Dua Terduga Teroris Tewas dalam Baku Tembak di Bima

Pakar meyakini jaringan di Bima itu terafiliasi dengan ISIS dan militan Mujahidin Indonesia Timur.
Rina Chadijah
2017.10.30
Jakarta
171930_ID_terror_1000.jpg Anggota Densus 88 membawa seorang terduga teroris (tengah) saat digelar rekonstruksi di Bandung, Jawa Barat, 26 Oktober 2017.
AFP

Dua terduga teroris tewas dalam kontak tembak dengan tim Densus 88 Antiteror Polri di pegunungan Mawu Rite, perbatasan Kota Bima dan Kecamatan Ambalawi, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin, 30 Oktober 2017.

Polisi masih mengejar dua orang lain, yang berhasil meloloskan diri dalam pengepungan itu, kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Pol. Martinus Sitompul.

Menurutnya, kontak senjata itu terjadi sekitar pukul 9.45 WITA saat Densus 88 mengejar empat terduga teroris bersenjata api.

“Anggota kita masih mengejar dua orang lain. Sementara dua orang yang meninggal dunia belum kita ketahui identitasnya,” kata Martinus kepada BeritaBenar.

Martunis juga belum bisa menjelaskan lebih detil kronologi insiden baku tembak antara tim Densus 88 antiteror dan kelompok terduga teroris itu.

Namun dia memastikan mereka merupakan anggota kelompok Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) pimpinan Munandar, tanpa memberikan detil siapakah Munandar tersebut.

"Pelaku diduga yang melakukan penembakan terhadap anggota Polri di Bima," kata Martunis merujuk pada peristiwa penembakan polisi di Bima pada 11 September lalu.

Dalam insiden itu, dua anggota Polres Bima Kota menderita luka-luka setelah ditembak usai mengantar anak mereka ke sekolah di dua lokasi berbeda.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Setyo Wasisto mengatakan, kedua korban tewas itu berkaitan dengan kelompok militan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang berbasis di Poso, Sulawesi Tengah.

"Tersangka menerima perintah dari Santoso untuk melakukan aksi teror di Bima," ujar Setyo seperti dikutip dari laman Kompas.com. Santoso atau Abu Wardah adalah pimpinan MIT yang tewas dalam kontak senjata dengan pasukan TNI di pedalaman Poso, 18 Juli 2016 lalu.

Menurut Setyo, kedua terduga teroris yang tewas bernama Amir alias Dance dan Yaman. Dari kedua korban, polisi menyita senjata api rakitan.

Berafiliasi dengan ISIS

Peneliti terorisme dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe di Aceh, Al Chaidar, yakin mereka yang terlibat baku tembak dengan polisi terafiliasi kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) karena bergabung bersama MIT.

“Jaringan MIT terdapat di Sulawesi Tengah, NTB, Ternate dan beberapa daerah lain di Jawa,” katanya saat dihubungi BeritaBenar.

Menurut Al Chaidar, setelah Santoso tewas, kelompok MIT makin terdesak dan banyak dari mereka melarikan diri ke Marawi untuk bergabung dengan militan Maute di Filipina Selatan.

Ia juga yakin anggota kelompok yang diburu polisi di Bima itu sering bolak-balik antara NTB dan Filipina melalui laut.

“Kelompok ini tinggal sekitar 160 orang lagi. Yang ikut ke Filipina informasinya ada 12 orang,” katanya.

Al Chaidar juga yakin kelompok di bawah asuhan Santoso punya kemampuan yang baik dalam hal melakukan serangan, terutama membuat bahan peledak.

”Kebanyakan dari mereka ahli bom semua,” ujarnya.

Sementara pengamat terorisme dari Universitas Indonesia Ridlwan Habib menyebutkan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) dibentuk Abu Bakar Baasyir, terpidana terorisme karena terlibat dalam pelatihan militer di Aceh tahun 2010.

Jaringan ini kemudian terbelah dengan dibentuknya Jamaah Ansyarut Daulah (JAD), oleh Aman Abddurrahman, sosok yang disebut sebagai pimpinan spiritual jaringan teror di Indonesia yang kini mendekam di tahanan Polri.

“Jadi keduanya (JAT dan JAD) sebenarnya memiliki kolerasi dan hubungan yang kuat,” kata Ridlwan kepada BeritaBenar.

Dia menambahkan bahwa saat ini JAD lebih aktif daripada JAT, terutama di Jawa. Hal itu terbukti dari sejumlah serangan yang menyasar polisi, dalam setahun terakhir, dimana banyak dilakukan anggota kelompok JAD.

Mengenai kontak senjata di Bima, Ridlwan yakin polisi sedang menyelesaikan beberapa kasus lama dan memburu terduga teroris.

“Yang pasti itu bagian menyelesaikan PR yang selama ini belum terselesaikan,” katanya.

Operasi gencar dilakukan

Untuk memburu kelompok teroris, terutama MIT, Polri memang terus menggencarkan operasi bersandi Tinombala. Operasi yang sedianya berakhir 29 September lalu, telah diperpanjang hingga 29 Desember mendatang.

Asisten Operasi Tinombala, Irjen Pol M. Iriawan menyebutkan, perpanjangan tersebut dilakukan untuk menuntaskan pengejaran terhadap tujuh DPO teroris sisa kelompok Santoso.

"Kita berharap perpanjangan operasi ini bisa mengakhiri semua. Kalau tak mau ditindak tegas, silahkan menyerahkan diri," katanya seperti dilansir Kompas.com, 29 September lalu.

Sebelumnya, pada Selasa pekan lalu, Densus 88 Polri juga menangkap sembilan terduga teroris dalam operasi penggerebekan yang dilancarkan di empat provinsi.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Rikwanto menyatakan, bahwa lima orang ditangkap di Riau, dua lainnya diciduk di Jawa Tengah serta dua orang lagi diringkus di Sulawesi Selatan dan Jawa Timur.

Sementara data Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan, selama tiga tahun terakhir, 388 teroris sudah ditindak, dengan rincian 174 menjalani hukuman di sejumlah lembaga pemasyarakatan, dan 69 lainnya masih dalam proses penyidikan di kepolisian.

Laporan BNPT itu juga menyebutkan 48 terduga teroris tewas saat ditangkap petugas, dalam operasi yang dilancarkan selama tiga tahun pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.