Densus 88 Tangkap 7 Terduga Teroris, Tembak Mati Seorang Lainnya

Seorang pakar mengatakan kelompok teroris jarang memanfaatkan unjuk rasa untuk melakukan serangan.
Rina Chadijah
2019.05.06
Jakarta
190506_ID_Terrorism_1000.jpg Tim Densus 88 mengamankan terdakwa teroris Aman Abdurrahman ketika ia tiba di pengadilan untuk persidangannya di Jakarta, 25 Mei 2018.
AP

Tim Densus 88 Polri menangkap tujuh terduga teroris, dan menembak tewas seorang lainnya, dalam penggerebekan di sejumlah daerah pekan lalu.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen. Pol. Dedi Prasetyo, mengatakan Senin, 6 Mei 2019, bahwa mereka yang ditangkap berencana melancarkan serangan, dengan memanfaatkan momentum unjuk rasa pada saat penguman resmi hasil pemilihan presiden (Pilpres) 22 Mei nanti.

Mereka, yang dinyatakan bagian dari jaringan Jamaah Ansharud Daulah (JAD) itu, dibekuk Densus 88 di sejumlah wilayah yaitu Bekasi, Jawa Barat; Tegal, Jawa Tengah dan Bitung, Sulawesi Utara.

“Mereka sudah berbaiat terhadap kelompok JAD Indonesia yang dibikin oleh Oman Abdurrahman,” kata Dedi kepada wartawan di Mabes Polri di Jakarta.

Oman alias Aman Abdurrahman merupakan terpidana mati setelah dinyatakan terbukti mendalangi sejumlah terorisme.

Dedi menjelaskan mereka yang ditangkap adalah Solikin alias Abu Faisa (34), AN (20), dan MC (28) di tiga lokasi terpisah, Sabtu pekan lalu.

Solikin yang disebut polisi sebagai pimpinan kelompok ini ditangkap di Babelan, Bekasi, sementara AN diciduk di Tambun Selatan, Bekasi, dan MC ditangkap di Tegal Timur, Jawa Tengah.

Dari penangkapan ketiganya, tambah Dedi, Densus 88 melakukan pengembangan dan menangkap tiga orang lain di Bekasi yakni MI, IF alias Samuel, dan TP, pada Minggu.

“Mereka berperan membantu Solikin merakit bom dan menyembunyikan sejumlah terduga teroris yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO),” kata Dedi.

TP saat hendak ditangkap, berupaya melawan dengan melempar bom sumbu berbahan utama serbuk TATP ke arah petugas dan meledak, demikian kata aparat.

“Karena aksinya, polisi terpaksa menembak. Yang bersangkutan tertembak dan bomnya meledak,” kata Dedi, yang menambahkan TP tewas di lokasi.

Dia menambahkan, Solikin dan kelompoknya sudah dimonitor sejak 2014 dan mereka terpapar radikalisme dari media sosial.

Dedi menjelaskan Solikin pada 2015 ikut dalam pertemuan kelompok JAD di Jawa Timur, yang merencanakan serangan di Jalan Thamrin Jakarta pada 14 Januari 2016.

Kelompok ini juga terlibat dalam upaya melakukan serangan saat kerusuhan di Markas Komando Brimob di Depok, Jawa Barat, di Lampung dan Jakarta pada 2017 lalu.

“Setelah peristiwa itu, Solikin melarikan diri ke Papua, dan sempat menggelar pelatihan militer di sana,” kata Dedi.

Sebagian anggota kelompok Solikin, lanjutnya, bergabung dengan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora di Poso, Sulawesi Tengah.

Dua diantaranya ditangkap polisi di Bitung, Sulawesi Utara, pada 2 Mei 2019.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo (kanan) didampingi Kabag Penum Divhumas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra saat memberikan keterangan pers di Jakarta, 6 Mei 2019. (Rina Chadijah/BeritaBenar)
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo (kanan) didampingi Kabag Penum Divhumas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra saat memberikan keterangan pers di Jakarta, 6 Mei 2019. (Rina Chadijah/BeritaBenar)

Tunggangi unjuk rasa?

Menurut Dedi, para terduga teroris yang ditangkap itu merencanakan untuk melakukan serangan dengan menunggangi aksi unjuk rasa oleh oposisi untuk menolak hasil Pilpres saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan penghitungan suara pada 22 Mei.

“Ketika di Jakarta ini ada unjuk rasa dan unjuk rasa ini mengarah pada tindakan anarkis dan chaos, nah ini merupakan momentum bagi yang bersangkutan untuk melakukan serangan aksi bom bunuh diri,” ujar Dedi.

Pengerahan massa atau people power sering digaungkan pendukung pasangan calon presiden Prabowo Subianto-Salahuddin Uno, yang terus mengklaim ada kecurangan Pemilu.

Hasil awal perhitungan KPU sementara hingga saat ini atas 68 persen dari jumlah keseluruhan tempat pemungutan suara menunjukkan pasangan Joko “Jokowi” Widodo-Ma’ruf Amin unggul 56 persen atas Prabowo-Sandiaga.

Dedi menambahkan selain menyusup saat aksi massa, JAD juga berencana meledakkan kantor polisi di Jati Asih, Bekasi dan mereka telah mempersiapkan bom rakitan dalam tas ransel.

“Tujuan pertama yaitu tujuan amaliah dengan sasaran anggota kepolisian yang saat bertugas. Rampas senjatanya dilukai atau dibunuh,” katanya.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto menyatakan aparat penegak hukum tidak akan ragu menindak tegas siapapun yang secara terang- terangan melawan hukum dengan bertujuan untuk mendeligitimasi penyelenggara pemilu.

"Bagi pihak yang masih terus melaksanakan upaya upaya memecah belah persatuan bangsa, mendeligitimasi lembaga pemerintah, menyebar fitnah dan ujaran kebencian untuk segera menghentikan kegiatannya, Kami tidak akan ragu menindak tegas," ujarnya  di Jakarta, 6 Mei 2019.

Terlebih lagi, kata dia banyak pelanggaran terjadi di media sosial. "kalau perlu kami shut down. Kami hentikan, kami tutup enggak apa-apa. Demi keamanan nasional," ujar Wiranto.

Menurut dia, selama ini, petugas penyelenggara Pemilu sudah menjalankan tugaskan dengan sungguh-sunguh dan dalam proses menuntaskan perhitungan suara bahkan telah menimbulkan ratusan korban jiwa yang diduga karena kelelahan.

"Seperti kita tahu bahwa pelaksanaan pemilu di Indonesia tergolong besar dan tersulit di dunia yang telah berjalan damai lancar dan sukses serta mendapatkan ucapan selamat dan apresiasi dari banyak negara di dunia. Ini prestasi tapi kok masih saja ada pihak yang menuduh adanya kecurangan. Itu tidak benar," kata dia.

Bisa kapan saja

Pengamat teroris dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak, mengatakan jaringan teroris bisa menggunakan momentum apa saja untuk melakukan serangan.

Tapi, menurutnya, selama ini jarang sekali kelompok teroris memanfaatkan aksi massa untuk melakukan serangan.

“Kalau mereka mau, bisa saja mereka melakukan aksi bom bunuh diri di demo menuntut pemenjaraan Ahok, dan aksi massa yang ramai-ramai sebelum ini. Tapi itu tidak terjadi,” katanya saat dihubungi BeritaBenar.

Ahok adalah mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang didemo besar-besar pada 2016 – 2017 oleh kelompok Islam atas tuduhan menistakan agama Islam. Ia divonis bersalah dan dihukum dua tahun penjara.

Zaki memberikan catatan, jangan sampai isu terorisme dimanfaatkan untuk meredam gejolak politik yang terjadi usai Pilpres.

“Bahwa ada yang tidak setuju dengan hasil Pemilu itu persoalan lain. Sudah tugas polisi menjaga gangguan keamanan maupun menjaga unjuk rasa tetap berlangsung aman,” ujarnya.

Tia Asmara di Jakarta turut berkontribusi dalam laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.