Densus 88 Tangkap Empat Terduga Teroris di Jawa Tengah

BNPT menyatakan penangkapan terduga teroris itu sudah dibidik sejak lama.
Rina Chadijah
2018.02.01
Jakarta
180201_ID_terror_1000.jpg Polisi menggeledah lokasi tiga terduga teroris yang ditangkap Densus 88 di Temanggung, Jawa Tengah, 1 Februari 2018.
Dok. Humas Polri

Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap empat terduga teroris dalam penggerebekan di Kabupaten Temanggung dan Banyumas, Jawa Tengah, Kamis, 1 Februari 2018.

Mereka diyakini sebagai pengumpul dana dan ikut memfasilitasi militan yang berjihad ke Filipina Selatan.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Mohammad Iqbal, menyebutkan mereka yang ditangkap di Temanggung adalah Zaenal, Lukman alias Toro, dan Waluyo alias Ageng.

Ketiganya ditangkap di satu toko klontong yang terletak di Jalan Secang, Dusun Bengkal, Desa Bengkal, Kecamatan Kranggan, sekitar pukul 09:00 waktu setempat.

“Saat ini, mereka masih dimintai keterangan dan dalam pengawasan tim Densus. Segera setelah itu, nanti akan dibawa ke Jakarta untuk proses pemeriksaan lebih lanjut,” kata Iqbal, kepada BeritaBenar.

Dia menambahkan dari hasil pemeriksaan sementara, mereka diyakini terlibat dalam mengumpulkan dana bagi sejumlah teroris yang hendak berangkat ke Filipina Selatan.

Namun, Iqbal mengaku belum bisa merinci detil peran ketiganya.

“Sementara kami yakini terlibat mengumpulkan dana untuk memberangkatkan teroris ke Filipina,” ujarnya.

Dari ketiganya, Densus 88 menyita sejumlah barang bukti seperti enam alat penyimpan data (flashdisk), satu buah dompet, dua buah kartu ATM, dan uang senilai Rp28,289 juta.

Selain itu, polisi juga menyita satu buah buku panduan salat, satu buah buku Penjelasan Pembatal Ke-Islam-an, satu buah buku zikir, dua buah majalah Ar-Royan.

"Barang bukti masih diamankan di Markas Polres Temanggung," jelas Iqbal.

Sementara di Banyumas, tim Densus menangkap pria berusia 29 tahun bernama Sidik.

Ia juga diduga terlibat kelompok teroris yang berangkat ke Filipina Selatan.

Sidik yang bekerja sebagai pedagang ditangkap di kawasan Karang Pucung, Purwokerto Selatan, Banyumas.

"Ia menyembunyikan dan memfasilitasi DPO [Daftar Pencarian Orang] kasus penyelundupan senjata dari Filipina atas nama Ageng Nugroho," papar Iqbal.

Sidik diduga terlibat dalam kelompok Suryadi Mas’ud – disebut-sebut pemimpin militan asal Indonesia di Filipian Selatan –  yang memiliki koneksi dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

JAD, kelompok radikal yang telah berbaiat kepada kelompok ekstremis Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) diklaim polisi berada di balik sejumlah aksi terorisme di Indonesia beberapa tahun belakangan ini.

“Saat ini, dia juga masih menjalani pemeriksaan oleh tim Densus, nanti akan kita update lebih lanjut,” katanya.

Dari rumah Sidik, menurut laporan laman Kompas.com, polisi menyita satu busur panah, senapan angin, beberapa buku, dan dokumen.

Sudah lama diincar

Kepala Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen. Pol. Suhardi Alius menyatakan penangkapan terduga teroris di Temanggung, Jawa Tengah, sudah dibidik sejak lama dan kerja keras Densus 88.

"Ya tentunya sudah dibidik, tidak tiba-tiba dong," katanya kepada wartawan di kompleks Istana Negara, Jakarta.

Dia meminta semua pihak untuk menunggu hasil penyelidikan yang sedang dilakukan tim Densus di lapangan.

"Berikan kesempatan kepada teman-teman Densus, sedang mengembangkan, mungkin ada jaringan lain dan sebagainya," ujarnya.

Menurut Suhardi, penangkapan itu adalah upaya pencegahan aksi teror setelah polisi sebelumnya mengawasi gerak-gerik mereka.

"Kita kan tidak bisa memberikan statemen, kalau kita belum pemeriksaan dan sebagainya," paparnya.

Polisi menggelar barang bukti yang disita dari lokasi terduga teroris ditangkap di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, 1 Februari 2018. (Dok. Humas Polri)
Polisi menggelar barang bukti yang disita dari lokasi terduga teroris ditangkap di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, 1 Februari 2018. (Dok. Humas Polri)

Harus tetap waspada

Keberhasilan pengungkapan teroris yang berafiliasi dengan kelompok teroris Filipina ini diapresiasi peneliti terorisme Universitas Indonesia, Ridlwan Habib yang menilai langkah pencegahan dan upaya penindakan kelompok teroris harus terus dilakukan.

“Keduanya memang harus seiring sejalan. Kalau tidak ada penindakan, kadang mereka akan merasa begitu mudah melancarkan aksinya,” katanya saat dihubungi BeritaBenar.

Meski begitu, dia meminta polisi tetap waspada dengan ancaman terorisme yang ada.

Apalagi adanya fakta puluhan warga Indonesia ikut berjihad di Filipina dan ratusan di Suriah. Mereka yang kembali dari negara itu memiliki potensi besar untuk melakukan serangan.

“Dengan semakin terdesak mereka di sana, otomatis yang berasal dari sini akan kembali ke tanah air. Bukan tidak mungkin mereka akan melakukan amaliah-amaliah di sekitar tempat tinggalnya,” ujarnya.

Saat konflik di Marawi, Filipina Selatan, memuncak, pertengahan 2017 lalu, sejumlah anggota teroris asal Indonesia ikut bergabung.

Menurut pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Al Chaidar, sekitar 60 teroris asal Indonesia ikut berjihad di Filipina.

“Saya yakin juga hingga saat ini masih banyak warga Indonesia khususnya yang berasal dari Jawa Tengah dan Poso, yang berjihad di sana,” katanya kepada BeritaBenar.

Menurut Al Chaidar, sejak lama Filipina Selatan telah menjadi pusat pelatihan jihad di Asia Tenggara.

Bahkan kerja sama pelatihan militer antara kelompok radikal itu telah terbangun sejak pemberontakan Darul Islam Indonesia.

“Jadi hubungan kelompok ini sudah terbangun sejak lama dan mustinya sudah diputus mata rantainya sejak awal,” ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.