Densus 88 Tangkap 4 Terduga Teroris di Makassar dan Yogyakarta

Polisi antisipasi serangan terorisme saat Natal dan Tahun Baru.
Putra Andespu
2018.12.18
Jakarta
181218_ID_Terror_Arrest_1000.jpg Prajurit TNI membentuk formasi saat gelar apel pasukan Operasi Lilin 2018 di Lapangan Monumen Nasional, Jakarta, 30 November 2018.
Putra Andespu/BeritaBenar

Tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap empat terduga teroris di Yogyakarta dan Sulawesi Selatan, dalam sepekan terakhir, sebagai upaya pencegahan aksi teror menjelang Natal dan Tahun Baru 2019.

“Tugas kita adalah mengantisipasi jangan sampai aksi tersebut terjadi,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo di Jakarta, Selasa, 18 Desember 2018.

“Densus dan Satgas-Satgas antiteror dan radikalisme yang ada di Polda-Polda terus gerak dalam rangka mitigasi dan antisipasi setiap aksi teror yang bisa mungkin terjadi pada saat perayaan Natal dan Tahun Baru.”

Pada 11 Desember lalu, Densus 88 menangkap seorang pria asal Indramayu, Jawa Barat di Godean, Sleman, Yogyakarta.

Penangkapan tersebut membawa pada penangkapan terduga lainnya asal Balikpapan, Kalimantan Timur, yang juga ditangkap di Sleman.

“Keduanya ini adalah satu jaringan,” jelas Dedi, merujuk pada Jamaah Ansarut Daulah (JAD), kelompok teroris yang telah dibekukan oleh pemerintah Indonesia pertengahan tahun ini.

Polisi menduga keduanya menyiapkan rencana teror saat Natal dan Tahun Baru 2019.

“Keduanya memiliki keterkaitan tentang rencana aksi teror bom di Indramayu," terang Dedi.

Menurutnya, kedua tersangka sudah ditahan dan dalam penyidikan Densus 88.

Pada 14 Desember, Densus 88 menangkap kakak beradik berinisial AA dan IA di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), karena diduga terlibat jaringan teroris.

“Belum ada update,” katanya terkait penangkapan di Makassar itu.

Kapolda Sulsel, Irjen Pol. Umar Saptono mengatakan keduanya kini sedang diperiksa Densus 88 di Mapolda Sulsel.

Keduanya diduga jaringan Abu Khanza, teroris yang ditangkap Desember 2017 karena terlibat pembelian senjata api di Sumatra Selatan dan rencana penyerangan kantor polisi.

Ancaman serius

Dedi menyebutkan terorisme masih menjadi ancaman serius saat Natal dan Tahun Baru, terutama di Pulau Jawa.

“Prioritas antisipasi terorisme di Jawa, kemudian beberapa wilayah di Sumatra. Wilayah lain tetap dalam pantauan Satgas Antiteror dan radikalisme dan Satgaswil Densus 88,” sebutnya.

Sebanyak 94.946 personel Polri dan TNI dikerahkan untuk mengamankan Natal, Tahun Baru 2019 dan Pemilu 2019 di seluruh Indonesia.

Angka ini menurun dibanding pengamanan Natal dan Tahun Baru 2018 yang hampir mencapai 250 ribu personel.

Dedi mengatakan jumlah personel dikerahkan tahun ini sesuai kebutuhan yang sudah dikoordinasikan.

“Ada 94.946 personel, terdiri dari 69.080 personel di 13 Polda prioritas satu dan 25.866 personel di 21 Polda prioritas dua,” katanya.

Prioritas satu mencakup Polda Metro Jaya, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sumatera Utara, Lampung, Banten, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Maluku dan Papua.

“Ini Polda yang punya jumlah umat Kristiani cukup banyak, jumlah gereja cukup banyak ini adalah prioritas utama,” ujar Dedi.

Ada 57.946 obyek sasaran pengamanan polisi di antaranya 856 terminal bus, 260 stasiun kereta api, 530 pelabuhan laut, 2.684 pusat perbelanjaan, 207 bandara, 2.705 lokasi wisata dan 48.796 gereja.

Pengamanan gereja, menurut Dedi, juga akan dibantu organisasi masyarakat Muslim dan Hindu.

Saat malam pergantian tahun, ada 1.904 obyek menjadi fokus pengamanan termasuk Bali yang ramai dikunjungi wisatawan.

JAD

Anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Nasir Djamil, meminta kepolisian benar-benar mengantisipasi, mencium potensi teror saat Natal dan Tahun Baru, agar tidak kecolongan.

“Kita tidak mau dengar lagi tahun ini ada bom di gereja atau saat tahun baru,” ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera itu saat diminta tanggapannya.

Pengamat terorisme dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak mengatakan potensi teror saat Natal dan malam Tahun Baru tetap ada.

“Tapi eskalasinya tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Polisi diminta mengantisipasi ancaman konflik baru akibat polarisasi politik masyarakat terkait Pilpres yang bisa memunculkan serangan teror ke individu.

Sejak Aman Abdurrahman, pimpinan JAD, divonis hukuman mati, Zaki melihat aksi-aksi teror sporadis mulai berkurang meski sel-sel JAD masih aktif.

“Mereka masih bergerak, mengirim misalnya beberapa anak-anak muda ke Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Ali Kalora, pengganti Santoso, dan mereka masih terus berlatih membuat bom,” tutur Zaki.

Selanjutnya ada orang-orang yang ingin pergi ke Suriah, tapi terhalang karena ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) sudah kalah.

“Mereka masih memiliki potensi, masih bergerak, tapi dalam kelompok-kelompok kecil, karena struktur JAD sudah dibubarkan,” katanya.

Dedi mengatakan polisi tetap memetakan pergerakan anggota JAD meski organisasi itu telah dibekukan dan dinyatakan terlarang.

“Kalau orang lama bergabung di JAD sudah kami tahu profil dan kami awasi ketat, yang kami khawatir pendatang baru,” pungkasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.