dua anggota polisi lalu lintas di jalur Pantura yang tidak mengenai sasaran.
Ketika dikepung polisi, ketujuh orang itu meninggalkan mobil mereka dan melarikan diri ke hutan. Mereka dikepung ratusan polisi yang dibantu TNI. Polisi mengatakan terjadi baku tembak yang menewaskan enam orang dan satu lagi ditangkap hidup.
Khoiron menyatakan semestinya dilakukan penangkapan, tanpa tindakan penghilangan nyawa sehingga mereka bisa diproses secara hukum.
“Namun proses di lapangan tidak seperti kita bayangkan. Polisi beranggapan kalau tidak ditembak, mereka akan menyerang duluan,” ujarnya.
Menurutnya, polisi seringkali menggunakan kekuasaan yang berlebihan dalam menangani terduga teroris.
“Kadang menangkap satu atau dua orang, mengerahkan banyak polisi, sehingga terduga teroris terbunuh?” katanya, “harapan kami ditangkap hidup-hidup karena hak hidup terduga teroris juga dilindungi oleh hukum.”
Juru bicara Mabes Polri, Brigjen Pol Rikwanto, ketika dikonfirmasi hanya berujar singkat, “Kurang manusiawinya dimana ya.”
Tetapi, pengamat terorisme dari Universitas Indonesia (UI), Ridlwan Habib menjelaskan terkadang dinamika yang dihadapi penegak hukum berbeda di lapangan karena teroris biasanya tidak mau bernegosiasi.
“Mungkin dilihat orang melanggar HAM. Semua prosedur harus dilaksanakan dulu, polisi takut terserang, jadi menembak,” katanya.
Dia menyarankan polisi agar memiliki prosedur tetap dalam melakukan penggerebekan tindak pidana terorisme.
“Mungkin perlu prosedur baru seperti siapa yang boleh masuk bernegosiasi, senjata apa yang boleh digunakan seperti peluru karet yang tidak mematikan,” katanya, menambahkan kalau kelompok terduga teroris itu memang menyerang duluan ketika aparat mengejar mereka.
Kadiv Humas Mabes Polri, Boy Rafli Amar, menginformasikan identitas empat terduga teroris yang tewas yang dinyatakan berasal dari Jawa Tengah.
“Ada dua pelaku meninggal lainnya belum teridentifikasi. Semoga ada masyarakat yang membantu. Memang memerlukan waktu,” kata Boy kepada wartawan, Senin.
Dia menjelaskan para korban tewas itu diketahui merupakan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) wilayah Semarang yang diketuai seorang bernama Fauzan Mubarok.
“Penembakan dilakukan atas perintah Zainal Anshori, amir JAD Nusantara,” jelasnya.
Zainal Anshori bersama dua orang rekannya ditangkap sehari sebelumnya oleh Densus 88 di Lamongan, Jawa Timur.