Kisah Teror di Jalan Thamrin dalam ’22 Menit’

Film tersebut dibuat dengan tujuan edukasi, mewaspadai bahaya terorisme.
Zahara Tiba
2018.04.30
Jakarta
180430_ID_Thamrin_1000.jpg Suasana syuting film "22 Menit" di pos polisi perempatan Jalan Thamrin, Jakarta, 29 April 2018.
Afriadi Hikmal/BeritaBenar

Suasana di sekitar pos polisi perempatan Jalan Thamrin atau persisnya di seberang pusat perbelanjaan Sarinah, Jakarta, terlihat ramai. Tapi, aktivitas Minggu siang, 29 April 2018, terlihat berbeda.

Dua polisi bertengkar dengan aktris Adinia Rasti dalam pos. Kejadian itu adalah salah satu adegan yang direkam dalam syuting film “22 Menit” garapan Sutradara Eugene Panji dan Mirna Paramitha.

Pos polisi itu menjadi pusat lokasi film yang berkisah tentang tragedi serangan teror di Jalan Thamrin pada 14 Januari 2016 silam.

Akibat aksi yang diklaim kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) itu, delapan orang – termasuk empat pelaku – tewas dan sejumlah lainnya mengalami luka-luka.

Eugene mengatakan judul film tersebut menggambarkan kejadian dua tahun lalu.

“Dalam waktu 22 menit, polisi mengklaim mereka bisa menyelesaikan hari itu,” katanya kepada BeritaBenar saat ditemui di lokasi syuting.

“Kita cross check, benar nggak sih. Ternyata benar banget berita itu. Kalau kita compare dengan (penanganan) kejadian di Paris, Berlin, London, it’s very long time. Ini semacam prestasi polisi.”

Meski fiksi yang terinspirasi dari kisah nyata, ungkap Eugene, “22 Menit” bertujuan untuk merekam jejak sejarah aksi teror yang dinilainya sangat jarang difilmkan di Indonesia.

Sebelumnya pada 2007, film “Long Road to Heaven” yang berkisah soal serangan teroris di Bali tahun 2002 pernah dibuat, tetapi kalangan pengamat kala itu menilai lebih mirip opera sabun beraliran dramatis.

Di Amerika Serikat, tragedi serangan 11 September 2001 dibuat film dari berbagai macam versi.

“Karena saya percaya suatu hari ini juga bisa jadi bagian pembelajaran,” ujar Eugene.

“Kita juga ingin punya pahlawan-pahlawan baru. Dua tahun lalu, yang jadi pahlawan paling keren adalah masyarakat, karena mereka punya slogan “Kami Tidak Takut”. Ketika orang terteror dan paranoid dengan gerakan-gerakan terorisme, masyarakat kita punya slogan itu.”

Dia juga memberikan apresiasi besar kepada kepolisian yang mendukung sepenuhnya pembuatan film yang akan dirilis pada 15 Juli mendatang.

Bahkan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian ikut memainkan salah satu adegan dalam film, yaitu mengendarai sepeda motor yang ditilang karena tak memakai helm. Ketika insiden itu terjadi, Tito menjabat Kapolda Metro Jaya.

“Dalam 22 menit, it’s done. Buatku ketika memang mereka berprestasi, why don’t you just appreciate it,” papar Eugene.

“Buat saya masyarakat Indonesia memang harus belajar fair. Siapapun yang memimpin jika memang bagus, kita katakan bagus. Kalau jelek, kita kritisi.”

Eugene menjelaskan riset film itu dilakukan rekannya, Mirna, selama 1,5 tahun dengan bertemu berbagai pihak, mulai dari polisi, korban, warga sekitar, dan pelaku.

“(Riset pelaku penting) karena ini menurutku bukan masalah kultural. Ini bukan masalah religi, tapi ini masalah ideologi,” ujarnya.

Eugene berjanji sebagian penghasilan dari penjualan tiket film akan disumbangkan untuk para korban bom.

“Kita tidak mau lantas mengomersialkan penderitaan itu. Kita mau lewat film itu, we’re giving back to them,” ujarnya.

Ia juga meminta maaf kepada masyarakat yang merasa terganggu selama beberapa akhir pekan terakhir karena penutupan Jalan Thamrin.

Sutradara Eugene Panji dan Mirna Paramitha saat syuting film “22 Menit” di Jalan Thamrin, Jakarta, 29 April 2018. (Afriadi Hikmal/BeritaBenar)
Sutradara Eugene Panji dan Mirna Paramitha saat syuting film “22 Menit” di Jalan Thamrin, Jakarta, 29 April 2018. (Afriadi Hikmal/BeritaBenar)

Sambut baik

Seorang polisi yang menjadi korban serangan teror itu, Denny Mahieu menyambut baik inisiatif pembuatan film tersebut.

Menurutnya, film itu adalah gambaran kejadian yang dialaminya sebagai seorang polisi yang harus melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat.

“Saya pelayan masyarakat. Ketika ada benda mencurigakan di pos, saya buka. Ternyata meledak, saya terkena. Intinya upaya itu saya lakukan agar jangan sampai banyak korban berjatuhan. Itu saja ada tiga masyarakat terkena serpihan,” ujarnya kepada BeritaBenar.

“Pembuatan film ini benar-benar sesuai dengan gambaran tugas yang diberikan kepada saya, sampai kami menjadi korban kejahatan terorisme.”

Denny mengalami luka di sebagian tubuhnya akibat terkena serpihan bom. Dia pun harus menjalani perawatan intensif yang cukup lama.

“Harapan saya film ini banyak ditonton masyarakat dalam dan luar negeri, biar mereka tahu bahwa inilah kekejian dan kekejaman teroris,” paparnya.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Argo Yuwono juga menyambut baik inisiatif yang dibuat oleh sineas muda Indonesia tersebut.

“Film itu bagus sebagai edukasi akibat dari serangan teroris. Film dibuat agar masyarakat tahu bahwa kejadian teroris di Jalan Thamrin seperti apa,” katanya saat dihubungi.

Menurutnya, pengambilan gambar di Jalan Thamrin sesuai fakta kejadian, sehingga tidak bias penafsiran cerita kalau di tempat pengganti.

Argo berharap film 22 Menit itu dapat menjadi edukasi bagi generasi mendatang sebagai pengalaman agar teror serupa tidak terjadi lagi di Indonesia.

Seorang warga yang menyaksikan proses syuting berharap film itu membuat masyarakat waspada bahaya terorisme serta mengapresiasi kinerja kepolisian yang sigap menangani serangan.

“Sebaiknya juga diungkap dari sisi pelaku, latar belakang mengapa dia melakukan itu, agar masyarakat tahu cerita keseluruhannya,” ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.